Social Media

Image Slider

Menjadi Relawan di Bandung

23 December 2014
Beberapa tahun lalu saya pernah dalam kondisi aktif-aktifnya jadi sukarelawan di sana-sini. Di Bandung lah tentu aja :D 

Masih muda kali ya. Semangat menggebu-gebu dan bosan di kampus. Jujur aja saya gak menyukai kegiatan belajar di kampus. Selain bosan, saya juga gak paham. Otak saya kayak keteteran kenapa dah! Apakah ini akibat usia saya yang terlalu muda?  Saya lebih muda dua tahun dari usia yang seharusnya masuk sekolah. 

Jadi bisa dibilang normalnya saya masuk angkatan 2003 atau 2004. Namun 2002 sudah lulus SMA. Bukan karena pintar, tapi karena orang tua yang jeblosin saya terlalu dini ke sekolah. 

Bila kamu orang tua muda, tolong dicatat: masukin anak ke bangku sekolah dasar di usianya tujuh tahun saja ya. 

Oke. Kembali ke tema relawan. 

Secara acak saya terjun aja di macam-macam organisasi di Bandung. 

Saya beritahu beberapa organisasi di Bandung yang pernah saya ikuti kegiatannya sebagai sukarelawan. 

Teman-teman bisa juga ikutan jadi sukarelawan di komunitas-komunitas yang ada di Bandung. Banyak banget komunitas di kota ini. 

Buat saya sih jadi relawan itu buat menambal kegiatan yang membosankan di kampus dan rumah. Saat bersukarelawan, ada perasaan saya itu orang bergunalah, begitu. 

Namanya usia 20an kan wajar mencari jati diri. Pengen perhatian. Melakukan sesuatu yang sekiranya penting. Haha apa sih. Saya sih begitu. Bila kamu tidak, ya sudah gak apa-apa namanya manusia gak perlu sama. 

Nambah teman ya sudah pasti. Meluaskan jaringan pertemanan ya apalagi. Saya kenal banyak teman lintas kampus. Bahkan lintas profesi. Saat saya masih berstatus mahasiswi, saya jadi relawan dengan teteh-teteh dan akang-akang yang sudah bekerja (di kantor maupun yang serabutan). 

Entah bagaimana ceritanya, pengalaman tersebut membuat saya lebih berani dalam berkenalan dengan orang baru dan tidak sebaya. 

Seru! 


Dulu waktu saya masih sukarelawan, mereka bentuknya masih organisasi non-profit. Sekarang sudah jadi perusahaan deh kayaknya. Eh tapi kalau teman-teman ada rencana mau tur di Bandung, bisa loh kontak mereka. 

Kegiatannya walking tour sejarah dan wisata Bandung. 


Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi. Buset bahasanya berat sangat. Weits tenang, kegiatan mereka gak seberat namanya. 

Kegiatannya tentang zero waste alias mengurangi penggunaan plastik. Gitu aja singkatnya, kalo dijabarin tentang zero waste pasti panjang lagi. Hehe. 

Hal yang saya sukai tentang YPBB adalah orang-orangnya yang humble. Mereka berasal dari kalangan yang sama dengan saya dan kebanyakan orang. Namun mereka bisa hidup dengan minim sampah. 

Gak ada gaya hidup ramah lingkungan yang mahal-mahal perlengkapannya. Sesepele gak pake plastik, bawa botol minum sendiri, gak pake sedotan, gak pake styrofoam. 

Bersama mereka saya juga belajar tentang kompos dan biopori. 

Kalo sama YPBB kerasa banget tuh zero waste bukan gaya hidup yang mahal, justru sebaliknya: murah dan biasa aja. 


Photo Courtesy : YPBB Bandung

Dapur 'Open Kitchen' Marugame Udon & Tempura

14 December 2014
Konsep dapur 'terbuka' lagi populer. Asyiknya dapur model begini tuh bikin tenang pengunjung. Jadi kelihatan deh cara memasaknya dan terukur kebersihannya. Dapur model open kitchen yang terakhir saya lihat adalah Marugame Udon & Tempura di Trans Square Mall.

Dapurnya tidak terlalu besar untuk menampung 30 orang kru! Yak, saya gak lagi bercanda. 30 orang pegawainya Marugame Udon tumplek tumblegh di dapurnya. Tentu saja dengan jobdesk masing-masing lah.

Marugame Udon dan Tempura di Bandung

13 December 2014
Dua tahun belakangan, sampai hari ini, kuliner dari Jepang yang namanya Ramen lagi merajalela di Bandung. Laku!

Sampai suatu hari saya dan Gele mampir ke tempat makan di Trans Square Mall lantai dua arena foodcourt. Itu loh, si Trans Studio Mall. Kami makan-makan di tempat yang namanya Marugame Udon. 

Udon? Apaan coba Udon. Apa bedanya dengan Ramen? Well ini dia.









Konsepnya sama dengan Ramen. Yaitu Mie. Bedanya si Udon ini bentuk mienya lebih tebal. Kira-kira setebal jari kelingking manusia umur enam bulan :D


Babakan Siliwangi - Lebak Siliwangi - Hutan Kota Bandung

04 December 2014
Haloooow!

Apa kamu masuk ke halaman karena karena sedang mencari info tentang TERAS CIKAPUNDUNG? Taman di Jl. Siliwangi itu lho? Well kalo gitu baca tulisan yang judulnya Melihat Teras Cikapundung ini aja ya.

Tulisan di bawah ini mah tentang Hutan Siliwangi, eh maksudnya Babakan Siliwangi :D

Bulan lalu ada kerjaan moto pre-wed. Saya sebagai asisten fotografer (baca: kuli barang) ikut-ikutan jepret Babakan Siliwangi, lokasi fotonya. Difoto pake hape Advan S5H. Sejujurnya saya pengen punya ponsel merek hape apel coak itu. Kameranya itu loh... kualitas hasil fotonya nya oke sekaleeee :D

Aniway, Babakan Siliwangi ada di tengah kota Bandung. Tengah kota Bandung yang saya maksud tuh di utara, tetangganya kampus ITB.

Pernah ke Babakan Siliwangi a.k.a Lebak Siliwangi? Cobain deh sesekali. Pagi-pagi sih enaknya. Siang hari berkunjung ke sini oke juga, adem dan sejuk. Kalau sore sih saya gak saranin, habisnya banyak nyamuk dan dingin.

Terakhir kali saya masuk ke dalam hutan kecilnya, masih ada mata air loh. Wow. Sayang waktu sesi foto kami gak menjelajah masuk ke hutannya. Cuma sedikit yang saya jepret.

Masuk ke Babakan Siliwangi gratis. Selain bisa jalan-jalan, kita bisa olahraga juga di wahana Sabuga. Ada trek buat lari di situ, juga ada kolam renang. Sabuga-nya sih bayar. 3.000/orang. Kalau mahasiswa ITB ada diskon, tinggal tunjukin KTM ajah.

Bayar ongkos parkir aja. Pintu masuk di Jl. Siliwangi. Kalau naik angkot kita bisa numpang jurusan Ledeng - Cicaheum, Tegalega - Cisitu, dan Ciroyom - Cicaheum.

Our Travel Playlist in Bandung (Playlist #1)

03 December 2014



Gak ada rencana spesial untuk merayakan akhir tahun 2014 ini. Mungkin di rumah saja, mengingat Bandung kalau malam tahun baru pasti keramaiannya menggila :D

Tidak ada jadwal liburan. Semuanya sama saja seperti hari biasa. Mungkin kami akan pergi ke supermarket terdekat. Membeli satu pak sosis dan jagung. Tak lupa keju dan coklat. Ohiya, satu botol besar minuman soda! Aih kerupuk dan kuaci sudah masuk daftar belanjaan tahun baru dong :D 

Makan-makan, nonton film bajakan, dan ketiduran. Sounds boring, huh? Sebentar, saya mau merapalkan mantra andalan: yang penting kan sama siapanya, bukan ngapain aja kegiatannya. Hahaha :P 

Berharap tahun depan, akhir tahun 2015 bisa merayakan tahun baru, ulang tahun pernikahan, dan ulang tahun sayaaaa di Lombok, di Jeeva Beloam. Seminggu di sana. Hahaha maruk amat, neng. 

Anywaaaay, Bandung Diary lagi rajin nyetel lagu-lagu ini. Sambil duduk di pinggir jendela bis kota, kepala diangguk-angguk, sesekali playernya dimatikan kalau pengamen favorit sedang 'manggung' :D 

1. Paradise - Coldplay
2. Gajah - Tulus
3. Vakansi - White Shoes and The Couples Company
4. Daylight - Maroon 5
5. Could It Be Love - Raisa
6. The Walkmen - Heaven
7. Where The Streets Have No Name - U2
8. Two of Us - The Beatles, I Am Sam cover version
9. I'm Looking Through You - The Wallflowers
10. New York - Alicia Keys

Gak ada lagu baru. Semuanya lagu-lagu lama :D Coba tulis sini lagu temen jalan-jalan kalian apa aja? Saya mau dong dengerin juga, kalau ada yang cocok pasti masuk ke playlist nih. Hehe :D




Foto: Indra Yudha

Tanah Kelahiran - Ramadhan KH

02 December 2014

1
Seruling di pasir ipis,
merdu antara gundukan pohon pina,
tembang menggema di dua kaki,
burangrang - Tangkubanprahu.

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di air tipis menurun

Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit.
Nyanyikan kentang sudah digali,
kenakan kebaya merah ke pewayangan.

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di hati gadis menurun.

Bandung Blablablablabla I

01 December 2014
2014 akan berakhir. Sama halnya saat waktu hari raya Idul Fitri, Bandung akan berada di puncak kemacetannya. Liburan sekolah, cuti kerja, liburan liburan liburan. Saya sedang membayangkan Bandung yang sesak dan kami sekeluarga yang manyun duduk di depan tivi menyaksikan Marsha and The Bear atau progam Silet. Keluar rumah pasti bertemu sapa dengan kemacetan. M a l e s.

Tips ke Stone Garden Citatah - Padalarang Bandung

22 November 2014
Sudah cari tahu kondisi medan di Stone Garden a.k.a Pasir Pawon? Belum? Nih ya saya bantu pake tips berikut ini. 

  1. Sepatu: keds atau sepatu trekking. Pokoke jangan sepatu cantik yah. Kan mau naik-naik ke puncak bukit, bukan naik-naik ke lantai 10 :D 
  2. Panas. Pakaiannya yang menyerap keringat. Gak usah dobel, ribet, dan tebel. Yang tipis dan sopan aja. 
  3. Bawa perbekalan. Makanan dan minuman. Kalau ada warung, beli lah ke warungnya. Prinsipnya kalau bertamu ke kawasan wisata kan ini: membeli produk dari orang lokal. 
  4. Jangan nyampah dong. Bawa lagi sampah-sampahmu. 
  5. Kalau musim hujan kayak sekarang bawa payung atau jas hujan. Kalau musim kemarau mah ya pake sunblock atau topi aja juga cukup.
  6. Hati-hati menginjak ladang kebun milik penduduk lokal. Waktu saya ke sana, saya nginjek tanaman kacang-kacangan heuheuheu. Aduh rasanya dosa banget. Makanya perhatikan kiri dan kanan jalan setapaknya yak. 
  7. Kamera! Sebarkan fotonya biar banyak yang datang ke Stone Garden. Tapi...selalu tambahin info lebih dari sekedar jalan-jalan ya. Angkat ceritanya. Kemukakan sejarahnya. Isu utamanya kan tempat ini pertambangan bukit kapur. Profile picture kamu dan Stone Garden di Instagram dan Path gak ada mangpaatnya kalau cuma bikin heboh sesaat doang euy. Saatnya berbuat lebih, ayo ayooooo! hehehe
  8. Bawa duit receh ya. Jaga-jaga kalau harus naik Ojek. 
  9. Inget ya nama aslinya Stone Garden adalah Pasir Pawon. Di situ bukan cuma Pasir Pawon doang. Turun dari Pasir Pawon ada Gua Pawon. Sama kok, tempatnya bagus buat nongol di Instagram kalian juga :D Stone Cave kayaknya keren juga ya daripada Gua Pawon wkwkwkwk :D *hush ulu!* 

Baca juga ini:

Stone Garden In The Morning




Teks: Nurul Ulu
Foto: Indragele

Petunjuk Arah ke Stone Garden Bandung

21 November 2014
Agak susah buat masuk ke kawasan Stone Garden. Saya aja yang udah pernah beberapa kali datang masih kecele. Lupa titik masuknya. 


Yang naik kendaraan umum:
1. Naiklah angkot yg jurusannya Padalarang. Kalau saya biasanya ke Alun-alun Bandung, naik bis Damri jurusan Alun-alun - Situ Ciburuy. Turun di Situ Ciburuy dan lanjut naik angkot jurusan Citatah. Bilang aja ke sopir angkotnya mau ke Pasir Pawon. 

2. Sejujurnya saya gak inget kalo mesti ditulis di sini, turunnya di sebalah mana kalo dari angkot. Yang pasti setelah turun angkot, kamu nyebrang jalan (sebelah kanan jalan). Seinget saya sih, jalan masuknya ada dua. Satu, jalan masuknya diapit dua gapura yang di bagian atasnya ada tulisan Pasir Pawon. Dua, jalan masuknya ada dua arah, ditengah-tengahnya ada pembatas jalan. 

3. Patokannya kalau kalian udah lihat pemandangan perbukitan kapur (kawasan Tagog Apu, namanya) di sebelah kanan dari tempat kamu duduk di dalem angkot, berarti sudah dekat. 

4. Dari depan jalan masuk, ada Ojek. Mau jalan kaki bisa, mau naik ojek lebih baik karena kalau jalan kaki mah jauh euy. Pulangnya bisa janjian sama Tukang Ojeknya. 


Yang naik kendaraan pribadi:
Ikuti petunjuk arah di atas. Hahhahaha :D garing ih :P

Baca juga:

Stone Garden In The Morning

Teks: Nurul Ulu
Foto: Indragele

Stone Garden In The Morning

20 November 2014
Hey all! 

Instagram benar-benar alat ampuh untuk pariwisata Indonesia. Picture speaks louder than word adalah benar. Gara-gara nongol di Instagram, pemuda-pemudi Jakarta Bandung gak mau ketinggalan dijepret di antara bebatuan Pasir Pawon, eh Stone Garden maksudnya.



Kenyang Makan-makan di Keuken #5 di Balaikota Bandung

19 November 2014
Pernah nulis tentang Keuken #5 di sini. Lebih detail tentang konsep acaranya baca di link itu aja yak :D

Kalau saya ditanya kapan waktu yang tepat buat liburan ke Bandung, well gak ada waktu yang tepat. Semua waktu oke buat ke Bandung mah. Musim panas ya kepanasan, malam kedinganan. Musim hujan ya kehujanan tapi suhu dinginnya gak separah kalau musim kemarau sih. 

Yang pasti sih sesuaikan kedatangan di Bandung dengan festival yang ada di sini. Bandung masih kurang sih dalam koordinasi festivalnya dengan Pemkota Bandung. Gak kayak Yogyakarta yang kental dengan festival budayanya dan udah pada terjadwal, jadi turis tau kapan mesti ke Jokja biar bisa nonton acara festivalnya. 

Di Bandung mah masih jalan sendiri-sendiri euy. Pemkot sibuk promo tempat wisata di Bandung. EO juga bikin acara ya gitu aja, belum kompakan sama Pemkot buat menarik wisatawan. 

Kata saya sih gitu :D 

Tanakita Camp: Petunjuk Arah, Cara Memesan, dan Tipsnya deh Sekalian :D

16 November 2014
Ini ya petunjuk arah menuju Tanakita Camp. Info arah ini berkat bantuan Teh Emma. Teman saya, traveler yang bermukim di Sukabumi. Saya kasih tahu petunjuk arahnya dari Bandung aja yak, yang dari Jakarta bisa baca review teman saya di sini. 


Kendaraan Umum
  1. Ke terminal Leuwi Panjang dan naik bis jurusan Sukabumi. Ongkosnya 25.000. Lama perjalanan tiga jam idealnya. Ditambah macet dan tralala lainnya ya 4 - 5 jam. 
  2. Turun di terminal Sukabumi. Lanjut naik angkot warna hijau jurusan Cisaat. Ongkosnya 3.000
  3. Turun di depan masjid Raya Agung, di depan Polsek Cisaat. Seberangin jalannya dan berjalan kaki ke arah jalan Cisaat. Cari angkot merah jurusan Kadudampit. Ongkosnya 5.000 (kata penduduk lokal sih 3.000 aja sebenernya). 
  4. Nanti angkotnya akan membawa kamu sampai mentok ke wanawisata Situ Gunung dan Curug Sawer (gerbang masuk ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango). Nah turun di gerbang itu, belok kiri, jalan terus, gerbang Tanakita Camp ada di sebelah kiri.
Kendaraan Pribadi
Ya ikutin petunjuk arah di atas :D Kurang lebih sama aja sih hehehe. 

Katanya sih Tanakita Camp menyediakan jasa jemputan. Nah harus kontak mereka langsung nih biar bisa tanya-tanya perihal ini. 



Cara Memesan

Nah ini mesti buka websitenya Tanakita Camp dulu. Di http://tanakitacamp.com/wp/. Klik bagian Kontak, ada no telepon yang bisa dihubungi di situ. Yang mau liburan keluarga, berdua dengan teman atau pasangan, malah sampe urusan gathering perusahaan, Tanakita Camp cocok buat semuanya.

Harga menginapnya 550.000/ORANG/Malam. Anak di bawah umur dua tahun masih gratis. Harga ini sudah termasuk makan 3x, ngemil 2x, minum sepuasnya, dan flying fox/trekking. Kalau mau River Tubing kayak saya nih, nambahnya 150.000.



Tips ke Tanakita
  1. Kalau gak bawa anak, gak usah ribet bawa segala macam. Tanakita Camp gak sedingin yang saya bayangkan. Mungkin karena angin super dinginnya sudah luntur digerus air hujan. Padahal bawaan saya sudah siap tempur dengan udara dingin. Hihihi. 
  2. Gak usah dikit-dikit dingin pakai jaket. Itu udara model di Tanakita itu jarang sekali. Biar aja suruh nempel ke kulit. Sedikit masuk ke rongga badan ya nikmati. Didoain biar gak pada masuk angin. Kami bertiga, kehujanan dan enggan memakai jaket, selamat dari penyakit masuk angin. Yang penting perut gak kelaparan :D
  3. Bawa peralatan mandi sendiri. Tanakita wujudnya setengah hotel. Nyaman ala hotelnya nikmat banget, tapi pengalaman kempingnya masih meninggalkan jejak orisinil: bawa peralatan bersih-bersih badan sendiri :D
  4. Pakai sepatu, terutama kalau ada niat ikutan River Tubing. Sebaiknya ikutan River Tubing deh. Asyik sekali, menggenapkan kenikmatan pengalaman menginap di Tanakita soalnya :D
  5. Kameraaaaa! Bawaan wajib ini mah.
  6. Check in jam 14.00. Datang lebih pagi lebih baik mengingat trafik yang tidak terduga. Apalagi kalau akhir minggu, brutal traffic :D
  7. Yang pake panduan GPS, ini titik koordinat Tanakita Camp yak : 
    S. 06 50' 14.3" - E. 106 55' 27.1"


Baca juga:

Tanakita Camp: Trekking ke Situ Gunung dan River Tubing

13 November 2014
Jangan tidur sampai siang di Tanakita Camp. Nyesel!








Kami dong, bangun jam setengah empat subuh. Hahaha. Habisnya di tenda, meskipun lampunya sudah dimatikan, tapi kok kayak sudah pagi. Fatamorgana dalam tenda ini namanya :D

Gerimis di Tanakita Camp

12 November 2014
Tulisan sebelumnya baca di sini. 

Sesampainya di Tanakita, kami setor muka dulu ke kantornya. Berbeda dengan hotel atau resort, tempat ini gak ada resepsionisnya :D Saya nyelonong aja sih dan nanya ke petugasnya. Itu pun saya hati-hati bertanya karena pegawai Tanakita Camp tidak berseragam. Nyampur dengan tamunya. Salah-salah saya malah nanya ke tamu pan gak enak. Hehe :D 

Melihat pemandangan Tanakita Camp, boro-boro mau cepat masuk tenda. Seperti habis lari marathon Bandung - Sukabumi, Tanakita adalah garis finishnya. Klimaks. Seneng!

Kami nonton dulu pemandangan hutan dari balkon Tanakita. Saat itu masih gerimis. Dingin mulai memeluk badan kami. Ah tapi gak kepikiran memakai jaket. Udara sedingin, bersih, dan sesejuk ini nempel ke kulit, kapan lagi? Sedikit gerimis gigit-gigit badan gak apa-apa lah. Hihihi :D

Kemping Manja di Tanakita Camp

10 November 2014
Hi there! 

Pernah kemping gak? Kemping bukan kegiatan yang saya suka tapi juga gak benci-benci amat padanya. Cukup sekali dalam satu tahun lah mengalami tidur tanpa kasur, masaknya ribet, dan buang air tanpa toilet :D

Nah baru saja minggu kemarin saya dan Gele mengalami yang namanya kemping manja. Tenda gak bocor meski hujan deras, tidak kedinginan, tidur beralas kasur, tidak kelaparan, dan bisa mandi pake air hangat! Ada toiletnya pula. 

Kemping macam apa coba itu :D Hihihi. 

Karena saya sudah pernah merasakan kemping 'susah', pengalaman kemping yang saya alami baru -baru ini luar biasa nikmatnya. Di mana kempingnya?

Di Sukabumi. Kaki Gunung Pangrango. Gak jauh dari Situ Gunung. 
Nama tempat saya kemping: Tanakita Camp. 

Kami bertiga - saya, Gele dan Nabil - berangkat dari Bandung pagi hari menggunakan transportasi umum. Pokoknya target sebelum jam 12.00 sudah sampai Tanakita Camp. Check in jam 14.00 sih, pengen sampai sebelum jam check-in euy. Tapi yah...transportasi umum kita masih jauh dari baik. Alhasil sampai di kaki gunung pukul tiga sore. Wew. 

Capek banget yah ternyata mengarungi jalanan Bandung - Sukabumi dengan bis dan dua kali ganti angkot, terutama bonus macet dan hujannya itu loh. Muka luyu, badan lesu, dan perut lapar.  Dua kaki saya sudah teriak-teriak, "kapan sampainya woi?." 

Di angkot terakhir yang membawa kami ke Tanakita Camp, hati ini sudah deg-degan. Seperti kopi darat dengan pacar online. Apakah tempatnya bagus? Apa tempatnya bersih? Kami bakal tidur nyenyak gak? Apa Nabil akan merengek minta pulang? Bakal senang gak saya di sana? Sia-sia gak sih perjalanan ini? 

Sampai kemudian, setelah 10 menit berkendara dari keramaian daerah Cisaat Sukabumi, pemandangan rumah berganti kebon, panorama gedung berubah jadi pepohonan. Aroma gunung mulai tercium. Wangi hutan sudah semerbak. Kami satu-satunya penumpang di dalam angkot warna merah. Mentok sampai ke pintu gerbang masuk Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (penduduk lokal sih kenalnya Wanawisata Situ Gunung), kami turun dan manyun karena harus bayar sopir angkotnya 15.000. Woi, cuma 20 menit perjalanan aja masa dua orang bayarnya lima belas ribu.

Dari pintu gerbang Wanawisata tersebut kami jalan kaki lagi masuk trek menuju Situ Gunung. Kira-kira 100 meter saja dan sampailah kami di gerbangnya Tanakita Camp. 

Hati ini makin deg-degan. 

Gerimis dan dingin. Kami melangkah masuk. Dan..dan..dan... ya ampunnnnnnnn... ini dia Tanakita Camp! 

Nongkrong di Nien's Corner Jalan Natuna 16 Bandung

27 October 2014
Hola!

Sabtu menjelang sore, Bandung Diary jalan-jalan ke pusat kota Bandung. Masih di jantung kotanya, kami berkunjung ke tempat mungil yang menyempil di antara pepohonan Angsana. Namanya Nien's Corner. Masih satu kesatuan dengan bangunan hotel Latief Inn di Jl. Natuna 16 Bandung. 

Keuken #5: Reclaim The Street, Eat!

22 October 2014
Akhirnya berjumpa lagi dengan Keuken #5. Ini festival kuliner yang saya tunggu-tunggu. Rutin diadakan per enam bulan sekali, Keuken sekarang katanya mau dibuat setahun sekali saja. Keuken 1 s/d 3 saya gak datang. Tapi Keuken #4 mah hadir dong :D 

Keukeun #5 ini acaranya di Balaikota. Temanya City Hall Playground. 

Keuken #5 ini wajib nongol juga karena saya sudah jatuh cinta dengan konsepnya. Ditambah pula ada kampanye #goodfestival. Apa aja kampanye #goodfestival teh?

  1. Pengunjung yang bersepeda dan bawa wadah makanan sendiri dapat diskon dari tenan
  2. Turis-turis yang menggunakan transportasi umum juga mendapatkan diskon dengan syarat memperlihatkan struk pembayaran ongkosnya. 
  3. Kenyamanan pengunjung jadi tolak ukur keberhasilan Keuken. Bangku dan meja disediakan. Memang gak cukup untuk menampung semua pengunjung bangku mejanya. Tapi di sekitar balaikota banyak tempat buat duduk kok :) Enak. Makan gak keseruduk, duduk gak diinjak-injak :D
  4. Bisa bebas jalan kakiiiii! Wihiwwihiw. Bisa bawa kakek nenek kalau ke acara Keuken mah. Ajaknya pagi-pagi. Suasananya masih segar dan lebih leluasa menikmati acaranya. 
  5. Keuken bekerja sama dengan Bandung Clean Action (BCA). Relawan-relawan BCA ini bergerak keliling Keuken memantau perkembangan sampah. BCA ada tenannya juga, pengunjung dihimbau buat nuker sampahnya dengan hadiah loh :)

Restoran dan Kafe Djoeroe Masak yang Fotogenik Banget!

21 October 2014
Gak bisa berhenti motret di restoran dan kafe Djoeroe Masak. Sayang aja sih kamera kami berjamur, agak susah ngedit fotonya hihihi. Ditambah waktu berkunjung ke restoran yang terletak di jalan Veteran ini adalah malam hari. Kalau siang kayaknya warna fotonya lebih sejuk. Anyway ini dia ya, interior Djoeroe Masak yang oke sekali!

Santapan Ala Hotel Bintang Lima di Restoran Djoeroe Masak di Jalan Veteran Bandung

20 October 2014
Halow! 

Dua minggu lalu saya dan Gele berkunjung ke restoran sekaligus kafe di Jl. Veteran Bandung. Namanya Djoeroe Masak. Kami singkat jadi DJ aja yak :) 

Jalan-jalan Pagi di Kampus ITB

15 October 2014
Wah ini tempat di tengah kota yang udah paling pol deh segernya kalau pagi. Kampus ITB.

Taman Film Bandung

14 October 2014
Telat dari dua bulan setelah peluncurannya, reportase Taman Film baru muncul di blog ini. 


The LUXTON, Hotel di Jantung Kota Bandung

12 October 2014
Bulan lalu dapat kesempatan menginap di salah satu hotel yang letaknya strategis banget. Pas sekali menclok di tengah kota Bandung. Berlokasi di jalan Dago, ini dia hotel bintang empat: LUXTON. 

Check in jam 2 siang, kami mesti nunggu kamar non-smoking yang kata mba resepsionisnya sedang disiapkan dulu. Sekitar setengah jam sih nunggunya. Lama juga ya :D kami dikasih welcome drink. Sambil nunggu kamarnya disiapin, saya duduk aja di lobi hotel. Lobi hotelnya guede. Sofanya empuk. Kalau siang, lobi hotelnya gak ada yang istimewa sih. Tapi kalau malam lebih warna warni.

Tentang Bandung Purba, Tentang Wajahnya Cinta

03 October 2014
Pengabaian tampaknya semakin menjadi sebuah kelaziman. Tak peduli bahwa hal itu akan mengarahkan pada ketidakpahaman-ketidakpahaman, manusia melaju hidup tanpa mau memikirkan bahwa segala sesuatu yang ada di Semesta ini saling berkaitan. Masa datang bahkan menjadi terlalu transparan hanya akan dipenuhi penyesalan yang disandingkan dengan kesedihan karena yang singgah dan berkehidupan terus semakin tak acuh pada keadaan.

Bandung dalam perkembangannya adalah contoh nyata dari pengabaian berkepanjangan. Sangat terlihat bagaimana kebutuhan mewajahkan modernitas telah mematikan kepedulian bahkan untuk sekadar mengenali sosok sebenarnya dari kawasan tersebut. Ketidakpahaman mengakibatkan Bandung diperlakukan tidak tepat sehingga mengancamnya untuk terus tersudut semakin jauh dari kondisi nyaman.

Taman Balaikota Bandung

29 September 2014
Belanda menyukai Bandung. Mereka menunjuk kota ini sebagai tempat peristirahatan. Segenap usaha mereka lakukan agar Bandung menjelma sebagai The New Holland. Atau The New Paris sih. Katanya kan Bandung itu Parijs Van Java. Buat saya Bandung masih Parit Van Java euy. Anyhow, Belanda mengecat gedung-gedungnya warna putih dan taman kota diperbanyak. Bandung yang seratus tahun lalu masih kosong menjadi wahana 'bermainnya' pelaku tata ruang dan arsitek Belanda. Peninggalan mereka masih banyak. Salah satunya taman kota. 

Taman kota dan bangunan tua yang masih apik terjaga adalah area Balaikota. Tentu saja bangunannya masih awet, itu kan markas besar pemerintah kota Bandung. Pemkot Bandung bisa dikeplak persatuan arsitek indonesia kalau macam-macam dengan gedungnya yang bersejarah itu :D 

Jawadah Tutung Biritna, Sacarana Sacarana - Beda Tempat Beda Adat

27 September 2014
“Ngopi yuk”
“Euu anu, saya gak minum kopi euy”
“Ih bukan. Maksud saya nongkrong, gak mesti minum kopi”
“Oh! Tapi tadi katanya ngopi?”
“Iya gak mesti minum kopi atuh, Lu”
“Oh gitu, terus ngopi di mana kita?”
“Berhubung akhir bulan & duit saya tinggal selembar 20 ribu ini saja, saya traktir kamu ngopi di Warung Mang Eboy saja, ya. Makan gorengan atau minum air putih juga itu namanya Ngopi, Lu”.
“Ohhhh jadi yang penting ngemil ya?”
“Ngopi itu artinya ngemil sambil ngobrol alias nongkrong!”

Ngopi merupakan satu dari sekian banyak istilah dan kebiasaan di Bandung yang saya pelajari dari teman kuliah.

17 tahun saya tinggal di Indramayu dan Cirebon, tak satu pun kerabat dan teman yang ngajak nongkrong dengan istilah Ngopi. Kalau di sana namanya Midang dan Jabur. Midang artinya nongkrong di teras depan rumah, Jabur artinya ngemil makan kue. Semua istilah tersebut artinya sesuai.

Sementara itu di Bandung, Ngopi artinya nongkrong di mana saja sambil ngemil dan minum kopi, teh, atau air putih. Tidak hanya nenek saya, teman kuliah pun sering mengajak saya nongkrong dengan kata kunci : Ngopi. Di teras rumah, di meja makan setelah bangun tidur, sampai di depan pintu kelas di kampus. 

Budaya Ngopi yang belakangan baru saya ketahui ini mempertegas budaya kuliner di Bandung yang kuat sekali. Orang Bandung senang berkumpul, kapan pun ketika senggang. Di warung, di kafe, di restoran, bahkan di lantai teras perpustakaan. Budaya berkumpul ini melahirkan budaya makan cemilan. Namanya orang ngobrol kan lebih seru kalau ada sesuatu yang bisa dicemil. Garing amat kalau ngobrol melulu. Lapar euy :D

Saya sih yakin budaya Ngopi ini lahir karena cuaca Bandung yang adem dan sejuk. Karena jarang keluar keringat saking ademnya, orang Bandung lebih cenderung tenang dan kalem. Berbeda dengan orang-orang yang pernah mengisi hidup saya di zaman SD sampai SMA di pesisir jawa bagian utara. Saya dan mereka saat itu keluar keringat lebih banyak karena cuaca yang panas. Tidak heran orang yang tinggal di dataran rendah tropis lebih terlihat gelisah dan bergerak lebih cepat.

Orang Bandung di mata saya yang baru mahasiswi waktu itu adalah orang-orang yang lamban. Lebih banyak tertawa dan lebih banyak bermain kata jika ingin mengungkapkan sesuatu, entah itu marah, kecewa, atau senang. Rasanya sampai saat ini pun, setelah menjadi penduduk Bandung selama 12 tahun, saya masih selugas orang Pantura dan membuat beberapa orang tersinggung karena sikap saya yang terlalu berterus terang. Padahal sesungguhnya saya hanya sedang secara refleks menampilkan budaya ekspresif dan terbuka ala orang pantai. 

Kalau ada yang berhutang, saya pasti tagih langsung di muka orangnya.
Kalau ada yang sikap yang saya tak suka, saya pasti tegur orang yang bersangkutan.
Kalau saya tak puas, saya protes langsung di hadapan orang itu.
Kalau saya marah, tampak muka saya manyun menahan geram dan memperlihatkannya langsung ke subjek yang membuat saya marah.

Sikap yang ekspresif ini saya peroleh dari hasil tumbuh kembang di Indramayu dan Cirebon. Di dua kota tersebut, saya belajar untuk menyampaikan maksud langsung ke tujuan, langsung kemukakan maunya apa disertai intonasi suara yang tinggi, tentu saja. Bukan karena marah, hanya saja memang seperti itu kalau di Pantura. Orang berbicara seperti sedang berteriak. Berbeda ketika saya di Bandung. Segala sesuatunya berjalan perlahan dan berputar-putar. Orang-orangnya berbicara seperti sedang bernyanyi. Merdu dan lembut.

Di penghujung umur 20, saya adalah setengah Laut dan setengah Gunung. Dahulu saya lugas dan tegas, sekarang saya sudah (sedikit) lebih lembut. Sekarang sudah mulai bisa mengatur volume suara paling enggak lah, tergantung siapa yang saya ajak bicara.

Kontur dataran yang berbeda dan cuaca yang kontradiktif berpengaruh besar dalam budaya. Lucu juga saya sanggup bertahan di dua kutub yang berbeda, bahkan menikahi salah satunya.

Dalam bahasa Sunda, kesimpulan dari yang saya alami ini namanya Jawadah tutung biritna, sacarana-sacarana. Artinya adat istiadat dan kebiasaan di tiap daerah berbeda-beda, masing-masing punya kebiasaan sendiri. Namun saya yakin tidak ada diantara keduanya yang lebih baik. Semua adat dan kebiasaan di tiap daerah sama baiknya. Sudah diatur oleh Tuhan sesuai dengan cuaca dan kontur datarannya, bukan? 

Shock-culture alias gegar budaya karena perbedaan itu hal yang wajar, yang penting pegang kata kunci ini baik-baik kalau sedang berada di daerah lain, supaya kita bisa membawa diri bukannya tidak tahu diri: jawadah tutung biritna, sacarana sacarana. Beda tempat, beda adat. Sesuaikan perilakumu dengan tempat kamu berada. 

Hidup Gunung!
Hidup Laut!

Sepuluh Buku

25 September 2014
Saya mah bukan tukang baca. Kalau Gele iya. Dia lebih banyak baca buku dibanding saya. Gele juga lebih sering membaca buku yang 'berisi' dibanding saya.

Padahal saya anak sastra sih :D harusnya pengetahuan perbukuan saya lebih nendang. Ah tapi yasudahlah.

Aniway, menjawab tag dari Intan, ini 10 buku yang seenggaknya paling berbekas buat saya. Konten ceritanya bagus, cara menulisnya cantik, dan selesai membaca bukunya otak saya serasa mengggendut aja. Di antara semua yang saya baca, saya paling suka yang ada konten sejarahnya. Beberapa buku ini memang kuat tema sejarahnya.

Here goes!

1. Sundea - Dunia Adin
Foto dari Goodreads.com

Pohon Beringin di Bandung

24 September 2014
Masih dalam rangka pepohonan pinggir jalan kota Bandung. Berikutnya kita bahas sedikit tentang Pohon Beringin ya. 

Beringin (Ficus Benjamina)

Pohon yang identik dengan angker ini memiliki daun yang rimbun dan batang pohonnya bercabang ke sana ke mari. Di Dago ada nih satu Pohon Beringin, di depan SMA 1 Bandung. 

Sebenarnya kalau diperhatikan, setiap ada bangunan Belanda yang megah, pasti deh ada Pohon Beringin di halaman depannya. Gak heran sih, pohon ini kan termasuk pohon pekarangan. Zaman dulu halaman rumah kan luas-luas. 

Contohnya saya SMA 1 Bandung ini. Tadinya kan dia satu kompleks dengan bangunan disampingnya yang sekarang sudah rata dengan tanah, SMAK Dago. Bangunan ini tuh gaya gedungnya jadul sekali, besar dan luas. Ah indah nian arsitektur bangunannya. Sisa sejarahnya sekarang dalam bentuk pohon beringin dan bangunan sekolah itu sih. 

Di depan (apa belakang ya) Vila Isola, ada juga pohon beringin. Di Balaikota, kalian bisa lihat pohon beringin di situ. Di halaman depan Biofarma di jalan pasteur ada juga pohon beringin. Bahkan taman-taman di Bandung tuh ada juga beringinnnya. Lumayanlah gampang nyari pohon ini, tinggal dateng ke ruang terbuka hijau atau bangunan besar bekas belanda yang masih berfungsi dengan baik. 

Pohon Beringin merupakan pohon peninggalan jaman baheula. Pohon ini sangat disukai oleh satwa liar, khususnya burung. Kiara atau Loa adalah nama lainnya. Nama-nama tempat yang menggunakan nama tersebut (Sekeloa, Kiaracondong) ada kemungkinan dulunya terdapat pohon Beringin. 

Dahulu pohon besar ini sering kali dianggap suci dan melindungi penduduk setempat. Mistis gitu deh. Ya saya mah seneng kalau lagi berteduh pagi-siang hari. Kalau sore mah dingin euy, malam ya takut :D


Pohon Damar di Bandung

23 September 2014
Lanjut lagi, tentang Pepohonan Pinggir Jalan Kota Bandung.

Damar (Agathis damara)

Berbeda dengan dua pohon di atas, Pohon Damar lebih mirip Cemara. Batangnya tegak lurus menjulang naik terus ke atas. Daunnya punya wangi khas beraroma asam segar.

Kalian pernah kan ke Car Free Day Dago? Nah di situ teman-teman bisa melihat pohon Damar. Peganglah batang pohonnya, cium daunnya. Katanya makin dekat makin sayang. Kalau sudah sayang kan jadi tahu betapa pentingnya keberadaan pohon itu di Dago. 

Banyak ditemui di sekitar jalan Dago dengan tinggi sekitar 10 m. Ada juga di sekitar jalan Dr. Radjiman. Ini tuh kalau gak salah sekitarnya IP Mall, di jalan Pasir Kaliki. Pohon ini sebenarnya paling banyak bisa kita lihat di daerah pegunungan, tapi dia mampu juga tumbuh di dataran yang lebih rendah.

Beralih ke Pohon Beringin. 

Pohon Mahoni di Bandung

22 September 2014
Masih dalam rangkaian tulisan Pepohonan Pinggir Jalan Kota Bandung yak.

Mahoni (Swietenia macrophylla)

Pohon ini yang paling banyak ditanam di Bandung setelah pohon Angsana. Mahoni ini termasuk pohon yang gagah dan lebat. Pohonnya tinggiiiiiii sekali. Entah kenapa saya kalau memandang pohon yang satu ini rasanya seperti sedang berhadapan dengan bapak-bapak tua gagah berkumis tebal dan punya sikap badannya hangat.

Sehari-hari saya melihat pohon mahoni di jalan Cipaganti. Kalian yang pernah ke Bandung dan melaju di jalan ini, apa pernah memerhatikan barisan pohon mahoni-nya? Iya sih ini jalur macet. Tapi ya sesekali abaikan macetnya, simpan dulu ponselnya, dan perhatikan sisi kanan dan kiri jalan. Ada pohon mahoni di situ. 

Pohon Mahoni cocok sebagai tanaman peneduh jalan karena berumur tahunan, tidak mudah terkena hama atau penyakit, tidak mudah tumbang karena struktur kayu yang kuat. Makanya kalau masuk jalan cipaganti aduh adem sekali. Makasih ya, Mahoni! 

Pada saat memasuki pertengahan musim kemarau, pohon mahoni senasib dengan pohon jati. Mereka sering merontokkan daun-daun yang ada sehingga habis sama sekali. Saat rontok inilah akan dihasilkan sampah daun dalam jumlah yang cukup besar. Kalau mau ngumpulin, dedaunan ini bisa jadi kompos sih. 

Pada musim hujan tunas daun pohon Mahoni akan bermunculan kembali seperti biasa sehingga membesar dengan lebat.  Di Bandung, pohon Mahoni bisa dilihat di jalan Cipaganti dan jalan Tamansari. Jalan-jalan lainnya saya lupa-lupa ingat. Hihihi :D 


Bersambung lagi ke postingan berikutnya tentang Pohon Damar

Pohon Angsana di Bandung

21 September 2014
Masih seri tentang Pepohonan Pinggir Jalan Kota Bandung. 

Angsana (Pterocarpus Indicus)

Saya mengenali pohon ini karena bulir bunganya yang berwarna kuning. Kalau sedang berbunga dan ada terkena angin, bunga-bunga ini berjatuhan menimpa jalan raya dan para pemakai jalan. Nih ya saya kasihtahu, 'tertimpa' bunga-bunga Angsana itu rasanya romantis sekaliiiiii :)

Saya suka momen-momen kayak gitu. Rasanya kayak sedang musim gugur di Eropa. Bandung yang sejuk dan bunga Angsana yang berguguran cantik. Sekonyong-konyong ada perasaan sentimentil yang muncul karena bunga Angsana. Kalau saya bisa membuat puisi buat Angsana, saya pasti sudah membacakannya untuk kalian di sini. 

Pohon ini rata-rata umurnya 15 tahun. Dia punya akar yang baik dan dapat mengikat nitrogen, mampu membantu memperbaiki kesuburan tanah. Pohon Angsana mirip Mahoni, cuma lebih ringan saja tidak selebat Mahoni yang rapat. Karena rindang, Angsana populer jadi tanaman peneduh. Karena kecantikan bunganya, dia juga berfungsi sebagai pohon hias tepi jalan. 

Sayangnya Angsana ini termasuk yang jenis pohon yang rapuh. Pohonnya mudah tumbang kalau sudah tua. Untuk melihat pohon Angsana, teman-teman bisa jalan-jalan ke jalan Diponegoro, sekitar kampus UNPAD di jalan Dipati Ukur, sekitar jalan perwayangan di daerah Pasir Kaliki, sekitar kampus UNISBA di jalan Tamansari dan masih banyak lagi. 

Next time sering-sering lah jalan kaki di sekitar Pohon Angsana. Siapa tahu kalian yang jadi pemimpin negeri ini atau istrinya calon pemimpin negara. Belajar merasakan keindahan lah biar gak asal nebang pohon dan menggantinya dengan kelapa sawit atau apartemen. 



Bersambung ke Pohon Mahoni yak :D

Pepohonan Pinggir Jalan Kota Bandung I

20 September 2014
Saya terkejut waktu tahu kalau pohon bisa kita gunakan sebagai landmark alias penanda. Iya sih sebagai generasi 90an, saya sering janjian dengan teman-teman waktu zaman sekolah dulu di bawah pepohonan. "Ketemu di depan gang deh ya, yang ada pohon beringin besar itu loh". Tapi tidak pernah tahu kalau pohon bisa dijadikan penanda suatu tempat. Utamanya penanda jalan. Jadi ya kejadian-kejadian spontan janjian di tempat yang ada pohon tertentu (misalnya besar dan langka) saya anggap biasa.

Sampai saya ada di Bandung dan Gele yang ngasihtahu. Ada dalam ilmu tata ruang dan arsitektur, pepohonan bukan makhluk hidup yang berfungsi sebagai peneduh dan penampung air saja. Tapi juga bisa kita tanam sebagai penanda/landmark.

Kalau dari segi fungi ekologi ah sudah pada tahu kan ya. Pepohonan bisa manampung air hujan, mengeluarkan oksigen yang bikin adem, menyerap udara kotor dan ada lagi nih yang menurut saya penting banget: menahan angin.

Kalau kata geograf penulis buku Bandung Purba, Toponomi Bandung, dan Geowisata Cekungan Bandung, T Bachtiar, semakin sedikit pohon di suatu tempat maka akan semakin sering terjadi angin ribut, banjir heboh padahal hujan cuma 30 menit turunnya, pemakai jalan kepanasan dan mudah gelisah lalu marah-marah. Wow ini semua sudah mulai terjadi di Bandung. Saya mengalami sendiri.

Secara arsitektural *halah gaya sekali ini bahasannya* pepohonan menambah nilai keindahan kota. Dibanding bangunan dan gedung megah yang kesannya kaku, pepohonan memberi kesan lembut dan sejuk. 

Kembali ke pohon sebagai penanda.

Pada tahu Jalan Dago kan? :D Tahu tidak di kanan dan kiri ruas jalan ini berbaris pohon Damar. Memang gak sepanjang jalan yang resminya bernama Jalan Djuanda ini sih. Tapi pada ngeuh gak sama pemandangan pohon Damar di Dago? 

Bagaimana dengan Jalan Cipaganti. Jalan yang jadi jalur turis ini jadi rumah buat Pohon Mahoni. Pernah merhatiin gak pohon mahoni di jalan cipaganti? 

Lalu Pohon Angsana, Pohon Ki Acret, Pohon Kersen, dan masih banyak pepohonan lainnya di ruas jalan di Bandung. 

Dahulu untuk menandai suatu kawasan, pemerintah Belanda menancapkan pepohonan tertentu. Dipilih berdasarkan keindahan dan fungsinya. Jalanan yang berpotensi membuat pemakai jalan kepanasan akan disiasati dengan menanam pohon-pohon peneduh yang disesuaikan dengan kokoh tidaknya akar pohon, setinggi apa pohon tersebut nantinya, apa efeknya untuk lingkungan sekitar sekali hanya meneduhkan.

Gak sedikit sih pepohonan yang sudah mati dan tumbang lalu pemerintah kita menggantinya dengan pohon yang lain. Terkadang pohon baru yang ditanam kemarin-kemarin itu melenceng dari konsep tata ruang yang pemerintah Belanda pernah buat.

Apalagi sekarang. 

Kecanggihan teknologi dan penambahan jumlah penduduk menggeser pemandangan sekitar.  Pohon ditebang, gedung dibangun, jalan raya diperlebar. Kita lupa dengan nama pohon. Lebih asyik menunduk cek timeline di twitter dibanding memerhatikan pemandangan jalan raya yang kita lalui. Nama pohonnya saja tak tahu, begitu juga daun, bunga, dan perawakan pohonnya seperti apa. 

Ah generasi macam apa kita ini. Masa depan Bandung di tangan kita dan anak-anak kita, Pohon Damar saja tak tahu yang mana. 

Ayo kita mulai pelajaran tentang pepohonan di pinggir jalan kota Bandung ini:

Pohon Angsana di Bandung

Gua Pawon Rumahnya Manusia Purba di Bandung

18 September 2014
Masih ingat tidak saya pernah menulis tentang Pasir Pawon di blog ini? Belum? hehehe baca di sini dulu ya. Soalnya saya mau bahas tentang Gua Pawon. Masih satu geng nih dengan Pasir Pawon. 

Hiking di Dago Pakar, Lihat Air Terjun dan Masuk Gua Belanda

17 September 2014
Liburan di kota tempat tinggal sendiri? Kenapa enggak :D 

Di Bandung juga banyak pilihan tempat liburan. Misalnya kayak yang satu ini nih. Dago Pakar alias Taman Hutan Raya Djuanda. 

Kalau 1 kilometer = 2000 langkah kaki, maka jumlah total langkah kaki untuk mencapai air terjun ini adalah 10.000! Perjalanan jarak jauh ini akan memakan waktu sekitar satu - dua jam. Dimulai dari pintu gerbang masuk Dago Pakar-nya. Ini juga bisa jadi tergantung kegiatan selama proses kita berjalan kaki menuju ke sana. Beberapa titik di sini enaknya kita berhenti dan menikmati pemandangan, mendengar suara burung dan serangga hutan. Menyenangkan meski melelahkan.


Pameran Potret Keluarga Penghuni Lama Bandung

16 September 2014
Halow. 

Ini mau kasih lihat pamerah fotografi yang kami kunjungi. Acaranya diadakan di ruang bawah tanah Rumah Seni Ropih di Jl. Braga no. 43, Bandung. 

Sehari-hari tempatnya berfungsi sebagai toko lukisan. Nah di ruang bawah tanah toko lukisan ini ada kegiatan seni dan budaya. Tapi saya baru menyempatkan datang ke pameran fotografi yang ini. Rasanya baru pertama kali ini ada pameran di Bandung yang temanya potret keluarga tempo dulu. Menarik!  

Bandung - Jakarta, Naiknya CitiTrans Mercedes-Benz Sprinter

15 September 2014
Halow. Siapa di sini yang doyan pergi pulang tujuan Bandung - Jakarta dan sebaliknya? Biasanya saya ke Jakarta menumpang armada dari CitiTrans. Baru-baru ini mereka mengeluarkan kendaraan unit terbarunya. Pertama di Indonesia: Mercedes-Benz Sprinter 315 CDI!

Gila ini mobil guede banget. Waktu saya lagi 'boarding' di pool CitiTrans di jl. Dipati Ukur 53 Bandung, mobilnya lagi parkir gagah. Ah seperti sedang berhadapan langsung dengan si ganteng Benicio De Toro :D


Tastemarket Bandung: Pesta Kuliner Anak Muda Anak Kota

13 September 2014
"Cupcakenya, Teh," tawar perempuan manis berambut panjang dengan badan semampai pada saya. Senyumnya alamak. Modis pula. Lebih cocok jadi pembeli ketimbang penjual :D Tidak kuat hati menolak tawarannya, saya makan cupcake versi testernya. Hmmm enak! "Belinya nanti, yah," kata saya sambil berlalu. Si perempuan ini mengangguk dan mengucapkan terima kasih. 

Ah sudah cantik, ramah pula. Dia gak sendirian, saya bertemu dengan buanyak sekali perempuan ayu, modis, dan ramah di acara ini nih. Tastemarket.

Surabi Bandung

12 September 2014
Mau cuap-cuap tentang Surabi. 

Di Bandung sudah jarang yang menjual Surabi gaya tradisional. Kalau rasa sih masih ada lah, oncom dan polos. Tapi kalau tempat jualannya, saya sudah tidak lagi melihat jongko Surabi seperti dulu kala.

Oleh-oleh Foto

10 September 2014
Gak ada yang lebih indah dari oleh-oleh berbentuk foto. Abadi dan bercerita lebih banyak dibanding cuap-cuap saya. Hehehe.

Surabi - Jengki di Bandung

08 September 2014
Masih dari Bandung. Tempatnya random. Ada yang di kota, ada pula yang kami jepret dari pinggir kotanya. Sebagian saya yang motret. Sisanya gele yang moto. Kalau biasanya judul tulisan yang memuat foto-foto yang saya pajang di Instagram ini ada tulisan Instagramnya, sekarang beda deh. Saya tulis judul biasa saja. Gak perlu embel-embel Instagram. Tapi kalau teman-teman yang temenan dengan saya di IG pasti sudah pernah lihat foto-foto ini sih :D

Seminggu kemarin baru pulang dari Pantura. Saya kayaknya udah kelamaan jadi orang Bandung. Cirebon - Indramayu puanas sekali! Oh no...

Gak heran Bandung cocok jadi kota yang melahirkan banyak orang kreatif. Bukan berarti orang yang dari kawasan Cirebon dan sejenisnya gak kreatif ya. Kreatifnya beda jenis sih. Kalau Bandung lebih ke 'nyeni'. Udaranya sejuk dan dingin. Kepala jadi lebih adem.

Restoran Kereta Api Indonesia di Bandung: BIG 99

01 September 2014
Halow! 

Seperti judulnya, postingan ini tentang makanan. Beberapa hari lalu saya makan malam di restoran yang baru buka. Namanya BIG 99. Dari namanya, terbayang gak ini restoran apa? Apa porsinya makanannya besar-besar? atau ada 99 jenis menu di restoran ini? mungkinkah harga semua makanannya dibawah 99ribu?

Orang Bandung di Braga Pada Ngapain, sih?

07 August 2014
Braga. Bukan saya saja yang punya sejarah tentang Braga. Kakek, Nenek dan ibu saya malah mengalami langsung kejayaan jalan Braga. Eh, pada tahu kan jalan Braga di Bandung?

Jalan Braga merupakan salah satu ikon kota Bandung. Panjangnya kira-kira hanya 500 m saja. Memang ada apa sih di Braga sampai bisa jadi ikon gitu?

Sejarah dan gedung-gedung kolonial di sepanjang jalan Braga jadi magnet buat saya dan banyak orang lainnya. Ada yang sekedar jadiin Braga untuk lahan nostalgia, belajar motret, atau berkencan.


Lebaran 2014 di Bandung

06 August 2014
Lebaran ini seharusnya saya habiskan di Indramayu. Tidak jadi, saya tetap berlebaran di Bandung. Masih seru, masih bikin kenyang, dan penuh canda tawa. 

Bandung kalau lebaran, ya ampun macetnya luar biasa. Seolah-olah satu isi bumi pergi ke Bandung semua :D 

Foto-foto ini sudah saya upload sebelumnya ke Instagram @bandungdiary. Jadi kalau terkesan re-post maaf yak :) hehehe

Mulai dari buka puasa di rumah, kena macet, makan rame-rame, mancing, jajan, ngurusin tiket kereta, sholat id, semua foto ini saya dan gele jepret selama bulan puasa dan hari Idul Fitri. 

Instagram Bandung Diary Vol. 5

04 August 2014
Biasa. Foto-foto random. Garis merahnya cuma satu: B A N D U N G. 

Satu Keluarga, Sama Hobinya: Jalan-jalan!

19 June 2014
Pernah gak menyadari kalau orang yang kita pilih jadi pasangan hidup punya hobi yang sama dengan kita? Memang gak mesti sama, sih. Law of attraction gak selalu tentang hobi. Tapi kalau buat saya dan suami, hobi yang sama adalah salah satu yang membuat kami saling tertarik.

Jalan-jalan nama hobinya. Kami bahkan pernah berada dalam organisasi yang sama yang pekerjaannya jalan-jalan. 

Dalam seminggu selalu ada jadwal jalan-jalan. Saya mencari infonya di media sosial dan surat kabar langganan. Hobi ini juga kami lakukan bahkan saat kami tidak punya duit. Cari tujuan jalan-jalan yang murah saja. Sekedar window-shopping atau nongkrong di taman kota dan membawa perbekalan sendiri. Biasanya sih air minum dan nasi. 


Sore-sore di Bandung Enaknya Ngapain

17 June 2014
Sore-sore di Bandung, lagi nyantai, gak ada kerjaan? atau lagi stres sama kerjaan?
Jalan-jalan dulu, yuk!

Bandung kalau sore cuacanya bikin enak deh ke badan. Kecuali kalau hujan sih :D Sore-sore yang saya maksud adalah matahari cerah dan angin sepoi-sepoi. 

Kalau Bandung cuaca sorenya lagi oke, saya dan Gele keluar rumah, gak ketinggalan kamera. Kadangkala naik motor, tapi seringnya naik angkot. Jalan-jalaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan!

Ngapain aja biasanya?

Jalan-jalan nyari buku, majalah, atau baca-baca aja. Akang-akang yang jualan baik-baik kok selama kita sopan dan gak judes. Berangkat dari rumah dikira-kira saja supaya sampai di Cikapundung jam 3 sore. 

Oiya, Cikapundung adalah lokasi jualan buku bekas. Lokasinya ada di Jalan Cikapundung, persis di pelataran trotoarnya gedung PLN jalan Asia Afrika. Disini mayoritas yang dijual adalah majalah. Praktek tawar menawar harga sah dilakukan. Silakan pakai trik-trik menawarnya. Siapkan uang receh juga ya! 

Kalau lapar? ada Ceu Mar dan The Kiosk di Braga City Walk. Mau makan yang murah, tinggal berjalan kaki ke arah pusat belanja di King's. Banyak warteg di situ. Mau ngemil? Banyak pilihan! Mulai dari kue Ape yang ada dijual oleh para PKL, sampai ke foodcourtnya Yogya. Sstt...jangan ketinggalan Pisang Goreng Simanalagi ya! Ada di deket pintu masuk King's sampingnya McD. Cobain deh Batagornya. Mantap! Nah, ayo cobain jalan-jalan sore begini. Mau foto-foto, bisa. Baca-baca, ok. Makan juga banyak pilihan.


2. Berburu makanan!
Hunting makanan jalanan ini seru banget sih buat saya. Cobain deh sesekali. Keluar rumah, jajan, di makan di rumah atau pas nongkrong di coffeshop gak apa-apa kali :D Baso Tahu Mang Ade, batagor Ihsan, Kue Balok... ah senengnya. 


3. Nongkrong di Toko Buku Alternatif
Di Bandung ada Tobucil di Jl. Aceh, ada Reading Light di Jl. Siliwangi, ada juga Kineruku di Jl Hegarmanah. Semuanya cocok buat nongkrong, baca buku, ngerjain tugas, ngobrol santai, melamun, ngemil cantik, online. Saya belum review tiga tempat ini yak :D nantikan deh. hehehe. Browsing aja dulu, banyak banget yang nulis tentang toko buku itu.


4. Berburu matahari tenggelam
Melihat sunset di Bandung, memang bisa? Ih bisa banget! Beberapa tempat yang pernah saya sengajakan datangi untuk ngeceng pemandangan matahari terbenam adalah menara parkir mobil :D Dari jembatan penyebrangan juga bisa, jembatan penyebrangan Asia Afrika di depan kantor pos. Kalau datang ke Menara Masjid Agung di Alun-alun itu juga bisa loh. 

Oiya, tempat parkiran mobil yang saya maksud salah satunya adalah King's Shopping Center, lokasinya ada di jalan Kepatihan. Tempat parkirnya menghadap ke arah Timur, Barat, dan selatan. Di beberapa lantai ada yang menghadap ke utara. Jadi hampir bisa melihat Bandung 360 derajat. Datanglah pukul 5 sore, jangan lupa bawa bekal cemilan dan air minum. Siap-siap berdiri di sisi yang menghadap ke barat. Dan selamat menikmati. Semoga mendapatkan sunset yang indah. (Btw, Kings baru saja mengalami musibah kebakaran. Tempat parkir mobilnya selamat. Tapi saya gak tahu nih dibuka untuk umum gak. Katanya sih tempat parkir ini bakal dijadikan tempat sementara untuk berdagang untuk pedagang yang kiosnya terbakar). 


5. Jalan-jalan sepanjang Asia Afrika, Braga, dan ke Alun-alun.
Tadi di poin no 1 saya sudah menyebut tentang Jalan Asia Afrika yak :D Jalur kota tua di Bandung yang menyenangkan kalau disambangi sore-sore. Gedung tua, hiruk pikuk manusia yang lalu lalang, hunting foto buat instagram, angin sore sepoi-sepoi. Ah amboooi.


6. Villa Isola
Gedung tua selain enak buat jadi objek foto-foto, juga asyik buat kita tongkrongin dan kita lihat sekaligus. Nah spot paling super duper asyik adalah Villa Isola. Selain karena lokasinya yang dekat banget dari rumah saya sih. Hehehe. 

Suasananya hening meski diseling suara deru motor dan tawa mahasiswa yang lagi ngumpul di tamannya. Kalau saya suka duduk di tepi kolam ikan. 

Vila Isola ini bangunannya gabungan antara megah, cantik, dan unik. Arsitek menyebut kaya arsitekturnya Art Deco. Kalau saya sih bilangnya gedung bulet-bulet :D Villa Isola ini gedung yang didirikan tahun 1930an. Salah satu peninggalan Belanda. Gak hanya bentuk bangunannya yang legendaris, tapi juga sejarah penghuninya ;)


7. Kampus UPI (IKIP) dan ITB
Saya suka wara-wiri di dalam dan sekitar dua kampus ini. Betah euy, kalau kampus yang pertama itu memang kampus sendiri. Kalau ITB kampus suami. Jalan-jalan sore di kompleks kampus UPI dan ITB buat saya sudah jadi rutinitas. 

Pohonnya banyak, jalannya lebar, tempat duduknya ada, taman disediakan, dan hawa mahasiswa-mahasiswinya itu loh. Seru! Gak tahu ya saya dari dulu zaman masih kuliah suka banget sama pemandangan kampus di sore hari. Romantis :D gak tahu kalau di kampus lain, kalau kampus saya sih romantis banget. Hehehe. 


Kalau kalian sore-sore dan lagi lowong gitu, seliweran ke mana saja selain di kamar sendiri? :D

Kode Etik enumpang Angkot

14 June 2014
Saya bikin kode etik ini dari zaman masih ngeblog di Multiply. Itu tahun 2008. Sampai sekarang kode etik ini masih terpakai :D artinya: belum ada perubahan di sistem transportasi kota ini.

Kode etik ini saya buat sendiri. Berdasarkan pengalaman dan obrolan. Kalau kita mau simpati dan empati, pendek kata mah: peka, bisa lah sakit kepala, sakit hati, dan macet-macet di jalan berkurang.

Kode etiknya ada yang buat seru-seruan sih ini. Seriusnya juga ada ding :D hehehe

Here goes:

  • Siapkan duit receh buat bayar ongkos angkot.
  • Siapkan duit ongkosnya beberapa menit sebelum turun dari Angkot. Kalau kata Mba Marissa Anita achornya Net, menyiapkan uang ongkos sebelum turun dari angkot itu biar efektif dan efisien. Angkot gak usah nungguin kita ngerogoh dan sibuk cari duit buat bayar ongkos. 
  • Kalau sepi, sah saja duduk menyamping. Tapi kalau lagi penuh sesak, duduk rapat atuh. Lumayan memberi ruang untuk penumpang yang lain.
  • Naik dan turun angkot tidak di belokan jalan. Bikin macet!
  • Jangan memakai high heels. Sudah gak kehitung berapa kali saya keinjak sepatu model highheels. Sakit, mak :(( Desain angkotnya sih yang salah. Tapi ya bagaimana kalau sepatu lancipnya dipakai kalau sudah di lokasi tujuan saja? Di dalam angkot pakai sandal yang ramah-injak gitu. Heuheuheu
  • Dilarang merokok. Merokok di dalam Angkot, haduh ini kebiasaan zaman purba, Kakaaa :P
  • Jangan pura-pura gak lihat kalau ada orang lain yang naik angkot yang kita tumpangi juga. Geser dong duduknya! Mau jarak dekat atau jarak jauh, ya geser ajaaaaaa. 
  • Jangan membicarakan masalah pribadi di angkot, ketahuilah penumpang yang lain pasti menguping. Ya gak baik saja, sih. Kecuali kalau cuek sih kitanya :)) 
  • Jangan mempertontonkan kemesraan berlebihan di angkot, risih euy yang melihatnya. 
  • Ucapkan terima kasih (hatur nuhun) kepada sopir angkot pada saat kita membayar ongkos. 


Instagram Bandung Diary Vol. 4

13 June 2014
Random. Bandung. Filter. No filter. Bandung Diary. Instagram. 

Instagram Bandung Diary Vol.3

12 June 2014
Tinggal di Bandung kadangkala suka bikin saya penasaran. Bagaimana rasanya tinggal di kota lain ya? Cirebon dan Indramayu adalah dua kota yang pernah saya tinggali. Selain keluarga, kenangan masa muda dan kulinernya, saya gak terlalu betah tinggal di dua kota tersebut. Panas! Kelamaan tinggal di Bandung sih ini kayaknya :))

Kalau ada yang bilang Bandung kota kreatif, ada benarnya. Terkadang kreatifnya banyak yang berlebih. Zaman saya masih duduk di bangku kuliah, ada banyak sekali komunitas yang saya tahu ada di Bandung. Saya gak menemukan hal yang sama di kota lain. Apa mungkin saya aja yang gak tahu. Bisa jadi sih. 

Kemudahan akses internet juga jadi akar dari segalam macam komunitas yang ada di bumi pertiwi. Seolah-olah semua kesamaan pasti bertemunya di komunitas. Hihihi ya manusia cenderung berkumpul dengan yang sama kali ya. 

Di Bandung ini sejak tahun 2004 saya pernah bergabung dan ikutan banyak komunitas. Mulai dari komunitas sejarah, jalan-jalan, lingkungan, permainan anak-anak, sepeda, budaya, buku, handmade, kuliner, dan komunitasnya komunitas. Jangan tanya komunitas masak ya, saya gak doyan masak jadi gak bakalan merapat ke sana :)) Terakhir, saya bergabung di komunitas blogger yang saya ikuti. 

Seru sih saya suka. Banyak ilmunya, banyak pengalamannya. Banyak temen juga jadinya. Kalau kalian di kota sendiri sudah ngapain aja? pernah gabung di komunitas?

Instagram komunitas juga bukan sih? Mikroblog mah iya kali ya :D hehehe.