Toko Monas yang berada di Pasar Kanoman itu berubah bentuk. Tegel toko yang sebelumnya warna hijau 20x20cm kini berkeramik mengkilap. Tidak lagi kulihat ada jambal roti menggantung-gantung kokoh di depan toko. Bakasem japuh dalam baskom dan ebi beralas tampah menghilang. Semua ikan asin tersimpan dalam chiller.
Di Toko Monas sekarang serba modern dan rapi. Wujudnya membuat wajah toko ini sama dengan toko oleh-oleh pada umumnya di Cirebon. Tidak kelihatan organik lagi. Cici yang biasanya menjaga kasir toko wafat tiga tahun lalu. Kini toko diurus generasi ketiga.
Entah ini karena efek pandemi ataukah memang pemiliknya mau renovasi toko saja. Saya menyukai wujud toko sebelumnya yang rapi, sedikit berantakan tapi cantik dan terasa tradisionalnya.
Namun ya sudahlah, saya pembeli bukan pemilik tokonya. Mulanya saya hendak merekam video di toko tersebut tapi urung karena agak syok lihat tokonya yang berubah wujud. Jadi di sana kubeli bakasem japuh saja.
Saat membayar di kasir, saya melihat ada beberapa pigura terpajang di tembok belakang kasir. Kubaca dan kukenal salah satu foto yang dalam pigura itu: foto Toko Monas yang kujepret dengan kamera hp di tahun 2018 dan saya posting ke instagram.
Kuminta izin kepada mba-mba kasir untuk melihat piguranya lebih dekat. Ia menolak, tentu saja karena alasan keamanan tidak mengapa. Saya mengatakan padanya bahwa foto yang menggantung di belakang meja kasir itu adalah foto jepretanku. Itu pun akun instagram milikku. “Ohhhhh gitu, boleh, Mba” katanya. Hamdalah dibolehin kulihat piguranya dari dekat.
Tidak pernah kusangka postingan saya tentang Toko Monas masuk radar tokonya. Juga sangatlah saya terharu atas fakta bahwa mereka mencetak foto beserta captionnya dan memajangnya di toko. Nama akun instagram saya tidak dihilangkan. Makasih banyak apresiasinya, Toko Monas!
Saat saya posting tentang hal tersebut ke instagram stories, ada sih kepikiran apakah saya lebay karena merasa terharu. Sampai merasa perlu memamerkannya di stories. Saya bukannya dari Kompas, Jawa Pos, atau media lainnya yang meliput Toko Monas. Saya hanya pelanggan yang kebetulan punya instagram dan blog. Perlukah saya merasa istimewa atas apa saya yang lihat di Toko Monas?
Indra bilang saya gak lebay. Belum pernah ada yang membahas Toko Monas Cirebon. Saya merekomendasikan toko ini semata-mata karena produknya bagus. Bukan karena tokonya bersejarah dan legendaris karena saya tidak tahu sama sekali asal usul tokonya.
Keinginan saya posting foto toko ini semata-mata karena ingin merekomendasikannya sebagai toko oleh-oleh Cirebon. Maksudku di antara batik trusmi (yang bagus itu) dan empal gentong (yang enak banget itu), ada toko yang menjual produk pangan khas Cirebon berupa bakasem, ebi, emping kwalitet bagus, dan mie homemade yang mereka buat dengan teknik kuno seperti di tiongkok.
Pada waktu itu saya bisa masukkan toko ini sebagai ‘hidden gem’ Cirebon karena kurasi mereka akan produknya memang sebagus itu dan menurutku orang-orang seumuranku tidak banyak tahu tentang tokonya. Maksudku, di mana bisa kamu temui jambal roti versi manis? Dan bakasem japuhnya Toko Monas…astaga…terbaik sekali dari segi tekstur, ukuran, dan rasa. Penggemar masak memasak niscaya akan bahagia ada di toko ini.
Beberapa kali sebelum pandemi saya jastipkan produk dari Toko Monas di Bandung. Pembelian saya hanya 2-3 juta. Bila saya minta diskon ke cici, ia memberiku diskon 10.000 sambil berkata “wis tenang bae baka tuku ning kene jaminane wis mutu kabeh laka maning ning toko sejene!” demikianlah kepercayaan diri pemilik toko, cici-cici yang usianya saat terakhir saya bertemu dengannya sekitar 70 tahun lebih.
Saat berbelanja dan jastip itulah saya memotret banyak produk Toko Monas dan fasadnya. Saya posting di instagram. Dan foto itulah yang dipajang oleh Toko Monas.
Sampai hari ini saya masih terbengong-bengong mendapati mereka mencetak postingan bandungdiary dan mempiguranya, memajangnya di toko. Tulisan saya tentang Toko Monas bisa dibaca di sini.