Social Media

Image Slider

Sore-Sore di Kotagede Makan Gudeg Krecek

15 January 2025

Tur jalan kaki di Kotagede selesai pukul 17.30. Kupikir daripada kembali ke penginapan lebih baik saya cari makan dulu. Ke arah Pasar Legi saya berjalan dan berhenti di sana menyantap makan malam lezat bernama gudeg krecek. 




Makan malam yang nikmat. Duduknya menghadap bangunan pasar. Langit menghitam, magrib sudah menjelang. Selesai makan saya beranjak jalan kaki lagi sambil memotret bangunan tua di pinggir jalan. 


Terakhir kali saya menyisir jalanan kotagede di tahun 2016. Sudah berlalu terlalu lama. 


Saya mencari satu pintu tua diantara jalanan tersebut, yang pernah saya jadikan latar berfoto. Meski agak ragu apakah bakal menemukannya karena hari sudah gelap dan tidak yakin otak saya akan mengingatnya. 


Ternyata ingat. Bahkan warna cat pintunya masih sama. Hijau tua. Tapi agaknya jalanan aspal mengalami peninggian. Mungkin diaspal beberapa kali, entahlah. Di gedung pintu tersebut berada ada spanduk bertuliskan DIJUAL. 




Sembilan tahun lalu saya menggendong nabil di punggung. Indra berada di seberang jalan dan memotret kami berdua. Saya memandang pintu itu dari seberang dan membayangkan berada di sana bersama nabil. Memang betul waktu terbangnya cepat sekali padahal hari demi hari dan tahun demi tahun berlalunya bukankah lama. 


Sedikit berjalan lagi saya bertemu toko buku Natan. Sayang tokonya baru tutup, waktu sudah menunjukkan pukul hampir 19.00 sedangkan tokonya tutup saat magrib. 


Tahun 2022 saya pernah berkunjung ke toko tersebut siang-siang di hari jumat yang mendung. Niatnya mau mampir lagi, apa daya kemalaman. 



Saya berjalan lagi sebentar. Tanggung. Ada toko es kelapa muda, saya jajan dulu satu butir. Seperti di bandung, trotoar di sini sama buruknya. Tidak dirancang buat pejalan kaki.   


Azan isya terdengar. Barulah saya pesan ojeg online, waktunya pulang, sori maksudnya kembali lagi ke penginapan.Kapan-kapan saya datang lagi ke Kotagede tapi tidak sendirian. 


 

Buku Kopi Dalam Kebudayaan Orang Sunda: Kopi Tutung, Sesajen, Tembang, dan Pantun

07 January 2025

Buku ini mengupas kopi dalam kehidupan sehari-hari dan pengaruhnya terhadap orang sunda. Menarik sekali membaca fakta perkopian ini. Dalam segelas air hitam kecoklatan ini ada cerita panjang dari era kolonialisme hingga zamannya anak skena. 



Atep Kurnia pada buku Kopi Dalam Kebudayaan Orang Sunda membahas kopi dari segala macam tinjauan sejarah. Ada kopi sebagai minuman. Juga ada kopi sebagai sesajen. Kopi adalah warna. Pun juga ada pembahasan tentang istilah 'ngopi' yang ternyata tidak sesimpel itu. 


Buku ini juga membedah kopi sebagai nama kawasan, seni pantun dan tembang, kopi sebagai rasa, dan tentu saja kopi sebagai sejarah imperialisme belanda. 


Pada kopi sebagai warna kita akan ketemu istilah seperti:

Wungu kopi, mendekati warna tanah

Kopi tutung, coklat tua


Penulis yakin (data based) kita lebih dahulu menggunakan istilah kopi tutung ketimbang menyebut istilah 'warna coklat'. 


Jenis tulisan dalam buku ini deskriptif semua dan pendek-pendek. Satu cerita terdiri dari 2-3 halaman.  Penulis menyertakan kesimpulan di akhir paragraf tiap bab. Bertabur data karenanya banyak kutipan.


Namun dalam buku ini tidak menyebut mengapa istilah ngopi ala orang bandung berbeda dengan ngopi ala orang sunda lainnya. 


Ngopi di bandung artinya nongkrong sambil menyantap makanan ringan, minumnya bukan cuma kopi, bisa saja air teh atau susu, atau apa saja. Di bandung kita bisa jajan di Ijan (warung susu murni) dan menyebutnya sebagai ngopi. Kita bisa nongkrong makan surabi dan minumnya teh hangat dan menyebutnya sebagai ngopi juga. 


Sedangkan di kota priangan lain (subang, purwakarta, bogor, sukabumi, tasik, ciamis, dan bbrp kota lain), ngopi adalah kegiatan yang harfiah, artinya sesuai nama: ngopi, minum kopi. 


Iya gak sih? Atau gimana nih di daerahmu, 'ngopi' artinya apa, beda gak dengan budaya ngopi ala warga bandung?


Kopi dalam Kebudayaan Sunda adalah buku ringan (tipis 147 halaman) dan konotatif (informasinya menarik dan tidak terasa berat). Menyenangkan bacanya. 


Ditulis oleh Atep Kurnia, buku ini merupakan karya cetaknya yang ke-4 di tahun 2022 saja. Tulisan Atep tentang sejarah dan budaya bisa kita baca di berbagai situs online, salah satunya @bandungbergerak.id. 


Cocok dibaca untuk para pemandu wisata, barista, anak skena, traveler kopi, traveler senja. Hehe. Bacaan ringan jadi sebetulnya cocok untuk siapa saja termasuk anak SD sekalipun. Buku-buku karya Atep Kurnia ukurannya selalu compact, praktis dibaca, membahas tema ringan dan data-based. Untuk perkenalan sejarah bandung, buku-bukunya layak baca dan koleksi, imho.  


Buku bisa dibeli langsung pada penulisnya di instagram @atepkurnia2020 atau pesan ke penerbit @penerbitlayung.