Social Media

Image Slider

Menginap di Hotel Koening Cirebon yang Oke Juga

28 January 2022

Pernah suatu kali di kota Cirebon saya menginap di hotel Koening. Hotel biasa aja bukan yang fancy. Kupilih karena harganya murah. Sekitar 200.000+++ tanpa sarapan. Waktu itu saya balik ke kota udang ini dalam rangka reuni. 

 

hotel koening cirebon


Lokasi hotelnya di Jalan Tuparev. Bila malam di sekitar hotel banyak jajanan. Jalanan pun ramai, tapi bisingnya gak sampai ke kamar yang saya inapi (di lantai 2, btw).

Dari hotel ke pusat kota mesti dicapai dengan kendaraan. Ini anggapannya pusat kota itu Alun-Alun Kejaksan. Juga kalo kamu cari toko oleh-oleh yang berada di Pasar Pagi dan Pasar Kanoman, maka lokasi hotel ini cukup jauh dari mereka. Naik ojek online nyampe lah 10 menitan ke Pasar Kanoman. Ditambah macet jadi 20 menit bisa kali.

Cirebon sekarang macet deh! terutama di perempatan Tuparev-Wahidin. Dan iya betul, Jalan Tuparev sendiri macet. Ramainya bukan main sih. Di Bandung bisalah mirip Dipati Ukur bawah area Unpad. 

 

hotel koening cirebon


Banyak furnitur tua di lobi hotel. Entah ini dahulunya bekas rumah tua atau emang sengaja dirancang gaya vintage.   

Ini bisa jadi hotel yang cocok buat kamu kalau hanya singgah untuk tidur. Sebab hotelnya bukan dirancang untuk senang-senang di hotel. Menurut saya, Hotel Koening buat anak kecil akan membosankan jika seharian hanya di kamar. Saya sendiri menginap sendirian dan hanya numpang tidur. Hehe.

Kamarnya nyaman walo ranjangnya gak empuk-empuk amat.
AC nyala.
Air gak ada masalah.  
Hot water tersedia.
Amenities ada (sabun mandi, sampo, dan sikat gigi dan pastanya).
Handuk bersih.

Televisi ada tapi gak kunyalakan sebab wifinya kencang. Seingat saya tidak ada channel tivi kabel. Channel televisiinya lokal dan nasional. Sebagai catatan saya menginap di sana tahun 2019 jadi mungkin ada yang berubah. 

 

hotel koening cirebon

hotel koening cirebon


Overall semua yang ada di sini serba cukuplah. Gak ada yang kurang, juga gak berlebih. Kebersihan kamar dan hotelnya juga oke.

Gitu aja ceritanya numpang tidur berbayar di Cirebon.

Makan Siang di Jalan Sancang, Murah Banget!

17 January 2022

Jalan Sancang jam 12 siang adalah tanda bukti kalo Tuhan menciptakan Bandung saat sedang tersenyum. Sebab di sana jalanan adem gak rusuh, teduh pula ada pepohonan. Berita baik lainnya: kita bisa makan siang di sana komplit lauk pauk dan nasi bayarnya tujuh ribu rupiah! Punya uang 17.000 aja bisa makan berdua ditambah sate ampela. Tandain ayo, Jalan Sancang! 

 



 

Bayangin makanan lezat yang dimakan tanpa keringatan karena cuaca panas atau jalanan yang sangar. Hehe. Harganya ramah sampai-sampai nih kalo kamu nanya berapa total harga pada pedagangnya sebelum makan, dia akan berkata "sok atuh tuang weh heula amanlah."


Betulan aman loh pedagangnya gak lip service aja. Juga bukan jebakan. 


Dicatat yah kali-kali pas tanggal tua sedang berkeliaran di tengah kota Bandung : Nasi Timbel Hatiku, Jl Sancang depan Masjid Sancang, pukul 9.00 s/d 15.00.

Ntar kalo kamu udah balik lagi ke Kopo, Bojongsoang, dan Cicadas baru deh kelihatan bahwasanya Tuhan menciptakan Bandung saat Ia sedang manyun. Hahaha. Becanda maap. 

 

 

Saya gak usah jelasin situasi tempatnya bagaimana, lihat saja fotonya. Kebayang lah meureun. Ada harga ada rupa, tenang saja kalo dari segi rasa mah sudah pasti nikmat. Kalo tempat mah selera saja preferensinya bagaimana.


Makanannya di sini khas masakan sunda.  Artinya ada lauk kering dan lauk basah. Contoh tumis waluh dan aneka macam pepes. Sambal pasti tersedia. Lalap-lalapan ada tenang aja. Kerupuk? Adaaaa! 


Minumnya gratis air teh hangat bergelas kaca bukan gelas plastik! 


Nuhun pisan pedagang makanan yang menyediakan gelas kaca. Pasti riweuh nyucinya matak saya doakan semoga pada panjang umur, sehat terus, bisa naik haji, dan bahagia! Amin! 

Menonton Love Story

15 January 2022

Pertama-tama, saya harus beritahu bahwa tulisan ini berisi spoiler film. Hati-hati. Udah saya ingetin nih, jangan ngambek. Hehe.

 

 

Yang seumuran saya mungkin ingat awal tahun 2000 di Metro TV pernah ada program pemutaran film satu minggu satu kali. Saat itu kutonton film judulnya Love Story. Film lama tahun 1970.

Muda mudi bernama Jenny dan Oliver, mereka berasal dari bibit keluarga berbeda. Si Oliver bangsawan, nama belakangnya Barret IV. Jenny rakyat biasa.

Kuliahnya Oliver jurusan hukum, ia menjalani hidup sesuai standar prosedur keluarga. Jenny ambil jurusan musik, sesuai kehendaknya sendiri. Tidak heran Jenny berjiwa free spirit dan Oliver menyukainya.

Oliver sangat memuja, mencintai, dan mengagumi Jenny.

Lalu ceritanya bergulir standar saja: pacaran bucin. Setelah menikah lebih banyak berantemnya, mulai dari cari kontrakan sampai kehabisan uang. Meski berantem melulu, mereka bucin banget. Gemes!

Pendek cerita Jenny sakit. Oliver mati-matian cari uang, memberi pengobatan untuk istrinya. Sementara Oliver sendiri kesusahan cari kerja. 

 



Menggenggam tangan Oliver di sebuah kamar rawat di rumah sakit, Jenny menghembuskan napas terakhirnya. Damai dan tenang.

Oliver bergegas pergi keluar rumah sakit. Berjalan dia ke arah taman (lapangan?) yang tertimbun salju. Pemandangan sekelilingnya warna putih, salju semua.

Suara piano sebagai backsound masuk. Pernah dengar lagu berjudul Where Do I Begin - Andy Williams? Instrumental solo piano bermelodi lagu itulah yang mendampingi duka mendalam Oliver sejak ia berjalan dari rumah sakit sampai dia duduk termenung di bangku taman.

Di ujung film, Oliver duduk di sebuah bangku panjang. Kamera menyorot zoom out punggungnya saja.

Monolog Oliver berkata, "what can you say about a 25 year old girl who died? That she was beautiful. And brilliant. That she loved Mozart and Bach. And the Beatles. And me."

Begitulah. Bila dilihat dari sudut pandang saya hari ini, bukan di tahun 2000, Love Story adalah film yang cringe sebetulnya. Namun entah mengapa tiap kali saya menceritakan ulang filmnya, terutama di bagian akhir, tubuh saya meresponnya berbeda: dengan air mata 🥺

Jajan Keripik Kiloan

13 January 2022

Udah beberapa kali nih saya beli keripik cireng. Tahu kan cireng, aci digoreng. Nah itu teh ada versi keripiknya.

Kira-kira tujuh bulan lalu sehabis vaksinasi covid-19 yang pertama, di tengah jalan pulang saya dan Indra mampir ke toko keripik kiloan. Di sanalah saya melihat keripik aci. Tokonya di sekitar Masjid PUSDAI.

Saya belilah sedikit. Gak tahunya keterusan abis enak, hehe. Namun kutemukan fakta bahwa gak semua toko keripik kiloan menyediakan keripik aci yang enak. Definisi enak adalah tidak floury, keripiknya tipis dan keras, bantat lah gitu. 

 


Terakhir kali saya jajan keripik kira-kira tiga hari lalu. Di Bojongsoang lokasinya. Toko Chika Cemerlang namanya. Ini toko yang kuperhatikan gak jarang bikin macet sebab pembelinya yang datang dengan mobil, parkirnya di jalan menghalangi kendaraan lain. Lha memang tidak ada area parkirnya di sini, orang-orang males kali cari parkiran di Bojongsoang di mana coba, paling ke supermarket terdekat.

Kucatat dan kubeli:

Kerupuk seblak 250 gram harganya 12.000
Gurilem manis 250 gram harganya 10.000

Rekomendasi keripik lainnya: keripik cireng tentu saja! Enak wkwkwk apalagi kalo ditaburi mie goreng telor. Cuma masih kalah rasa dari keripik cireng yang kubeli tujuh bulan lalu itu.

Antara satu toko dengan toko lain mungkin beda harga tapi harusnya gak beda jauh. Kitu weh atuh! Sok tah dipeser dipeser dipeser!
 

Membaca Yuni

10 January 2022

Biasanya, biasanya nih, film-film yang masuk kelas festival adalah film yang jujur, kelas sosial dan konfliknya diperlihatkan apa adanya. Tahu sendiri ya kejujuran macam begitu seringnya bikin sesak napas.

Dengan demikian saya sering menghindar dari film-film festival, lebih spesifik lagi yang kisahnya melibatkan konflik perempuan sebagai tokoh utama. Seperti film yang judulnya Yuni ini.

 


Beda dengan format buku. Sepedih apapun ceritanya saya sanggup baca. Nah begitu film Yuni rilis dalam bentuk novel saya langsung ikutan preorder.

Ceritanya gini. Yuni kelas 3 SMA. Tinggalnya di kota kecil, daerah Cilegon. Di sana lazim perempuan menikah usia muda (di bawah umur 20 tahun). Yuni menghadapi isu yang sama, begitupun teman-temannya.

Masih duduk di bangku sekolah saja, Yuni sudah dilamar 2x. Gadis ini mengalami kebimbangan, apakah teruskan sekolah atau menikah. Dia juga dihadapkan pada banyak kenyataan bahwa stigma sosial banyak dijatuhkan pada perempuan. Misal: menolak lamaran menikah itu pamali.

Meski gak seperti Yuni, saya sendiri sebagai perempuan sering ketemu peristiwa yang membuatku berpikir, mungkin Tuhan itu laki-laki ya? Ataukah jangan-jangan dunia ini dirancang untuk laki-laki saja?

Demikian. Saat saya membaca bagian akhir ceritanya, saya bertanya-tanya apakah Yuni: ***** **** ataukah ia jadinya *******?

Gini nih ciri khas film-film festival, bagian akhirnya sering berada di tangan penonton. Atau dalam kasus saya, di mata pembaca.

Ayo ditonton filmnya, atau seperti saya, dibaca novelnya 💜💜💜


Di Vila Isola

08 January 2022

Ini dia gedung tua favoritku di Bandung. Udah gak kehitung berapa kali saya lihat Vila Isola dan baru aja minggu lalu saya berkunjung ke sana. Terakhir kali main ke Vila Isola sebelum ada pandemi.

Dulu saya gak tahu ini gedung bagian depannya mana, sebab depan belakang kok ya sama cakep semua.

Orang kan bikin rumah depannya aja yang dirancang estetik, bagian belakang ya embuh. Tidak kalo Vila Isola yang ada di Bandung bagian utara ini.

 



Keistimewaan Vila Isola adalah skala ruangnya yang seperti kompleks istana. Ada gedung dan ada taman. Tamannya dua sisi pula depan belakang. Tiap taman ada kolamnya. Kamu tidak bisa memasuki gedungnya tapi kamu bisa nongkrong di tamannya.

Kesukaan saya banget nih duduk melamun di pinggir kolam yang menghadap ke kota Bandung. Bila cuaca cerah Gunung Malabar terlihat di ujung selatan.

Jika sore tiba sebaiknya sudah pulang sebelum magrib, lain nanaon banyak nyamuk aja jaba tirissss!

Sebelum kamu bertanya pada saya, “Vila Isola ada di mana?” silakan buka hapenya dan ketik ini google search engine: vila isola bandung.


Membaca Rapijali

06 January 2022

Nyampe juga ke seri terakhirnya Rapijali. Wah gak sangka bisa baca novelnya Dewi Lestari 3x di tahun yang sama. Hehe.

Udah saya tamatin nih buku terakhir dari trilogi Rapijali. Buku ini terdiri dari 745 halaman. Edan tebel pisan beda tipis sama novel Musashi.  



Dalam Rapijali kutemukan bahwa Buto dan Inggil adalah dua karakter komedi paling seru. Saya suka keduanya. Plot yang bertumpuk dan konflik yang terasa berat jadi agak ringan karena Inggil.

Ada juga yang namanya Sobariansyah, walo muncul sebentar tapi berkesan. Memang Dewi Lestari itu lihai banget menambah karakter baru yang numpang lewat dan mudah diingat.

Interaksi berbahasa sunda antara Ping dan Oding juga selalu saya tunggu-tunggu dalam Rapijali. Sebab lucu amaaat ya ampun! Beungeut Khong Guan itu loh disebut-sebut dalam novelnya.

Biasanya juga dalam novelnya Dewi Lestari pasti ada tempat yang jadi latar cerita. Gak cuma kampung, tapi juga kota. Di Rapijali ke-3 ini gak kerasa mendalam latarnya. Ada Jakarta, Lombok dan Sungai Kampar tapi yah selewat aja. Batu Karas Pangandaran udah puguh dari seri pertama juga ada.

Yah begitulah. Kalo pernah baca Perahu Kertas nah mirip begitu konflik ceritanya novel Rapijali. Saya lebih menyukai Aroma Karsa dan Supernova. Walo demikian semua seri Rapijali saya baca dan terhibur karenanya meski kupikir membuat trilogi dengan dasar cerita Ping dan Rakai agaknya berlebihan.

Tapi tolong ini bukan berarti saya tidak menyukai Rapijali. Gitu aja. Salam Kuah Lodeh! 😌

 

Tamasya Tiga Jam di Piknik Kopi Lembang

05 January 2022

Saya dan keluarga jalan-jalan ke Lembang hari minggu. Pukul enam pagi udah pergi. Sarapan sate kelinci dulu di Tahu Tauhid. Naga-naga di perut rada kalem barulah lepas landas ke Piknik Kopi Lembang. 

 



Sebelum kamu bertanya pada saya “Lembangya di mana, Teh?” coba dibuka hapenya dan cek sendiri di google map. Hehe.

Di sana kami hadir sebagai pengunjung pertama. Dipinjamkan tikar. Dibolehkan pakai bantalduduk. Dipasangkan hammock. Sekeliling kami padang rumput dan pepohonan. Ah damai sekali rasanya. Mengingat itu Lembang di hari minggu dan kami berada di sana tanpa kena macet dan tidak berebut tempat.

Hasilnya: tiga jam leyeh-leyeh. Pesan kopi, makan pisang goreng. Tamasya ditutup dengan menyantap ayam asap yang ibuku bilang pedagang ayam asapnya ganteng. Haha. Terus kami lihat kan ah iya betul ganteng amat!

Di antara kegiatan memamah itu kami tentu saja ngobrolin hal-hal yang kelewat selama kami menjalani hidup masing-masing.

Digitalisasi Aksara Nusantara oleh Merajut Indonesia

04 January 2022

Dahulu di bangku sekolah kita pernah belajar aksara nusantara, benar tidak? Sewaktu SMP saya memperoleh pelajaran aksara jawa. Hanya satu caturwulan dan proses belajarnya juga tidak intens.

 

Sayang pembelajaran aksara ini hanya formalitas kurikulum pendidikan saja. Pada akhirnya tentu saya lupa bagaimana menulis dan membaca dalam aksara jawa. Dalam keseharian pun kita tidak menggunakan aksara tersebut. Demikianlah budaya lokal tenggelam dalam hidup kita sehari-hari. Kamu juga mungkin mengalami hal yang sama denganku.

 

Bila diperhatikan, upaya digitalisasi aksara nusantara bukanlah hal yang baru. Meski segelintir saja orang yang mau mengusahakannya, tekad untuk menerapkan aksara nusantara ke berbagai perangkat gawai masih terus dilakukan.

 

Nah baru saja beberapa hari lalu saya menyaksikan instagram live dari sebuah akun bernama @merajut_indonesia. Judul IG livenya adalah Perjalanan Digitalisasi Aksara Nusantara dengan dua narasumber: Ratih Ayu (Divisi Pengembangan Usaha dan Kerja Sama PANDI) dan Ilham Nurwansyah (pegiat Aksara Digital).  


Karena IG live tersebut pula saya mengetuk web di tautan di bio @merajut_indonesia.  


Merajut Indonesia menampilkan upaya digitalisasi aksara nusantara sejak tahun 2020 yang dibentuk oleh PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia). Program digitalisasi tersebut disingkat menjadi MIMDAN (Merajut Indonesia Digitalisasi Aksara Nusantara).



Dipikir-pikir yah kapan sih kita gak pake smartphone dan laptop? Smartphone saja kita gunakan tiap hari.

 

Perangkat elektronik sudah jadi bagian hidup kita sehari-hari. Maka sudah saatnya (atau harusnya dari dulu :D) aksara nusantara mudah digunakan di platform smartphone dan windows, paling tidak . Bayangkan mengetik status di media sosial dengan aksara nusantara. Hehe.

  

 

MERAJUT INDONESIA - DIGITALISASI AKSARA NUSANTARA

 

Program Merajut Indonesia melalui digitalisasi aksara nusantara (MIMDAN) bersentuhan dengan hal-hal yang sifatnya digital. Misalnya: aplikasi web, aplikasi smartphone, basis data, pengarsipan digital, dan semacamnya.

 

Oleh karena itu kegiatan yang MIMDAN terus menerus lakukan adalah pengumpulan referensi aksara nusantara, pembuatan dan pengumpulan font, standarisasi aksara, pendaftaran aksara ke UNICODE, implementasi aksara dalam berbagai perangkat elektronik, dan masih banyak lagi.

 

Jadi digitalisasi aksara nusantara ini tujuannya gak hanya memindahkan font manual ke bentuk elektronik, tapi tujuan panjangnya justru lebih penting. Salah satu tujuannya adalah mengalihaksarakan sumber literasi aksara nusantara ke bahasa latin.

 

Contoh nih mau scan buku lebih mudah, kebayang gak ilmu pengetahuan dan pencatatan sejarah yang ada di kitab-kitab lama. Dengan bantuan digitalisasi aksara nusantara, proses pengalihaksara tersebut dapat dilakukan dengan efisien. Pengembangan ilmu pengetahuan bisa mengakar ke berbagai bidang.

 

Jadi nantinya aksara nusantara relevan dengan masa kini dan menjadi rujukan untuk digunakan peneliti dan akademisi.

 

Lebih dari itu, MIMDAN berupaya agar penggunaan aksara nusantara menjadi lebih popular. Dengan demikian usaha pelestarian budaya gak hanya sekadar jargon dan wacana.

 

 

Pengajuan Standarisasi Aksara Nusantara oleh PANDI – PENGELOLA NAMA DOMAIN INTERNET INDONESIA

 

PANDI adalah organisasi yang menginisasi pengawalan proses digitalisasi aksara nusantara ini. Prosesnya cukup Panjang, seperti mengajukan SNI (standar Nasional Indonesia) aksara nusantara kepada BSN (Badan Standarisasi Nasional). Nantianya standar tersebut menjadi acuan bagi produsen papan ketik komputer dan pengembang font.

 

Pengumpulan datanya juga tidak mudah. PANDI melalui program Merajut Indonesia (MIMDAN) bekerjasama dengan pemerintah lokal, pegiat budaya, akademisi, dan komunitas. Salah satu upayanya melalui kolaborasi seperti Kongres Aksara Jawa, Sunda, dan Bali. Hasil kongresnya menjadi bahan catatan dalam proposal yang diajukan ke Badan Standarisasi Nasional.

 

Ratih Ayu yang juga merupakan tim konsep Merajut Indonesia menjelaskan bahwa saat ini kegiatan digitalisasi aksara nusantara oleh PANDI juga didukung UNESCO. “BSN dan Unesco sudah setahun ini mendukung program Merajut Indonesia dengan memberikan speech di setiap program yang berjalan,” ujarnya.




Saat ini ada tujuh aksara nusantara yang bias diakses melalui platform digital:

Aksara Jawa

Aksara Sunda

Aksara Bali

Aksara Batak

Aksara Bugis

Aksara Rejang

Aksara Makassar

 

Tujuan standarisasi ini untuk menyeragamkan bentuk di berbagai platform digital. Ilham Nurwansyah selaku peneliti naskah kuno dan pengajar filolog di UIN Jakarta mengatakan bahwa aksara jawa, sunda, dan bali sudah dapat diakses melalui android. “Namun masih ada beberapa kekeliruan dalam tata tulisnya,” kata Ilham. Menurutnya kaidah penulisan aksara dalam platform digital perlu dibuat standarisasi dari segi font (tampilan kombinasi posisi aksara, rasio ukuran aksara).

 

Karenanya langkah yang diambil untuk standarisasi proses tersebut juga termasuk penyusunan tata letak papan tombol.



Dalam proses berbulan-bulan dari satu rapat ke rapat lainnya, proses mediasi, pengajuan, dan sebagainya, saat ini terdapat Surat Penetapan SNI untuk digitalisasi aksara nusantara yang dikeluarkan pada 30 November 2021.

 

SNI no. 9047 :2021 Fon Aksara Nusantara ditetapkan di Jakarta tanggal 30 November 2021 oleh Kepala Badan Standarisasi Nasional Indonesia: Kukuh S Achmad

 

SNI no. 9048 :2021 Tata Letak Papan Tombol Aksara Nusantara ditetapkan di Jakarta tanggal 30 November 2021 oleh Kepala Badan Standarisasi Nasional Indonesia: Kukuh S Achmad

 

Upaya yang panjang dan berbelit. Kebayang bila mengerjakannya sendiri pasti kesusahan bukan main. Namun Merajut Indonesia melakukannya Bersama-sama, merangkul pemerintah hingga komunitas. Semoga nantinya gak hanya tujuh aksara lokal yang dapat diakses di perangkat digital.  

 

Negara seluas dan beragam suku seperti kita kebayang gak sih aksara nusantara ada berapa banyak, pasti lebih dari tujuh, dan tentu saja tidak sedikit.

 

Lebih banyak dan detail tentang digitalisasi aksara nusantara dapat dibaca di merajutindonesia.id.

Dari Nol

02 January 2022

#30haribercerita

 

Saya berpartisipasi lagi dalam program #30haribercerita. Berhubung nih saya jarang banget menulis untuk blog, maka saya akan pergunakan momen berkomitmen saya pada 30 HBC untuk menulis ulang di blog.

Yah saking lamanya saya gak nulis. Selama pandemi saya jarang banget bepergian untuk jalan-jalan. Kebanyakan kerja melulu. Saya gak lagi review hotel, tempat makan, atau menulis cerita jalan-jalan. Asli sehari-hari saya hanya berisi Fish Express. Menemani kubil belajar. dan nonton di Netflix. Juga baca buku.

Sejujurnya saya juga mempertanyakan mau saya bawa ke mana arahnya @bandungdiary. Saya pingin jadi akun biasa aja, bukan akun ala-ala influencer. Dan rasanya saya sudah melakukannya. Apa sebaiknya saya ganti nama akunnya?

Dengan demikian saya cerita hal-hal yang saya kunjungi dalam keseharian aja buat akun instagram @bandungdiary. Bukan cerita yang fancy sebab begitu memang hidup saya. 


Namun untuk blog kupikir itu hal yang berbeda. Atau saya aja yang sebaiknya berhenti berpikir bahwa Bandung Diary seharusnya berisi rekomendasi wisata?

Ah yah kita lihat aja arahnya bagaimana seiring waktu berjalan. Fish Express membutuhkan saya lebih banyak ketimbang Bandung Diary rupanya.

Ciao.