Social Media

Image Slider

Sate Kelinci di Lembang, Tega Gak Makannya?

22 October 2019
Kalo ke Lembang, gak jauh-jauh wisatanya dari wisata alam. Berderet-deret hotel di Lembang, tamu hotelnya mesti perginya ke tempat yang itu lagi itu lagi. Memang pesona Lembang ini ya kuat banget. Gak pernah kehabisan turis. Selalu ramai. Selalu macet. Hehe.

Nah, di antara Farmhouse dan The Lodge Maribaya, pernah gak benar-benar merhatiin kuliner di Lembang apa aja?

Tahu? Susu? Ada lagi kuliner lainnya yang akan saya rekomendasikan. Salah satunya mungkin bikin kamu agak…ngilu? Hahaha ayok ah gak usah lama-lama.

Kuliner di Lembang yang asoy, nih daftarnya.


Ketan Bakar, Hangat dan Nikmat

Awal mula saya lihat ketan bakar, ya di Lembang. Sekarang pedagang ketan bakar bisa kamu temui sampai di sekitar museum Asia Afrika. Namun, menurut saya sih lembang asal muasal makanan ini.

Bentuknya persegi panjang. Ketan sudah matang. Akan tetapi baru melewati proses kukus saja. Jika ada yang memesan, barulah ketan dibakar. Gak lama sih, biasanya yang penting permukaannya kecoklatan saja. Pas disantap, kres-kres gitu. Bagian dalamnya masih empuk dan basah.




Ketannya dimakan dengan saos sambal kacang atau oncom dan serundeng. Rasanya gurih pedas. Pastilah terasa hangat dua kali. Oleh ketan yang baru kena api dan cabe dari sambalnya.

Nikmat gak? Nikmat banget! Waktu terbaik untuk menikmati ketan bakar adalah pagi-pagi dan malam. Cocok bener dengan hawa Lembang yang super dingin di waktu-waktu kayak gitu.

Pedagang ketan bakar bisa kamu temui di sepanjang Jalan Raya Lembang. Berjejer tuh banyak bener. Tinggal pilih aja mau yang mana. Semua kios sama saja harganya pun rasanya.

Sebab kalo siang sih cocoknya makan ini nih…


Sate Kelinci! Lezat dan Unik!

Udah ngilu-ngilu belum? Hahaha. Kelinci tuh makhluk imut banget sih ya, jadi kesannya kayak jahat banget makan daging kelinci.

Namun kalian tahu kan kalo kelinci ini kerjaannya beranak melulu. Maksudnya, dunia gak akan kekurangan kelinci karena kita makan sate kelinci bukan? :D




Di mana sate kelinci terbaik di Lembang? Ada dua, Sate Sapri di seberang Farmhouse dan sate kelici di Tahu Tauhid. Sate kelinci di Tahu Tauhid lah yang saya rekomendasikan. 

Aneh ya namanya ketahu-tahuan tapi jualannya sate kelinci. Gak juga. Jadi gini, Sate Tauhid itu semacam foodcourt. Dahulu cuma jualan Tahu. Lantas tempatnya makin ramai, dan bertambahlah aneka macam makanan tambahan. Salah satunya sate kelinci.

Di sini ukuran daging satenya kecil-kecil sih, gak kayak sate normal pada umumnya. Terus teksturnya lebih kenyal daripada daging sapi atau ayam. Mirip jando sih, lemak daging. Empuk gak? Yang terempuk yang adanya di Tahu Tauhid ini.

Bumbu satenya juga juara sih. Gurih dan sedikit manis. Gak sekental dan semanis sate ayam/sapi. Namun cukuplah untuk menutup hawa amis daging kelinci.

Tahu Tauhid ada di Jl Kayu Ambon persis di depan seberang D’Ranch. Bukanya sejak pagi-pagi pukul enam.

Btw, info tambahan. Selain sate kelinci, di sini kamu beli Tahu dan Bandrosnya ya. Jaminan mutu. 

Dua kuliner aja yang saya rekomendasikan. Sekarang bila ke Lembang, pergilah cari ketan bakar dan sate kelinci yak!

Menginap di mana di Lembang?

Eh, kalo hotel gimana, kalian udah tahu mau menginap di mana? Hotel mahal ada banyak. Penginapan murah di Lembang pun lebih banyak lagi.

Hotel di Lembang rekomendasi saya, boleh dicatat nih. Saya kasih lihat hotel yang letaknya di jantung kota Lembang ya. Secara Lembang luas banget. Saya cuma kasih rekomendasi hotel yang gak jauh dari Jalan Raya Lembang.



hotel sandalwood
Apa saja?
  • Hotel Grand Lembang. Hotel klasik, ada sejak zaman kolonial.
  • Hotel Sandalwood. Hotel dengan interior ala instagram. Tiap pojok adalah latar untuk berfoto.
  • Hotel Pesona Bambu. Cocok kalo budget penginapan kamu gak besar-besar amat. Ini medium lah harga permalamnya.
Lantas gimana caranya supaya bisa jalan-jalan di Lembang dan menginap di hotel dengan harga yang bersahabat? Ini nih saya kasih tipnya.
  • Nabung. Hahaha. Becanda. Eh tapi kamu nabung dulu kan sebelum jalan-jalan?
  • Survey sejak jauh hari. Kita sedang bicarakan Lembang. Daerah yang gak pernah sepi turis. Mulainya skroling hotel-hotel di Lembang. Pilih yang bentuk penginapannya cocok dengan seleramu.
  • Buka akun Pegipegi dan puas-puasin deh riset hotel di sana. Saya rekomendasiin Pegipegi karena gini deh, saya bahas agak panjang ya. 

Kenapa Memesan Hotel di Pegipegi



  1. Banyak promo di Pegipegi. Abis itu ada fitur Harga Spesial. Dan fitur diskon dari Kartu Debit dan Kredit. Pinter-pinter deh riset harga promo. Karena saya temukan, mereka yang cermat membaca adalah mereka yang menang banyak! Hehe.
  2. Ikut kumpulin PepePoin sebagai potongan harga. Tiap kali abis transaksi pemesanan hotel, kamu akan dapat poin.
  3. Daftar dulu jadi member di Pegipegi untuk dapatkan harga promo yang…beda! Iya lho beneran. Bedan dan lebih banyak. Udah pada install app Pegipegi kan?
  4. Proses pemesanan yang gak ribet. Cari yang mudah dan reliable aja kayak Pegipegi.
  5. Proses pembayaran di Pegipegi pun mudah banget! Sok mau bayar pake apa ada semua fiturnya. Mbanking, bayar di minimarket, transfer. Ada semua.
  6. Terus ceritanya gak jadi nginep nih. Mau refund. Bisa kok gak akan dipersulit pokoknya. Hehe.
cek harga promonya Pegipegi dan dapatkan harga terbaik termurah dan terseru!  


Begitulah kira-kira sedikit rekomendasi kuliner dan hotel di Lembang. Selamat berlibur ya! Jangan lupa pesan kamar hotelnya di Pegipegi dan jajan sate kelincinya di Tahu Tauhid!

Berkunjung ke Perkebunan Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa di Subang

20 October 2019
Saya mau ajak teman-teman memantau perkebunan buah nanas dan buah naga. Tujuan kita berada kira-kira tiga jam dari Bandung. Masuk ke pedalaman Subang. Masuk ke areal perbukitan. Melewati hutan dan lembah. Jalanan mulus dan bertanah-tanah.

Mau apa di Subang? Melihat asa di pucuk-pucuk pepohonan nanas dan buah naga. Asa petani Subang. Ohiya, kita gak pergi sendiri. Dompet Dhuafa menemani, karena merekalah yang mengajak saya ikut serta. 





Perkebunan yang kita kunjungi namanya Kebun Indonesia Berdaya Terpadu. Di Desa Cirangkong Kecamatan Cijambe. Kita akan lihat bagaimana wakaf membuahkan aset produktif, aset yang berkelanjutan.

Tunggu dulu. Perkebunan? Wakaf?

Baru saya tahu ada wakaf dalam bentuk aset keberlanjutan begini. Wakaf produktif istilahnya. Biasanya kan wakaf tuh makam, masjid, dan madrasah. 3-M itu aja muter-muternya.

Eh, teman-teman tahu kan wakaf itu apa?


Sebentar. Saya harus cerita dulu perjalanan dari Bandung ke Subang bagaimana.


Perjalanan dari Bandung

Mobil yang kami tumpangi tidak sulit menempuh akses ke sana. Saya kira, kendaraan apa saja sanggup menuju perkebunannya, kecuali sedan dan mobil-mobil citycar yang pendek-pendek posturnya.

Di areal perkebunan. Hawanya panas agak mengigit, terasa segar karena angin berhamburan pelan. Sekeliling kami hamparan nanas dan buah naga. Di sela-selanya ada saung dan beberapa bungalow.

Di saung itulah saya menggelosor dan makan sate nanas yang segar! Juga menyesap jus nanas yang nikmat.

Bila kamu warga perkotaan ingin mencari lokasi yang hening, damai dan lamban, inilah dia tempatnya.


Dompet Dhuafa X Blogget Meet Up

Dompet Dhuafa mengajak blogger berkunjung ke perkebunan. Namun sebelum sesi berkeliling itu tiba, kami berkumpul dan berbincang bersama. Ada tiga orang pembicara di hadapan kami. 

Kamaludin, manajer bidang ekonomi Dompet Dhuafa.
Boby P Manulang, General Manager Wakaf Dompet Dhuafa.
Eman, petani lokal dan pengurus koperasi Indonesia Berdaya. 

Tahun 2014 Dompet Dhuafa merintis perkebunan tanah wakaf. Mulanya 2 hektar. Yang berwakaf tambah banyak, kini ada 10 hektar luasnya. Kebon nanas dan kebon buah naga itu pengelolaannya melibatkan warga sekitar. Ditambah peternakan kambing, warga yang terlibat makin banyak.

Dompet Dhuafa bilang, agak sulit ajak orang berwakaf ke aset-aset produktif seperti perkebunan begini. “Paling gampang tuh kumpulin wakaf buat masjid  tapi masa bikin masjid mulu,” ujar Boby Pamulang.

Oleh karenanya, di tahun 2016 mereka ganti strategi kampanye wakaf dengan membuat Wake Up Wakaf. Bagaimana cara?
  1. Bikin program @tabung_wakaf 
  2. Kampanye Wake Up! Wakaf dengan berwakaf Rp10.000 di www.donasi.tabungwakaf.com. Ya, kamu gak salah baca. SEPULUH RIBU RUPIAH.
Kampanye wakaf Rp10.000 ini ide brilian, menurut saya. Mengejar unit besar (baca: wakaf jutaaan, milyaran, dari satu orang) bukan perkara mudah. Kita harus tunggu orang kaya raya dulu. Seolah-olah wakaf adalah barang mahal.

Memang mahal, kalau sendirian. Sekarang kan zamannya kolaborasi. Karenanya muncul ide wakaf bernama Wake Up! Wakaf Rp10.000.

Apakah cara tersebut berhasil?

Manajer Wakaf Dompet Dhuafa, Boby Manulang, cerita begini. "Transaksi wakaf Rp10.000 di tahun 2018 tercatat 4500. Tahun 2019, angkanya naik jadi 8900."

Jika ada yang bertanya, bisa apa dengan wakaf sepuluh ribu perak? Bisa jadi kebon-kebon produktif! Gokil gak tuh.

Lebih jauh lagi, bila ada yang ingin berwakaf dalam jumlah besar di perkebunan, Dompet Dhuafa menyediakan lahan garapan wakaf produktif 1 kavling sebesar Rp125.000.000.

Dompet Dhuafa sendiri memiliki empat pilar dalam program wakafnya:

  1. Kesehatan
  2. Pendidikan
  3. Sosial (kebencanaan)
  4. Ekonomi

Kebayang kan kesehatan kayak gimana: membangun rumah sakit (7), klinik (3), optik (2), dan apotek (1). Salah satunya ada di Lampung Tmur, yaitu RS AKA Medika Sribhawono. 

Lantas di bidang pendidikan, Dompet Dhuafa membangun universitas di Bogor bernama Dompet Dhuafa University. Ada pesantren di Sukabumi, Pesantren Hafidz Village. Terakhir,  lembaga pendidikan nonformal di Tangerang Selatan namanya Khadijah Learning Centre. 




Gak berhenti dong. Di bidang kebencanaan, Dompet Dhuafa turun tangan juga. Ada rumah sementara di Lombok Timur dan masjid Al-Majid di Bukit Kemuning Lampung Utara.

Terakhir nih, bidang ekonomi. Tentang pemberdayaan. Misalnya kayak mendirikan minimarket dan bersinergi antara Dompet Dhuafa dengan warga lokal, menciptakan hasil bumi yang berkepanjangan efeknya. Misalnya, Kebun Indonesia Berdaya di Subang ini nih!


Keliling Perkebunan Indonesia Berdaya

Dari total 10 hektar lahan garapan, lahan  produktifnya baru 5 hektar. Perkebunan ini berhasil memanen buah nanas 100kg/hari dan buah naga 2-3/ton per 3 bulan. 

"Masih jauh dari kebutuhan yang diminta industri," begitu kata Kamaludin, manajer program ekonomi Dompet Dhuafa. Ada 60 ton permintaan nanas pertahun. Itulah yang ingin dikejar Dompet Dhuafa. 

Berdasarkan target itulah saat ini Dompet Dhuafa segera merampungkan Rumah Industri Pengolahan Nanas. Nantinya semua penampungan, pengolahan, pengepakan, dan pengiriman adanya di bangunan tersebut. “Bangunannya baru 80% jadi, akhir tahun atau Januari 2020 sudah bisa digunakan.”

Lantas timbul pertanyaan. Mengapa nanas? Mengapa buah naga?

Potensi buah nanas sangatlah tinggi. Permintaan industri bahkan belum semuanya terpenuhi. Lahannya cocok. Kenapa harus mulai dari nol dengan menggarap sumber daya yang lain? Begitu kata Kamaludin.

Ia menambahkan “ada 60 ton kebutuhan nanas per tahun yang ingin kami penuhi. Oleh karenanya kami menargetkan lahan garapan hingga 22 hektar. Bila Rumah Industri Pengolahan Nanas sudah jadi, kami akan bekerja sama dengan banyak petani dari 12 desa di sini.”

Dompet Dhuafa melibatkan warga lokal sebagai penggarap dengan sistem pembayaran yang adil. Melalui program berdaya, tujuan akhirnya petani keluar dari garis kemiskinan. Tidak lagi tercekik rentenir. 

Pak Eman, warga setempat yang juga petani dan bagian dari Koperasi Indonesia Berdaya mengatakan sangat terbantu setelah ikut dalam pengolahan perkebunan Indonesia Berdaya. “Apalagi permodalan, saya kebantu pisan,” Pak Eman tidak lagi memusingkan harus beli bibit di mana sebab Dompet Dhuafa sudah menyediakan bibitnya.

Seru ya. Setelah berkeliling kebun ini, saya unggah foto-foto ke stories instagram. Lantas saya membuka sesi tanya jawab. Dibantu menjawab oleh Teh Annisa dari Dompet Dhuafa, pertanyaan netizen seputar wakaf di perkebunan ini begini. 





Tanya Jawab Wakaf Perkebunan Indonesia Berdaya

Q:. Siapa yang boleh berkunjung ke Perkebunan Indonesia Berdaya? Apa yang wakaf saja?
A:  Bisa siapa aja. Selama janjian dulu sebelum berkunjung. Sebab saat berkeliling kebunnya nanti ada yang memandu.

Q:  Kalo bukan muslim, bisa ikutan wakaf gak sih?
A:  Bisa banget. Secara fiqih dan undang-undang, tidak ada larangannya.

Q:  Hasil penjualan perkebunan untuk siapa? digunakan untuk apa?
A:  Untuk memenuhi biaya operasional (termasuk gaji nih di sini semua posnya), pembebasan lahan, dan pengembangan produk. Meski lahirnya dari wakaf, namun perkebunan hasil menghasilkan profit. Harus surplus malahan," kata Boby. Karena lahannya berkelanjutan, secara perenomian uangnya harus muter sih. Gitu singkatnya.

Q:  Petani yang berasal dari warga sekitar berperan sebagai pengelola perkebunan, apakah seperti itu?
A:  Sebagai petani dan pengupas kulit nanas. Ada juga yang berperan sebagai pengelola koperasi. Bila Rumah Industri Nanas rampung dan dapat beroperasi, makin banyak warga yang terlibat dan berperan lebih jauh.

Demikian hasil jalan-jalan di perkebunan nanas hasil wakaf produktif. Kami pulang membawa buah nanas dan pengetahuan baru. Bahwa bisa kok wakaf dengan uang sepuluh ribu perak. 

Berada di sana dan mengetahui program wakaf produktif ini, saya kira masih ada asa di pundak-pundak petani Subang. Asa yang kita mulai dengan wakaf Rp10.000. Yuk ikut berwakaf di donasi.tabunganwakaf.com! 


Yak sampai di Perkebunan Indonesia Berdaya Dompet Dhuafa
Buah Naga yang panennya November nanti
Sesi sharing Dompet Dhuafa
Pak Eman - Boby P Manulang - Kamaludin
Mulai berkeliling perkebunan
Hamparan tanaman nanas
dan pohon buah naga yang bagi saya rupanya mirip alien :D
wakaf peternakan menampung kambing 500 ekor

Rumah Industri Pengolahan Nanas, januari nanti bangunannya  rampung 
Pulang ke rumah bawa nanas


Rumah Rajeg Ijo

19 October 2019
Saya gak pernah merasa perlu moto rumah ini. Sampai saya ada di sana, di hari pemakaman nenek saya. Saat itu saya pikir, bagaimana nasib rumah ini setelah Emak (panggilanku pada nenekku) wafat. 

Saya memotonya di hari yang sama, setelah nenek saya dimakamkan. Agak menyesal mengapa tidak memotret sudut-sudut rumah lebih banyak. Namun yah, beginilah.




Ini dia Rumah Rajeg Ijo, yang dahulu tegelnya warna kuning ukuran 20x20cm.

Lima tahun pertama dalam hidup saya, tinggalnya di rumah rajeg ijo. Dikasih nama demikian karena ragejnya emang ijo.

Dalam bahasa jawa panturanya jawa barat, rajeg artinya pagar. Ijo tahu kan artinya apa? hijau. Rumah dengan pagar berwarna hijau.

Itu rumah bukan hanya kami sebagai keluarga yang menamainya demikian. Namun, para tetangga dan siapa sajalah yang lewat depan rumah, menjuluki rumah kami begitu.

Rumah tersebut, menurut cerita paman saya, dibangun tahun 50. Saya kira, itulah rumah terbaik yang pernah saya diami. Nomor dua, setelah rumah orang tua saya di gang dua selatan. 

Rumah rajeg ijo ini legendaris.

Desain rumahnya klasik. Bukan rumah kolonial, tapi rumah ala-ala yang desainnya transisi gitu kali ya. Disebut jengki, bukan. Gaya kolonial juga bukan. 

Di jendela kamar depan, bagian luarnya ada kanopi melengkung. Cantik banget deh kalo dipandang.

Jendela rumah terdiri dua lapis. Jendela luar dari kayu berbuku-buku. Jendela dalam kayu juga tapi setengahnya ada kaca patri. Belum tirainya nih. Belum lagi teralisnya. Banyak amat ya jendela doang. Hahaha.



Jadi gini filosofi jendelanya.

Tirainya hanya setengah tinggi jendela. Kalo mau privasi rapat, tutup semua jenedelanya (ini kalo malam).

Kalo pengen menyepi di siang hari, buka jendela luar, tutup jendela kaca patri.

Bila kepanasan tapi gak pengen terlalu terbuka privasinya, buka semua jendela tapi tirai dibentangkan. Angin masuk masuk semliwir. 

Seru ya jendela doang tapi dirancang sedemikian intim dengan penghuni rumahnya.

Saya sudah cerita terasnya belum? Aduh cakep nian teras rumah rajeg ijo ini. Dulu, sebelum direnovasi.

Di teras ada yang namanya Buk. Semacam tempat duduk pagar. Cukup nangkring di Buk aja kalo mau nongkrong. Duduknya menghadap jalan (rumah rajeg ijo di pinggir jalan raya besar) atau menghadap rumah. Emak naro kursi tambahan buat Midang, istilah lokal buat 'nongkrong santai di depan rumah'.

Nongkrong di teras rumah biasanya kami lakukan sore hari. Saat kegiatan intensitasnya turun. Ayah saya kalo midang nih, cuma pake sarung, gak pake baju. Di sana, biasa banget cowok-cowok gak pake baju alias telanjang dada. Bau ketek? apa itu bau ketek! Haha.

Karena dari gerbang ke pintu rumah ada halaman yang rada luas, jadi midang tuh gak terganggu suasana jalanan sih.

Di halaman itu dulu banyak tanaman berbunga-bunga kemarau, namanya juga daerah pesisir. Walo begitu, bunganya cantik-cantik amat. Ada pohon kertas bougenvile. Satu lagi bunga merah muda. Lupa namanya. Juga bunga-bunga yang bentuknya kayak ulet warna merah.

Oke, kita pindah ke dalam.

Seingat saya, perabotan di rumah rajeg ijo sangatlah klasik. Bahkan sebelum emak wafat, perabotannya masih apik terjaga semua.

Ciri khas perabotan di rumah keluarga kami adalah: sebuah kursi santai. Terbuat dari rotan.

Ada tiga kamar tidur di rumah. Dua kamar yang tiap ranjangnya masih besi berkelambu. Terakhir kali saya tidur menginap di rumah ini di tahun 2015. Kami tidur di kamar depan. Saya gak tahu itu malam terakhir saya melihat langsung wajah emak. Setahun setelah malam itu, emak wafat.

Rumah rajeg ijo memanjang bentuknya. Kayak bentuk manusia aja dari ujung kepala sampe ujung kaki, semua ada urutannya.

Halaman depan
Halaman samping
Halaman belakang
Teras
Ruang tamu
Kamar tidur
Ruang keluarga
Ruang makan
Tempat sholat
Gudang
Dapur bersih
Dapur kotor
Sumur
Kamar mandi

Nenek saya pengusaha paren. Dulu saya mikir buat apa rumah kok lahannya luas amat. Ternyata untuk menjemur paren dan naro karung-karung gemuk. 

Kakek saya? Pedagang bako.

Rumah itulah cikal bakal darah pantura saya. Rumah di daerah berhawa panas anehnya di rumah terasa adem saja. Rumah yang membentuk logat saya. 17 tahun kutinggal di Bandung, logat sunda saya masih hancur. Logat jawa? kurang medhok katanya. Haha.

Setengah jawa setengah sunda, yang saya rasakan saya bukan keduanya. Saya orang Karangampel.











Note: terima kasih Hernadi Tanzil yang membuat saya kepikiran bikin tulisan ini.

Mau Memulai Bisnis Food Truck? Ketahui Dulu Tantangan Yang Akan Dihadapi

17 October 2019
Sesuai dengan namanya, food truck merupakan suatu inovasi bisnis baru dengan konsep truk makanan berjalan. Berbeda dengan restoran dan cafe yang telah memiliki lokasi tetap, pelaku bisnis food truck tidak berdiam di satu tempat saja, melainkan berjalan-jalan sambil mencari para calon pelanggan. Di Jakarta itu sendiri, bisnis food truck masih tergolong jarang dan asing. Sulitnya mencari lokasi yang murah, strategis dan legal membuat food truck belum banyak terlihat di jalanan Jakarta.

Dikarenakan belum banyak pelaku bisnis yang tertarik, bisnis food truck memiliki peluang usaha yang masih terbuka lebar bagi siapapun. Bagi kamu yang masih bingung menentukan konsep unik dalam usaha kuliner yang tengah kamu bangun, bisnis food truck bisa dijadikan sebagai solusi. Modal yang diperlukan pun tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan bisnis kuliner biasa yang perlu mengeluarkan modal untuk biaya sewa dan pembangunan.

Namun, seperti bisnis-bisnis lainnya, bisnis food truck pun juga memiliki tantangannya tersendiri. Penasaran?




Tantangan Bisnis Food Truck

1. Sulit Mendapatkan Pelanggan
Untuk di cafe dan restoran, biasanya para konsumen akan datang mengunjungi restoran tersebut lagi jika mereka merasa cocok dengan menu atau suasana yang ditawarkan. Berbeda dengan food truck yang memiliki konsep 'berjalan' membuat pelaku bisnis ini cenderung sulit untuk mendapatkan pelanggan tetap. Ditambah lagi bahwa loyalitas pelanggan merupakan salah satu aspek terpenting agar suatu bisnis dapat berkembang dengan pesat.

Namun, tentu saja hal tersebut dapat diatasi dengan strategi marketing yang kuat. Hampir seluruh masyarakat Indonesia sudah memiliki media sosial. Manfaatkanlah kekuatan dari media sosial sebagai instrumen mu untuk berpromosi.

2. Masih Cenderung Musiman
Dikarenakan masih sulitnya menemukan lokasi yang strategis dan legal, khususnya di Jakarta, membuat banyak pelaku bisnis food truck lebih memilih untuk mengikuti event atau acara-acara besar dalam meraup keuntungan, seperti konser musik, pameran atau car free day, sehingga food truck itu sendiri masih cenderung musiman.

3. Dituntut untuk Menjadi Unik
Pada dasarnya seluruh golongan bisnis memang memerlukan para pelakunya untuk menjadi unik dan kreatif. Hal tersebut agar bisnis yang diciptakan memiliki ciri khas yang mampu menarik perhatian para calon pelanggan. Prinsip tersebut pun juga berlaku bagi pelaku bisnis food truck. Walaupun cita rasa di sebuah bisnis kuliner sangatlah penting, merencanakan konsep yang unik juga merupakan hal yang penting. Apalagi bisnis food truck yang pastinya memiliki pelanggan yang berbeda-beda dikarenakan konsepnya sebagai 'restoran berjalan'. Disamping itu, bentuk dari mobil atau truk yang digunakan pun harus mendukung.

4. Perizinan yang Sulit
Bisnis food truck tidak memiliki lokasi tetap dan hanya mengandalkan mobil, sehingga mengurus perizinan pun akan cenderung sulit. Bila restoran biasa hanya memerlukan perizinan dari dinas pariwisata dan dinas kesehatan saja, maka untuk bisnis food truck harus memiliki izin dari dinas pariwisata, dinas kesehatan dan dinas perhubungan terkait dengan lahan parkir.

Setiap bisnis pasti memiliki tantangan yang berbeda-beda, tergantung dari jenis bisnis yang dilakukan. Walau begitu, janganlah jadikan tantangan tersebut sebagai kendala mu dalam memulai bisnis. Bukan hanya bisnis saja, di dalam hidup yang kita jalani ini bahkan selalu terdapat tantangan-tantangan yang perlu dihadapi. Tanpa tantangan, maka kita tidak akan belajar dan berkembang.

Apakah kamu tertarik untuk memulai bisnis food truck dan ingin mengetahui tips & trick sukses menjalani bisnis food truck? Baca dulu di https://www.cekaja.com/info/sukses-bisnis-food-truck/ dan raih kesuksesan mu.

Selain Minum Jus Seledri, Sayuran Tinggi Serat Ini Juga Bisa Dibuat Camilan

Seperti yang kita tahu bahwa sayur seledri merupakan salah satu bahan pelengkap yang bisa membuat olahan makanan menjadi lezat dan wangi. Tidak hanya melezatkan, daun seledri ternyata bermanfaat untuk kesehatan tubuh loh. Hanya dengan minum jus seledri setiap hari atau dengan langsung memakannya, Anda sudah bisa merasakan manfaat yang luar biasa.

Namun, jika belum pernah mengolah daun seledri untuk kesehatan, tips mengolah daun seledri berikut ini mungkin bisa Anda praktekkan di rumah.




Cara Mengolah Daun Seledri Menjadi Camilan Sehat

1. Dibuat Jus



Pertama, Anda bisa mengolahnya dengan cara dibuat jus segar. Untuk membuat jus seledri sangat mudah, cukup cuci satu ikat seledri, potong kecil-kecil, masukan ke dalam blender, dan tambahkan sedikit air. Saring jus seledri, dan sudah bisa Anda minum.
Namun, jika Anda kurang suka dengan rasa dan baunya, Anda bisa tambahkan bahan lain sebagai penambah rasa. Anda bisa tambahkan bahan lain seperti perasan jeruk lemon, buah pir, atau buah-buahan lainnya dan madu. Setelah itu, Anda juga bisa tambahkan es batu atau soda agar rasanya semakin segar dan nikmat.


2. Dibuat stick, dan dimakan langsung



Cara mengolah daun seledri untuk kesehatan yang kedua adalah dengan memakannya langsung. Tidak hanya di jus, daun seledri juga bisa dijadikan sebagai camilan sehat. Caranya, ambil beberapa batang seledri, cuci bersih, potong-potong menjadi stick, lalu Anda bisa memakannya langsung atau boleh ditambahkan toping seperti selai kacang, mayonaise, atau madu.

Nah, jika Anda belum tahu, manfaat apa saja sih yang ada di dalam daun seledri. Yuk intip beragam manfaatnya untuk kesehatan tubuh kita. Memang belum banyak yang tahu bahkan tak sedikit yang tidak suka dengan rasa dan aroma daun seledri, namun tanaman yang satu ini memiliki banyak kandungan yang baik untuk tubuh.

Kandungan yang Terdapat dalam Daun Seledri

Daun seledri diketahui kaya akan vitamin A, K, dan C, asam folat, serat makanan, zat besi, kalsium, potassium, air, dan masih banyak lagi. Saking banyaknya kandungan baik, daun seledri pun ampuh digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, mulai dari menurunkan berat badan, peradangan, bahkan hingga kanker.

Dihimpun dari berbagai sumber, banyak para peneliti yang menyarankan untuk mengonsumsi atau minum jus seledri agar Anda bisa merasakan manfaatnya langsung dari sayuran yang satu ini. Disebut-sebut, seledri juga bisa membuang racun, patogen mati seperti virus dan bakteri, neurotoksin dan zat-zat negatif dalam tubuh lainnya.

Bahkan, kegiatan minum jus seledri kini menjadi tren karena banyak yang membuat tantangan atau "challenge" meminum jus seledri. Bagi yang belum tahu kalau seledri mempunyai banyak manfaat, pasti akan menolak tantangan ini ya. Apa termasuk Anda?

Namun, ternyata tidak sedikit yang ikut berpartisipasi untuk mengikuti tantangan ini. Bahkan, mereka berbagi cerita tentang kondisi tubuh mereka sebelum dan setelah rutin meminum jus seledri selama 5 hari berturut-turut. Jika Anda ingin melihat partisipasi mereka, Anda bisa cek lewat hashtag #celeryjuice dan #celeryjuicebenefits di Instagram.

Banyak dari mereka yang merasa puas dan merasakan perubahan dalam diri mereka setelah minum jus seledri. Mulai dari persoalan tekstur kulit hingga berat badan. Sehingga, minum jus seledri kini bukan hanya sekadar tantangan, tetapi sudah menjadi gaya hidup sehat yang banyak dipakai berbagai penggiat kebugaran dunia.

Jika Anda ingin tahu, spesifikasi manfaat dari minum jus seledri rutin setiap hari, Anda bisa baca artikel selengkapnya, di link berikut ini: https://www.cekaja.com/info/tantangan-minum-jus-seledri-berani-coba/



Damai di Istana Gebang

13 October 2019

Pada perjalanan singkat saya di Blitar, saya singgah ke Istana Gebang. Ada di sini saya menyadari Sukarno orkay juga. Sori, maksudku cukup berada lah. Meski dalam biografi yang ditulis Cindy Adams ia mengaku masa kecilnya gak bergelimang harta, tapi bila orangtuamu punya aset 1,8 hektar, saya kira kedudukannya tidak sembarang. Istana Gebang memang sebenar-benarnya istana. 




 

Istana Gebang adalah rumah keluarganya Sukarno. Bangunannya peninggalan kolonial. Dahulu ini rumah milik juragan perkebunan gula. Cmiiw. Rumahnya disebut-sebut dalam berbagai artikel yang saya baca online, didirikan tahun 1860.

 

Lantas, rumahnya dibeli (?) oleh ayahnya Sukarno bernama R Soekemi Sosrodihardjo. Mereka mulai mendiaminya di tahun 1914 (ada yang menyebut tahun 1917). Saat itu Sukarno masih kecil.

Kemudian, rumah ini dihuni kakaknya Sukarno. Soekarmini namanya.

Istana Gebang sekarang milik pemerintah kota Blitar. Bukan lagi properti pribadi. Mengapa? Supaya situsnya dapat lestari. Kini akses terhadap rumah tersebut terbuka untuk umum. Kamu bisa masuk ke kamar tidur, dapur, ke mana saja di bagian rumahnya.

Memperhatikan Istana Gebang pasti terlihat kalo perawatannya gak murah sih. Heuheu. Saya rasa wajar bila pemilik terdahulunya ingin menjual properti sebesar ini. Pemkot Blitar juga baguslah mau beli. Disebut-sebut angka pembelian Istana Gebang adalah 35 M.

Istana Gebang berhalaman luaaaas sekali. Di depan juga belakang. Saat saya ke sana, matahari sudah tergelincir. Pukul empat sore. Sehingga hawanya meski panas, tapi teduh. Ada satu pohon besar di halaman depan. Di bawahnya, ada anak-anak warga sekitar berlarian, berkejar-kejaran. (Update: pohonnya udah gak ada. Ambruk karena lapuk)

Rumahnya bagaimana? Tidak kalah luas dengan halamannya. Ruangan besar-besar. Pintu dan jendela berbuku-buku. Serasa rumah eropa, namun aura kejawennya juga banyak.

Terdiri dari beberapa kamar (kalau tidak salah ada lima kamar). Kamar tidurnya selayaknya kamar bangsawan. Tiap kamar ada jendelanya. Sungguh menyenangkan ada di sana sore-sore, sewaktu mataharinya adem, berkas sinarnya jatuh ke bibir jendela. Mengenai tirai yang tertiup angin pelan. Aduh hati ini lihatnya senang sekali.

Pengen berlama-lama begini. Bagaimana caranya detik ke menit bisa berhenti barang setengah jam? hahaha mau nyetop waktu dengan waktu! Sia-sia amat.

Di bangunan sebelah rumah ada sanggar seni. Di sana sedang berlangsung kelas tari. Bunyi gamelan mengalun berseling suara tawa anak-anak. Duh suasana sore itu damainya menelusup sampai ke nadi-nadi. Seperti habis tersentuh kasih. Hehe.




Kalau saya mesti sebut kapan sore-sore terbaik yang saya pernah alami, di Istana Gebang itulah salah satu sore terbaik dalam hidup saya. Terasa begitu damai, walo juga terkesan asing.

Bangunan utama terpisah dengan bangunan dapur dan ruang makan. Di tengahnya ada taman kecil. Terhubung dengan serambi berbentuk koridor.

Paling belakang ada dapur dan kamar mandi. Di situ saya melihat sumur. Di muka rumah saya masuk berbarengan dengan pengunjung lain. Saya heran mengapa mereka membawa beberapa botol air minum kemasan plastik kosong. Ternyata sumur itulah penyebabnya. Mereka ambil air sumur yang dipercaya membawa berkah. Air keramat.

Entah ada hubungan apa orang Indonesia dan air sumur ini. Hahaha. Tunggu dulu, saya sedang tidak mengejek. Sebaliknya, saya menyukai pemandangan itu masih ada. Tentang air-air yang dikeramatkan, tentang situs yang dianggap membawa keberkahan, saya kira itu namanya harapan. Gak ada yang salah dengan itu.

Hanya saja, saya mau orang-orang yang demikian, membawa harapan itu dalam kesehariannya. Dalam sikapnya berkendara di jalan. Dalam caranya bertutur. Dalam caranya menyikapi masalah. Dalam menjalani peran sebagai umat beragama.

Pandu bertanya, apa saya mau ikut ambil airnya. Tentu tidak. Saya hanya melongok sumurnya saja. Agak menyesal sih kenapa saya gak raupan di sana. Tahu gak raupan? Hehehe.

Di sisi kanan rumah ada garasi dengan mobil tua. Mobil bersejarah kelihatannya. Mewah pula.

Perabotannnya sama mewahnya. Kelihatan bukan perabotan rakyat jelata. Lemari, ranjang, foto-foto tua, guci, aneka benda-benda aksesoris klasik, berderet buku-buku tua, lampu. Sangatlah indah semuanya, juga menunjukkan status pemilik rumah. Menak.

Istana Gebang dibuka untuk dikunjungi sejak pukul tujuh pagi. Tutupnya pukul lima sore. Mungkin ini informasi yang salah saya lupa tidak mencatat. Tidak ada biaya. Gratis saja kecuali kalo ada pemandu. Kasih honor seikhlasnya.

Dalam perjalanan keluar parkiran Istana Gebang, saya bertanya dalam hati. Mengapa jauh-jauh saya berkunjung ke Istana Gebang. Hahaha. Entahlah, saya pikir kalo ada rumah-rumah klasik yang dimuseumkan, dibuka untuk warga umum pula, serasa harus wajib saya ke sana.

Di sini pula saya menyadari wajah Sukarno yang saya pikir sangat lekat dengan Blitar, ternyata terasa begitu asing.

Ini adalah tulisan yang tertunda hampir dua tahun. Hahaha sudah cukup mari saya selesaikan. Ini khusus tentang Istana Gebang. Sedangkan catatan perjalanan di kota Blitar, teman-teman dapat membacanya di sini dan di sana.
















Mengapa Pintu-Pintu Tua?

11 October 2019
Tiga tahun ini saya rajin memotret pintu-pintu lama dan jendela tua. Bila ditanya kenapa, saya gak punya jawaban menarik. Mengapa ya? Kalo jawabannya karena saya suka, apa itu cukup?




Bagi saya foto adalah suvenir perjalanan bagi diri sendiri. Saat jalan-jalan, saya menantikan pemandangan rumah-rumah klasik. Foto pintu dan jendela itulah yang saya anggap suvenir. Senang aja lihatnya. Buat koleksi dan memuaskan diri sendiri aja sih. Gak ada niat menyenangkan orang lain atau keinginan disebut keren. Apalagi melestarikan bangunan tua, waduh berat sekali. 

Kebetulan saja sekarang ada media sosial. Instagram. Saya pake buat naro foto-foto tersebut. Gak semua yang terpajang di media sosial karena ribuan foto tersimpan di hardisk. 

Sewaktu kecil di Karangampel, saya tinggal di rumah tua. Ayahku bilang si rumah didirikan tahun 1950an. Rumah itu milik nenekku. 

Jendelanya lapis dua. Jendela kayu berbuku-buku, jendela setengah yang masih dari kayu dengan dekorasi kaca patri. Setelah itu ada tirai dan teralis vertikal. 

Setiap pintu kamarnya berlapis tirai. Pintunya berbuku-buku. Ranjangnya besi berkelambu. 

Kamar mandi berada di paling belakang. Sebelahnya sumur. Bila mandi ayah ibuku menimba air dulu. 

Ada mushola di dalam rumah itu. Berbentuk panggung, kata nenekku supaya air dari kamar mandi tidak nyiprat dari kaki ke lantai musola. Najis, katanya. 

Di terasnya ada buk, dirancang agar penghuni rumah sering nongkrong pagi dan sore hari.

Tegel rumah 20x20 cm. 

Pintu dapur ya, aih hampir aja lupa, terdiri dari dua daun pintu. Kunci pintunya bukan kunci besi seperti zaman sekarang. Tapi kunci kayu mekanik. 

Saya mengingat rumah tersebut sebagai rumah rajeg ijo. Rumahnya seperti manusia. Dari kepala sampai kaki posisinya jelas dan urut. 

Melihat kembali ke masa lalu, rumah yang pernah saya diami begitu indah, teduh, dan klasik. Cantik sekali. Kalau sekarang membuat benda yang sama, kayaknya bakal repot ya. Selain mahal, perawatannya juga gak mudah. Seperti pintu berbuku-buku itu, sewaktu kecil saya bertugas mengelap tiap bukunya dengan elap basah. Hah tugas menyebalkan. 

Yha begitulah. Tan hana huni, tan hana mangke, begitu kata orang sunda. Gak ada hari ini bila gak ada hari-hari kemarin. Gak ada saya yang memotret pintu-pintu lama, jendela tua, rumah tempo dulu bila dahulu saya gak pernah jadi bagian mereka. 

Matur kesuwun buat leluhur-leluhur saya di Karangampel. Saya berterima kasih sekali atas memento tersebut dan merasakan sedikit-sedikit ada gelombang kenangan pada waktu melihat banyak rumah tua lainnya. 







foto jendela sebelah kiri dipotret oleh Indra