Social Media

Image Slider

Review Buku Jurnalisme di Luar Algoritma

15 June 2023

Buku ini kubaca awal Januari. Judulnya bagus jadi saya kesengsem membelinya dan semangat bacanya.

Isinya berupa kumpulan reportase dalam catatan perjalanan oleh jurnalis senior Tempo, Arif Zulkifli. Tulisannya berlatar dalam negeri dan mancanegara.

Tulisan jagoannya ada di halaman-halaman awal, tentang pertemuan Arif dengan pendiri GAM (Gerakan Aceh Merdeka) berjudul: Dua Jam Bersama Hasan Tiro. 

 

review buku jurnalisme di luar algoritma


Karena ada cerita di balik layar penulisannya jadi saya terhanyut dalam reportase tersebut. Padahal saya gak paham-paham amat tentang Hasan Tiro dan GAM. Tulisan-tulisan lain sama lenturnya tapi buatku tidak seistimewa artikel tentang Hasan Tiro itu.

Saat wawancara Hasan Tiro, ia tidak boleh mencatat. Jadi dia tulis semua hal dalam ingatannya, mulai dari pakaian, cara berjalan, rambut, warna gigi, keriput kulit, buku-buku, suara musik klasik, guman geram, sorot mata, dan tarikan napas. "Saya merekam semua kejadian dalam ingatan karena menyadari satu goresan saja di buku catatan akan merusak suasana pertemuan langka tersebut," gitu katanya.

Bertanya-tanya juga saya bagaimana cara jurnalis mencatat tanpa menulis. Dua jam ngobrol dengan Hasan Tiro, tidak mencatat satu huruf pun, tapi tulisannya detail dan rinci.

Seperti tertulis di halaman 5 “Tiba-tiba Tiro beranjak ke pojok ruangan. Ia menyetel kaset Johann Sebastian Bach, Toccata and Fugue dan Air on the String G. String sayup-sayup segera merambati ruangan. Sunyi. Tak ada suara selain gesekan biola dan naskah drama yang saya baca pelan-pelan. Sekali lagi lelaki itu termenung. Tubuhnya disorongkan ke depan. Wajahnya serius. Matanya seperti menembus dinding apartemen.”

Senang juga baca buku kayak gini, lumayan buat mengasah sudut pandang. Ada cerita-cerita Arif dari berbagai mancanegara dan di seantero Indonesia. Kalo bepergian saya cuma bersikap sebagai pelancong aja.

Sementara jurnalis selalu punya sudut pandang menarik dan mengupasnya secara runut dan menjawab persoalan. Atau memberi pembacanya persoalan yang harus kita pikirkan sendiri jawabannya.

Masalahnya kalo jadi pelancong gak kepikiran persoalan. Makanya orang bandung saat jalan-jalan ke jogja akan selalu terkenang-kenang jogja, dan sebaliknya. Kita gak (mau) tahu persoalan kota yang kita kunjungi jadi berasa indah saja semua-muanya.

Beda memang bobot catatan perjalanan buatan jurnalis. Bertabur data, komprehensif, dan ujung-ujungnya jadi reflektif atau provokatif. Yah namanya juga reportase pastilah berbeda dengan catatan netizen sepertiku dan kamu. Hehe.

Bukunya dapat beli di instagram @kiosojokeos. Terdiri dari 350 halaman. Penerbitnya Tempo jadi kualitas font, tipografi, kertas, dan urusan teknis lainnya tidak ada masalah bagi pembaca. Terbitnya November 2022.

Cerita Dari Toko Buku Merpati di Garut

05 June 2023

Sejak sehari sebelum berangkat dari Bandung saya sudah fokus pada empat tujuan di Garut: makan bacil, berendam di Tirta Gangga, belanja teh kiloan di Pasar Mandalagiri, dan mampir ke toko buku di Jalan Ciledug. Hamdalah tiga dari empat kesampaian. Terutama yang terakhir itu, ke toko buku Merpati.

 

toko buku di garut toko buku merpati


Tahun lalu waktu berkunjung ke Garut secara tidak sengaja saya melihat toko buku sehabis makan bubur di Jalan Ciledug sekitar pukul sembilan pagi. 


Berjalan kaki di trotoar saya memperhatikan pertokoan di sisi kanan. Etalase toko berupa kaca berlapis jendela kayu klasik warna cokelat terlihat menarik. Itulah Toko Buku Merpati.

Saya berlalu saja sambil berkata dalam hati mungkin sore nanti saya mampir ke tokonya. Keputusan yang salah karena pada waktu kembali ke sana, tokonya sudah tutup dan saya harus kembali ke Bandung esok harinya pagi-pagi sekali.

Tahun 2023 inilah saya berjodoh dengan Merpati. Ada rasa gugupnya saat pergi ke Jalan Ciledug. Khawatir tokonya tutup. Syukurlah buka. Terlihat dari etalase tokonya.

Sesuai instruksi mamang parkir, saya harus mengetok pintunya. “Dibel weh, Neng!” teriak Mamang Parkir. Oke baik saya pencet bel pintu. Tingtong!

Selang beberapa detik pintu dibuka oleh ibu-ibu berkaos merah. Kukatakan padanya hendak membeli buku. Dengan ramah ia menyambutku, kami mengobrol dalam bahasa sunda.

Saya pergi ke toko bersama Indra, jadi dengan bahasa sunda level basic yang saya kuasai ini, Indra yang skill bahasa sundanya level advanced membantu saya ngobrol dengan pemilik Toko Buku Merpati.
 

"Asih Setiasih, mangga Ibu Asih wae," ucapnya sambil tersenyum saat mengenalkan diri.

Seperti ngobrol dengan teman lama, Ibu Asih memulai cerita toko buku Merpati dari orang tuanya. Tokonya adalah warisan. Ayahnya menitipkan toko buku tersebut agar tetap buka meski mereka sudah tiada. 

 

toko buku di garut toko buku merpati


“Kinten-kinten tahun 50an mung abdi hilap tahun sabaharana mah,” jawab Ibu Asih, saya bertanya padanya tahun berapa toko buka pertama kali.

Mayoritas buku yang tersedia di sini adalah buku-buku berbahasa sunda. Semua bukunya disuplai oleh penerbit asal Bandung. Ada penerbit Pustaka Jaya, Kiblat, dan Ujung Galuh.

Dahulu ada lebih banyak penerbit yang menitipkan bukunya di sini, termasuk Gramedia. Namun bisnis perbukuan cetak menurun, penerbit berguguran. Gramedia sendiri baru buka tokonya di Garut tahun 2022 dan sejak itu buku terbitannya tidak lagi masuk ke Toko Buku Merpati.

Kutanyakan padanya bahwa tahun lalu saya berniat mampir ke toko, tapi tokonya sudah tutup meski belum pukul 4 sore. “Tabuh sabaraha buka tutupnya, Bu?" kutanyakan untuk konfirmasi.

Ibu Asih menjawab simpel: pagi dan sore. Kalau pagi kira-kira pukul sembilan dan sorenya tutup sebelum magrib, katanya. Bahkan, katanya lagi, kalau ia menyapu trotoar depan toko subuh-subuh, itu artinya toko sudah buka. 

 

"Serius, Bu?" tanya saya rada olohok. 

"Muhun atuh hahaha!" Ibu Asih tertawa renyah saat berkata demikian. Saya pun ikutan tertawa.

Saat ini ibu dua anak tersebut sedang menjalani masa pensiun. Waktunya lebih leluasa buat mengasuh toko. Sebelum pensiun, ia membuka tokonya sehabis jam kerja kantor.

Saya meresapi perkataannya. Punya toko buku, bekerja di kantor, sekarang pensiun, tokonya masih dalam pengasuhan. Wah sepertinya kehidupan yang menarik bila saya menilainya dari lapis permukaan saja. Utamanya jika pemilik toko adalah kutu buku juga.

 

toko buku di garut toko buku merpati

 

Namun menjual buku bukan pekerjaan mudah, lantas bagaimana dengan menjual buku berbahasa sunda?

Ibu Asih cerita bahwa pelanggan tokonya terdiri dari pegawai dinas pemerintah, guru dan anak sekolah dasar, lalu perantau.

“Perantau, Bu?” tanyaku rada bingung tapi saya dapat menebak arahnya ke mana.

“Muhun,” jawabnya. Ia melanjutkan, perantau orang sunda yang bekerja dan tinggal di luar pulau jawa dan luar negeri bila pulang ke Garut pasti mampir ke tokonya dan memborong banyak buku. Salah satu pelanggannya bermukim di Kalimantan.

“Buat obat kangen” ucapku, Ibu Asih mengiyakan. Biar serasa tidak jauh dari kampungnya mungkin, katanya lagi. 

 

Saat itu saya ingin memotret Ibu Asih tapi beliau berkata sedang tidak memakai kerudung. Tidak enak hati memotonya secara diam-diam, saya hanya meminta izin foto toko dan buku-bukunya saja. 


Penampakan tokonya seperti bukan buatan tahun 2000an. Tegel kuning kusam terlihat seumur dengan ayah saya, lemari buku yang rapi dan sunyi, etalase toko dengan majalah Mangle yang menggantung-gantung hening di sana. Semuanya, meski tidak tua-tua amat, terasa begitu antik. 


Saya menyimpulkan Ibu Asih sayang pada tokonya. Ia juga pembaca buku, dengan fasih dan lincah ibu berusia 62 tahun tersebut merekomendasikan berbagai macam judul.

Dibantu rekomendasinya, saya membeli tiga buku di sini. Total harganya Rp99.000. Tidak lupa saya minta cap tokonya juga di halaman pertama tiap buku sebagai tanda mata. Kenang-kenangan.


toko buku di garut toko buku merpati

 

Toko buku Merpati tidak berjualan online. Alamatnya di Jalan Ciledug 57 Garut.

Senin - Sabtu
Buka pukul 09.00
Tutup sebelum magrib

Mungkin hari minggu juga buka

 

Bila kamu datang ke sana dan mendapati tokonya tutup di antara pukul 9 dan sebelum magrib, anggap saja belum beruntung. 


Toko Buku Merpati ini ibaratnya kue-kue rumahan, diasuhnya dengan sentuhan pelan dan longgar, tergantung aktivitas pemiliknya. Subuh-subuh saja, jika kamu melihat seorang ibu-ibu sedang menyapu trotoar depan etalase toko, mungkin itu pertanda sudah buka tokonya.


toko buku di garut toko buku merpati