Bicara Bandung hari ini artinya
membicarakan Ridwan Kamil. Terhubung dengan internet maupun tidak, semua orang di Bandung pasti tahu siapa dia.
![]() |
Photo Courtesy: Instagram Ridwan Kamil |
14 tahun menjadi warga ibukota
Jawa Barat, saya baru merasakan perubahan padanya, pada kota Bandung, setelah Ridwan Kamil jadi walikotanya.
Praktis sejak tahun 2006 saya memang suka traveling keliling kota sendiri lho. Jalan kaki, bersepeda, atau menggunakan kendaraan bermesin.
Praktis sejak tahun 2006 saya memang suka traveling keliling kota sendiri lho. Jalan kaki, bersepeda, atau menggunakan kendaraan bermesin.
Saya bergabung dengan banyak
komunitas jalan-jalan di Bandung. You name it: Bandung Heritage, Bandung
Trails, Komunitas Aleut, Komunitas Pecinta Bandung, dan masih banyak lagi.
Hahahaha. Buset banyak bener ya, baru sadar setelah saya tulis di
sini. The power of youth, Saudara-saudari :D
Saya suka sekali dengan bangunan
tua, saya cinta sejarah meski tidak mendalami ilmunya. Bagaimana caranya agar
saya tetap terhubung dengan bangunan-bangunan tempo dulu yang saya sukai:
jalan-jalan lah, mendatangi mereka satu-satu.
Karena sering jalan-jalan di
Bandung, saya sering berinteraksi dengan kotanya. Jadi kenal sudut-sudutnya.
Saya sering menggerutu tentang
trotoar yang rusak, karena saya memang beneran berjalan kaki di trotoarnya.
Saya juga bete waktu duduk di taman kota, habisnya jelek dan kumuh sih. Saya
juga kesal melihat melihat warga pada buang sampah sembarangan dan kerjanya cuma
mojok berdua dempet-dempetan di antara kembang dan pohon di taman.
Sebelum era Ridwan Kamil
Bandung ini kota yang cantik cuacanya doang, tapi tidak bentuk fisiknya.
Seperti mati enggan hidup pun tak mau. Orang datang ke Bandung karena Gunung
Tangkubanparahu dan Kawah Putih, nasi tutug oncom dan batagornya. Paling mentok ya belanja di Factory Outlet dan Pasar Baru. Warga Bandung
lebih senang berinteraksi di dalam mall, di tempat belanja, di ruang makan, dan ruang-ruang pribadi lainnya.
Coba, kapan terakhir kali kamu merencanakan aktivitas kayak gini “jalan-jalan yuk, ke taman Balaikota, jam 9 pagi.”
Coba, kapan terakhir kali kamu merencanakan aktivitas kayak gini “jalan-jalan yuk, ke taman Balaikota, jam 9 pagi.”
Sejak Ridwan Kamil muncul,
perubahan wajah kota mulai terasa. Sebagian warga menyukainya, malah mengelu-elukannya.
Sebagian orang mengganggapnya hanya menghias kota saja, walikota
Bandung itu dinilai tidak merenovasi Bandung dari dasarnya.
Saya menempatkan diri di
tengah-tengah mereka saja. Saya senang dengan perubahan kota Bandung, dan saya
tidak mendewakan Ridwan Kamil. Tapi tahu bahwa pemimpin kamu bekerja dan
perubahannya terlihat nyata, apa tidak senang? Saya sih senang.
Kerjanya belum sempurna sih, jauh dari sempurna, tapi saya sudah senang sih. Bukan karena saya warga berkacamata kuda dan menutup mata dengan isu-isu lainnya di Bandung, tapi saya mencoba untuk menikmati wajah kota yang baru dan menuntut kemajuan terus-menerus. Datang ke taman, bersenang-senang. Pulang ke rumah, kembali bekerja mencari uang, dan tidak lupa membayar zakat.
Kerjanya belum sempurna sih, jauh dari sempurna, tapi saya sudah senang sih. Bukan karena saya warga berkacamata kuda dan menutup mata dengan isu-isu lainnya di Bandung, tapi saya mencoba untuk menikmati wajah kota yang baru dan menuntut kemajuan terus-menerus. Datang ke taman, bersenang-senang. Pulang ke rumah, kembali bekerja mencari uang, dan tidak lupa membayar zakat.
Bandung, The Melting Pot
Memperbaiki Bandung bukan perkara
yang gampang. Kota ini dihuni dengan perbedaan. Kamu gak bisa bilang “Oh
Bandung itu isinya orang Sunda semua, kebanyakan warganya kerja jadi guru sekolah”.
Di Bandung tuh tumplek tumbleg aneka
macam profesi. Sama seperti nasib kota besar lainnya di Indonesia: melting pot.
Profesi berbeda-beda dan
aneh-aneh. Dari PNS sampai tukang update status di twitter, aktivis lingkungan
sampai aktivis kafe dan restoran, musisi jalanan sampai musisi indie.
Orang dari berbagai macam suku
bangsa ada di sini. Dari Batak sampai Bugis. Lha wong universitas negeri saja
ada tiga jumlahnya di Bandung. Tiap tahun Kota Kembang ini panen pendatang.
Pantas saja macet. Sudah lah kotanya jadi pelarian warga Jakarta di kala musim
libur, didatangi pula ribuan pemburu gelar akademis. Melebur semua di kota yang
dingin ini.
Satu hal yang pasti sih, saya
setuju kalau Kota Bandung disebut kota kreatif. Ide-ide nyeleneh tapi keren
munculnya dari kota ini. Meski seiring perkembangan teknologi kota-kota lain
mulai unjuk gigi, tapi khusus untuk industri popular macam musik dan kuliner
Bandung masih merajai.
Perbedaan itu yang dihadapi
Ridwan Kamil. The melting pot. Banyak perbedaan berupa profesi, kalangan, suku bangsa, sampai harapan. Menarik sekali mengetahui bagaimana dia bisa menyatukan perbedaan ini secara umum. Kalau secara khusus mah susah atuh ya saya harus bahas satu-satu, guru sekolah punya harapan yang berbeda dengan pelaku bisnis, seniman harapannya juga jelas berbeda dengan pegawai kantoran. Tapi siapa yang gak butuh taman kota? Semua orang butuh piknik. Siapa yang mau kotanya kena banjir dadakan? Makanya dibuat gorong-gorong.
Perubahan Wajah Kota Bandung oleh Si Wagiman
Gak terlalu signifikan, tapi kita
bisa lihat perubahannya. Banyak taman kota muncul. Ridwan Kamil dijuluki
Walikota Gila Taman - Wagiman, oleh para kritikus “Ngapain taman
dicantik-cantikin, mending ngurusin biaya sekolah anak tidak mampu,” begitu
katanya.
Tiap orang memiliki pembawaan
berbeda. Alhasil menyikapi kebijakan Ridwan Kamil juga beda-beda. Ada yang
senang, kayak saya. Ada yang tetap mengkritisi. Bukan hal yang buruk sih
menurut saya, paling tidak Ridwan Kamil tahu bahwa dia akan selalu diawasi
kinerjanya.
Orang Bandung tetap vokal dan
kritis meski pemimpinnya sudah jauh lebih baik dari era sebelumnya.
Ngomongin Ridwan Kamil, saya
selalu ingetnya taman kota. Sepertinya julukan Wagiman itu memang cocok
untuknya. Hehehe :D Habisnya dia memang getol memperbaiki taman-taman kota
Bandung sih.
![]() |
Foto : Dokumen Pribadi |
![]() |
Foto : Dokumen Pribadi |
Mungkin ini yang namanya reclaim
your public space. Orang dulu gak tahu bahwa taman-taman itu bisa digunakan
untuk rapat, janjian, swafoto, nongkrong, tempat makan siang, dan piknik dengan teman-teman. Sekarang sih beuh taman kota rame gila! Tua muda, nenek-nenek dan abg
Instagram, ada semua di taman.
Taman Kota di Bandung macam-macam
bentuknya. Gak mesti yang ada rumputnya sih. Ada Taman Surapati alias Taman
Jomblo yang bentuknya cuma balok-balok tinggi dan pendek yang dipancang ke
tanah. Taman Cempaka popular dengan Taman Fotografi. Taman Lansia temanya ya
untuk para lansia, banyak pepohonan tinggi, sejuk dan adem. Banyak banget deh,
ada temanya gitu masing-masing taman. Tapi fungsinya sama: ruang publik.
Perbaikan Fasilitas Umum (yang kebanyakan masih gagal sih)
Ridwan Kamil memperbaiki beberapa
fasilitas umum. Ada pemasangan tempat sampah dan halte. Keduanya gagal. Tempat
sampah dirusak orang dan cuaca, halte tidak diikuti sistem transportasi yang
baik.
Tapi dari langkah-langkah yang
dilakukannya, kamu tahu dia sedang berusaha. Tapi gagal setelah prakteknya.
Saya harap dia gak berhenti dan mau memperbaikinya lagi.
Kadangkala yang harus diperbaiki
bukan fasilitas kotanya sih, tapi kelakuan warganya. Banyak juga yang masih
melakukan vandalisme dan merasa tidak memiliki. Akhirnya cuek saja, mau rusak
kek, mau jomplang kek, masa bodo. Nah yang gini nih yang harus dipindahkan ke Planet Merkurius, biar kepanasan dilalap api matahari hahaha duh maaf ya
becanda doang ini.
![]() |
Foto : Dokumen Pribadi |
Ada lagi yang Ridwan Kamil
bongkar. Gorong-gorong dan trotoar. Trotoar bagus ala Ridwan Kamil baru bisa kita nikmati di pusat kota. Memang trotoarnya nyaman untuk berjalan kaki. Tidak licin saat hujan. Sementara
trotoar sebelumnya tuh licin banget kalau hujan. Saya pengennya trotoar ini dipasang di seantero
Bandung. Gorong-gorong juga, biar Bandung gak banjir dadakan melulu kalau diguyur hujan. Tapi saya tahu itu bukan pekerjaan sekali waktu. Jadi saya sabar dulu,
nunggu dia beresin satu-satu.
Ridwan Kamil juga membuat program GPS, Gerakan Pungut Sampah. Tanggung jawab membereskan masalah sampah ini akhirnya memang tanggung jawab bersama. Bukan pemerintah saja, bukan kerjaan organisasi lingkungan saja. Tapi kamu juga, kita juga, memang harus mulai dari sendiri sih.
Kayaknya banyak yang sudah diinisiasi bapak berkacamata ini. Program Sejuta Biopori, memudahkan izin usaha UKM, birokrasi peraturan dasar dipangkas, membuat Car Free Night di beberapa titik, pembatasan wilayah untuk murid yang sekolahnya di sekolah negeri, dan masih banyak lagi. Banyak sih, kayaknya dia harus bikin website isinya laporan pekerjaan tiap hari deh. Karena gak semuanya dia sebutin di media sosial dan hal tersebut menyulut kebencian pada pengkritiknya. Yeah mungkin sih... kadangkala kan kita terlalu menilai-nilai untuk hal yang gak kita ketahui.
Ridwan Kamil juga membuat program GPS, Gerakan Pungut Sampah. Tanggung jawab membereskan masalah sampah ini akhirnya memang tanggung jawab bersama. Bukan pemerintah saja, bukan kerjaan organisasi lingkungan saja. Tapi kamu juga, kita juga, memang harus mulai dari sendiri sih.
Kayaknya banyak yang sudah diinisiasi bapak berkacamata ini. Program Sejuta Biopori, memudahkan izin usaha UKM, birokrasi peraturan dasar dipangkas, membuat Car Free Night di beberapa titik, pembatasan wilayah untuk murid yang sekolahnya di sekolah negeri, dan masih banyak lagi. Banyak sih, kayaknya dia harus bikin website isinya laporan pekerjaan tiap hari deh. Karena gak semuanya dia sebutin di media sosial dan hal tersebut menyulut kebencian pada pengkritiknya. Yeah mungkin sih... kadangkala kan kita terlalu menilai-nilai untuk hal yang gak kita ketahui.
Figur yang Terjangkau (karena jomblo dan mantan)
Well okay. Ridwan Kamil bisa jadi
sulit ditemui secara langsung. Mungkin kamu ditolak berkali-kali atau disuruh
pulang lagi waktu kamu ke Balaikota, kantornya walikota Bandung.
Tapi bapak dua orang anak ini ada
di media sosial. Facebook, Instagram, dan Twitter dia, semuanya aktif.
Keseharian walikota Bandung bisa kita lihat di sana. Memantau kebijakan Ridwan
Kamil bisa kita amati di ruang publik internet tersebut. Walau jarang, tapi dia
suka jawab mention tuh. Lumayan ya nambah followers gara-gara dibales Ridwan
Kamil, langsung ganti akunnya jadi online shop wkwkwkwk :D
Membaca akun-akunnya di media
sosial, paling enggak saya tahu sih dia manusia juga. Dia bernapas dan membayar
tagihan. Dia pusing membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. Dia sempat screenshoot foto. Dia juga masih
suka ngobrolin mantan dan jomblo. Ups! Ridwan Kamil ini kayaknya kalau kita
endorse obat peninggi herbal juga bakal laku tuh obatnya. Semua yang dia
unggah ke media sosial selalu mendapat ribuan like, share, dikomen banyak orang. Menjadi buzzer adalah
profesi dia di masa depan yang amat menjanjikan. Hahaha :D
![]() |
Photo Courtesy : Instagram Ridwan Kamil |
Pada awalnya lucu sih dia
ngomongin mantan dan jomblo. Tapi lama-lama saya risih juga. Bete gitu, ini
walikota Bandung lama-lama norak. Ini apa sih, buka Instagram isinya jomblo
lagi, mantan lagi. Sesekali saya pengen lihat isi Instagram tuh “remaja di Bandung berumur
20 tahun menemukan obat kanker”. Eugh…ketinggian sih tapi… membahas jomblo dan
mantan again and again it makes you nut.
Tapi saya berpikir ulang tentang jomblo dan mantan. Tentang kebodoran Ridwan Kamil di media sosial.
Jangan-jangan status dan caption
foto dia yang isinya jomblo dan mantan melulu itu bukan dimaksudkan untuk saya.
Dia sedang pencitraan saja, menjangkau kalangan yang lain. Tapi bukan saya.
Makanya cara komunikasi dia begitu. Semoga dia tetap serius memperbaiki Bandung
dibalik gelak tawa caption foto-fotonya di Instagram.
Untuk hal itu saya merasa saya
berbeda darinya, dari Ridwan Kamil. Tapi ya marilah berpikir bahwa ada
komunikasi massa yang dia lakukan untuk menjangkau kalangan yang lain. Dia
berusaha turun ke bumi dan membuat warganya tertawa. Bukan hal yang salah sih,
meski saya gak terlalu suka.
Berkarya untuk Perubahan dalam Perbedaan
Kenapa banyak orang pengen jadi
pemimpin ya, melihat sepak terjang Ridwan Kamil kok rasanya sih berat jadi
pemimpin. Ada pesan titipan rakyat, ada tanggung jawab mewakili kebutuhan kami
di sana. Beban banget! Benerin taman, dianggap gak beresin biaya kesehatan di
Bandung. Benerin trotoar dianggap tak acuh pada perbaikan kualitas pendidikan. Memperbaiki perekonomian UKM, dianggap cuek dengan taman kota. Membantu menurunkan angka kemiskinan, diejek pencitraan. Buset dah.
Pusing gak sih jadi pemimpin. Tiap hari harus kompromi. Semoga sih gak kompromi demi keuntungan sendiri ya, saya rasa Ridwan Kamil bukan tipikal pemimpin kayak gitu.
Pusing gak sih jadi pemimpin. Tiap hari harus kompromi. Semoga sih gak kompromi demi keuntungan sendiri ya, saya rasa Ridwan Kamil bukan tipikal pemimpin kayak gitu.
Saya senang
bermunculan pemimpin seperti Ridwan Kamil. Ada standar kualitas pemimpin yang
berbeda. Sekarang kita punya pembanding kebaikan untuk standar pemimpin.
Saya juga menyukai Ridwan Kamil karena dia tidak diam di tempat, ia tetap berkarya. Memperbaiki Bandung ke arah yang dia mau. Apa saya suka arahnya, euuum
gak juga sih. Saya pengennya Bandung tetap merendah, kembali ke alam. Tapi
Ridwan Kamil sepertinya mau membawa Bandung menjadi kota yang lebih besar,
lebih canggih.
Saya harap dia bisa membuat perubahan dengan teknologi canggih namun tetap mendasar. Alam dan teknologi, saya rasa bisa tetap berjalan berdampingan. Jepang contohnya.
Apapun perubahan yang ia lakukan, saya mau mengutip judul lagu dari band kesukaan saya, Aha: the blood that moves the body. Senang atau tidak senang, ia menggerakan darah di tubuh kita, darah pengen kritik, darah karena bangga, darah karena cinta, darah karena benci. Karena memang berkarya untuk perubahan dalam perbedaan pasti menuai banyak kebencian sekaligus rasa cinta.
Sejak Ridwan Kamil jadi walikota, tiap tahun Bandung selalu ada kemajuan. Ada karya dari walikotanya, meski digempur banyak perbedaan, Ridwan Kamil tetap maju ke depan melakukan perubahan. Menarik sekali melihat perkembangan kota Bandung ini dua – tiga tahun mendatang.
Bagaimana, setuju gak kalau saya menyebut Ridwan Kamil sebagai the blood that moves the body? :D
Saya harap dia bisa membuat perubahan dengan teknologi canggih namun tetap mendasar. Alam dan teknologi, saya rasa bisa tetap berjalan berdampingan. Jepang contohnya.
![]() |
Photo Courtesy: Instagram Ridwan Kamil |
Apapun perubahan yang ia lakukan, saya mau mengutip judul lagu dari band kesukaan saya, Aha: the blood that moves the body. Senang atau tidak senang, ia menggerakan darah di tubuh kita, darah pengen kritik, darah karena bangga, darah karena cinta, darah karena benci. Karena memang berkarya untuk perubahan dalam perbedaan pasti menuai banyak kebencian sekaligus rasa cinta.
Sejak Ridwan Kamil jadi walikota, tiap tahun Bandung selalu ada kemajuan. Ada karya dari walikotanya, meski digempur banyak perbedaan, Ridwan Kamil tetap maju ke depan melakukan perubahan. Menarik sekali melihat perkembangan kota Bandung ini dua – tiga tahun mendatang.
Bagaimana, setuju gak kalau saya menyebut Ridwan Kamil sebagai the blood that moves the body? :D
*********************
Dan tulisan ini berhasil jadi pemenang ke dua. Hamdalah! Terima kasih Kumpulan Emak-emak Blogger dan XL! Juga terima kasih, Ridwan Kamil :D hihihihi.