Apa teman-teman juga ngeblog seperti saya? Bila iya, apa blognya bertema wisata?
Banyak ya blog yang sekarang temanya khusus tentang wisata. Blog
yang sedang teman-teman baca ini pun -Bandung Diary- topik utamanya wisata.
Wisata macam-macam jenisnya, dari kuliner, alam, sampai
dengan wisata buku, sejarah, budaya, olahraga, religi, dan masih banyak lagi
kategori turunannya.
Kalau disuruh milih kategori yang paling saya sukai,
jawabannya dua saja: sejarah dan budaya. Sukanya jalan-jalan sih, kalau tema
jalan-jalannya sejarah dan budaya, wuih saya tambah cinta.
Bagi yang hobi menulis, blog adalah salah satu media terkini
untuk menuangkan gagasan atau curahan hati. Bonus terbesarnya dari media yang
terhubung ke internet kayak blog : kita bisa share ke khalayak umum.
Ya sama, hobi saya menulis juga. Catatan jalan-jalan saya
ada di blog. Bila dulu menulis sebatas ruang antara saya dan tulisan
sendiri, sekarang ada ruang untuk pembaca. Kita bisa bersuara dan dibaca orang banyak.
Kenapa Wisata Sejarah dan Budaya?
Di umur saya yang ke 30, setengah hidup saya habis di
Indramayu dan Cirebon. Setengahnya lagi di Bandung. Bagian terbaiknya adalah saya bisa melihat dua budaya dari
dua sisi.
Sisi yang terlampau cuek ala orang pesisir dan sisi yang
kelewat halus ala orang gunung. Dua budaya ditempa alam, hasilnya beda-beda. Bila tidak mengenalnya memang lebih mudah berprasangka, tapi
kalau sudah tahu dalam-dalamnya, alamak indahnya perbedaan ini. Hihihi.
Terus gimana caranya mengenal dua budaya itu? Ya turun ke
jalan. Temui banyak orang, kenalan dengan beragam orang, baca sejarahnya, makan menu khasnya, dan datangi
situs-situs legendarisnya.
Mengenal sejarah Bandung sudah lebih sering saya lakukan.
Maklumlah posisi di Bandung, ya paling gampang jelajah daerah sendiri saja. Mencari
tahu di mana titik pertama kota Bandung, membaca sejarah perkebunan yang
menyangga ekonomi perkotaan, mengenal kehidupan menak-menak Priangan (termasuk
Bandung), dan masih banyak lagi.
Makin banyak tahu, kian penasaran saja rasanya. Pertanyaan
yang terjawab menggiring saya pada pertanyaan lain.
Ke kota lain sih gimana? Masa Bandung aja.
Tergantung kondisi tabungan. Hehehe. Yaiyalah traveling juga
butuh biaya. Makanya paling gampang jelajah kota sendiri, biayanya bisa
diminimalkan :D hihihi.
Saya usahain paling tidak satu kali dalam satu tahun
menyempatkan diri melihat budaya lain di kota lain. Termasuk kota asal muasal
saya.
Awal tahun ini saya pergi ke Cirebon. Satu kali kunjungan
masih kurang, dua kali menggenapkan. Di antara seporsi Empal Gentong dan Nasi
Jamblang yang nikmat, saya singgah ke masjid-masjid kuno dan berjalan kaki dari
Kampung Arab sampai Keraton Kanoman.
Berbekal buku-buku yang saya baca sebelum berangkat, saya
menyusun rute kunjungan. Walau saya sadar baru secuil saja yang saya ketahui,
tapi bisa mengenal lebih dekat sejarah dan kehidupan religi di Cirebon rasanya
menyenangkan.
Ketemu orang yang beda budaya tuh jadi tahu dan paham kalau, misalnya nih kenapa orang sunda kebanyakan (terutama yang di pegunungan) super ramah dan senang senyum, kenapa orang di pesisir cenderung cuek dan kalau ngomong langsung ke poinnya, kenapa orang di Timur tidak makan beras, kenapa di Aceh Islamnya kental, dan lain-lain dan masih banyak lagi.
Ketemu orang yang beda budaya tuh jadi tahu dan paham kalau, misalnya nih kenapa orang sunda kebanyakan (terutama yang di pegunungan) super ramah dan senang senyum, kenapa orang di pesisir cenderung cuek dan kalau ngomong langsung ke poinnya, kenapa orang di Timur tidak makan beras, kenapa di Aceh Islamnya kental, dan lain-lain dan masih banyak lagi.
Menulis Catatan Perjalanan, Menulis dengan Misi 4 Pilar
Bagian klimaksnya dari hobi jalan-jalan saya adalah
menuangkan kisahnya dalam sebuah catatan. Sebelum menulis, kita pasti mikir dulu dong. Apa sih yang mau
ditulis. Pengalaman macam apa yang mau kita sampaikan pada orang lain.
Ada pesan dalam tulisannya gak?
Ada gagasannya gak?
Atau murni mencurahkan hati saja bertutur kesan selama
berjalan?
Intinya sih sesekali bolehlah menulis dengan misi secara disengaja.
Misinya apa aja? Ya bisa apa aja: curhat, kampanye politik,
promosi produk, membuat citra, mencari uang, pengen terkenal, ya apa aja bebas
:D
Misi blog Bandung Diary apa? Nyuruh orang jalan-jalan
hahahaha. Ya gampangnya gitu sih. Tapi kalau mau dikerucutkan lagi, misi saya
bantuin orang jalan-jalan, gak cuma di Bandung tapi juga di kota lain.
Gak cuma bantuin orang jalan-jalan, saya juga pengen cerita. Pengen memberi tahu orang lain tentang apa yang saya lihat dan apa yang saya rasakan dalam perjalanan. Semacam FOMO lah, sindrom Fear of Missing Out alias saya harus tahu duluan dan orang lain harus tahu dari saya. Ahehehehe milenial speaking *milenial macam apa umurnya 30 tahun hihihi* Ya intinya sih saya seneng cerita dan saya mau ceritain ke orang lain.
Gak cuma bantuin orang jalan-jalan, saya juga pengen cerita. Pengen memberi tahu orang lain tentang apa yang saya lihat dan apa yang saya rasakan dalam perjalanan. Semacam FOMO lah, sindrom Fear of Missing Out alias saya harus tahu duluan dan orang lain harus tahu dari saya. Ahehehehe milenial speaking *milenial macam apa umurnya 30 tahun hihihi* Ya intinya sih saya seneng cerita dan saya mau ceritain ke orang lain.
Berhubungan dengan konsep membuat misi dalam tulisan tersebut, saya menemukan hal baru dalam acara Netizen Bandung Ngobrol bareng MPR RI yang
berlangsung di Hotel Novotel Bandung. Lucunya sih hal baru ini sebenarnya hal yang lama juga.
Hal barunya bernama 4 Pilar.
Hal lama bernama menulis dengan misi.
Dalam diskusi bersama MPR RI (20/5/2017) dan para para
blogger dari Bandung, saya diajak untuk menulis dengan misi khusus, yakni mensosialisasikan 4
Pilar MPR.
Pesan Persatuan, Pesan 4 Pilar MPR RI
Sebentar. 4 Pilar MPR itu apa?
4 Pilar tuh semacam pegangan kita sebagai warga negara
Indonesia. Secara kita ini terbentuk dari ribuan pulau, ratusan bahasa daerah, macam-macam
agama.
Dibangun dari perbedaan, lantas modalnya menyatukan perbedaan itu dengan
apa?Dengan 4 Pilar. Apa aja 4 pilar yang dimaksud?
NKRI
Bukan sekadar singkatan, Negara Kesatuan Republik Indonesia artinya beragam suku dan bahasa, Indonesia disatukan oleh tujuan dasar yaitu merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.
Bukan sekadar singkatan, Negara Kesatuan Republik Indonesia artinya beragam suku dan bahasa, Indonesia disatukan oleh tujuan dasar yaitu merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.
UUD 45
Pedoman dalam kehidupan bernegara.
Pedoman dalam kehidupan bernegara.
Pancasila
Ideologi negara Indonesia yang mengakui ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan.
Ideologi negara Indonesia yang mengakui ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan.
Bhineka Tunggal Ika
Semboyan negara Indonesia yang mempertegas keberagaman dalam persatuan.
Semboyan negara Indonesia yang mempertegas keberagaman dalam persatuan.
Kalau dibaca sekilas sebenarnya sederhana banget ya. 4 Pilar
itu kan kita pelajari di sekolah dasar. Tapi apa kita sudah benar-benar
memaknainya dalam kehidupan sehari-hari? Jangan-jangan cuma teori aja,
prakteknya gak ada.
Atau sebaliknya, sebenarnya kita udah praktekin tapi tak tahu kalau kebaikan yang kita lakukan berlandaskan 4 Pilar.
Atau sebaliknya, sebenarnya kita udah praktekin tapi tak tahu kalau kebaikan yang kita lakukan berlandaskan 4 Pilar.
Kayak saya yang setengah sunda setengah jawa plus muslim
juga, ketemu orang batak marganya ginting dan agamanya katolik. Kan benturan
budaya lagi tuh. Apa saling marah-memarahi? Saling menghindar karena alasan beda agama doang? Kan enggak.
Atau misalnya pas saya lagi jalan-jalan ke Cirebon dengan
Indra suami saya yang orang sunda. Terus kami sholat Dzuhur di masjid terdekat
lokasi kami berkeliaran. Masuk pelataran masjid, banyak orang sedang
beristirahat. Bertatap muka dengan mereka, Indra memberi senyum kepada orang-orang yang ia tidak kenal. Orang yang ia
beri senyum membalas senyum tidak? Ya tidak :D
Terus kami baper gak karena udah senyumin malah gak dibales
senyum? Ya enggak atuh.
Orang Sunda mah di mana-mana memang defaultnya senyum melulu, tapi orang
Cirebon gak selalu sih. Ada alasan kenapa kayak gitu. Kalau dijembrengin
satu-satu alasannya secara sejarah dan budaya ya panjang. Tapi intinya sih perbedaan kayak gitu harusnya gak mesti
jadi ribut lah. Beda budaya aja.
MPR dengan formula 4 Pilar memberi payung terhadap perbedaan
di negeri ini. Jadi gak usah takut merasa orang lain berbeda dengan kamu.
Negara ini gak homogen kok.
Pesan itu yang MPR RI ingin sosialisasikan pada masyarakat
secara luas. Bahwa perbedaan itu bukan masalah. Negara ini gak dibangun dari
satu agama yang itu-itu aja, suku yang itu-itu aja, dan daerah yang itu-itu
aja.
Dalam diskusi yang sebelumnya telah berlangsung di Makassar,
Solo, Palembang, dan Yogyakarta, MPR meminta kepada para blogger untuk meneruskan
estafet pesan 4 Pilar ini dalam tulisan.
Pulang ke rumah saya membuka dapur blog dan membaca tulisan
sendiri berulang-ulang. Bukan cuma blog, saya juga membaca ulang caption
foto-foto dan status di akun media sosial @bandungdiary.
Tulisan saya tentang perjalanan di Yogyakarta, Cirebon,
Sukabumi, Surabaya, Purwakarta, dan lain-lainnya termasuk catatan perjalanan di Bandung sendiri.
Apa saya sudah menulis dengan misi 4 Pilar tanpa sengaja? Apa
saya menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan rasa cinta pada negeri ini dalam
tulisan tersebut?
Bila terasa belum, saatnya sekarang menulis dengan misi memasukkan nilai-nilai 4
Pilar. Bila terasa sudah, ah apa iya? Sekarang waktunya menulis dengan misi sengaja memberi pesan baik kepada pembaca terhadap negeri yang saya pijak. Sebagai pembaca, tugas teman-teman meneruskan pesan tersebut pada orang-orang di lingkungan sekitar.
Selain melalui bidang seni dan budaya, menarik juga MPR RI turun dan sosialisasi langsung kepada warganya, yaitu kami warga pelaku digital (blogger).
Apa MPR RI juga turun ke sekolah-sekolah termasuk ke jalan langsung menemui warganya secara acak, seperti misalnya di Car Free Day? Kayaknya dampak sosialiasinya bakal lebih banyak dan langsung bila dilakukan demikian. Saran teman saya Hilman Mulya Nugraha dalam diskusi Netizen Bandung Ngobrol bareng MPR RI juga sangat aplikatif: bagaimana bila MPR RI memiliki akun media sosial yang dikelola secara atraktif dan komunikatif.
Bukan hanya blog, media sosial juga jadi corong menyebarluaskan 4 Pilar. Kalau informasi dari media resmi MPR RI jenisnya share-able dan retweet-able (ya kira-kira kayak akun GNFI yang mana favorit saya -Good News From Indonesia-) sosialisasi 4 Pilar jauh lebih mudah dan dijamin banyak yang share dan baca. Iya kayaknya akun GNFI itu udah paling cocok kalau mau dijadikan studi banding oleh tim digitalnya MPR RI.
Yak, siap berbagi peran menyuarakan 4 Pilar? Saya siap!
Selain melalui bidang seni dan budaya, menarik juga MPR RI turun dan sosialisasi langsung kepada warganya, yaitu kami warga pelaku digital (blogger).
Apa MPR RI juga turun ke sekolah-sekolah termasuk ke jalan langsung menemui warganya secara acak, seperti misalnya di Car Free Day? Kayaknya dampak sosialiasinya bakal lebih banyak dan langsung bila dilakukan demikian. Saran teman saya Hilman Mulya Nugraha dalam diskusi Netizen Bandung Ngobrol bareng MPR RI juga sangat aplikatif: bagaimana bila MPR RI memiliki akun media sosial yang dikelola secara atraktif dan komunikatif.
Bukan hanya blog, media sosial juga jadi corong menyebarluaskan 4 Pilar. Kalau informasi dari media resmi MPR RI jenisnya share-able dan retweet-able (ya kira-kira kayak akun GNFI yang mana favorit saya -Good News From Indonesia-) sosialisasi 4 Pilar jauh lebih mudah dan dijamin banyak yang share dan baca. Iya kayaknya akun GNFI itu udah paling cocok kalau mau dijadikan studi banding oleh tim digitalnya MPR RI.
Yak, siap berbagi peran menyuarakan 4 Pilar? Saya siap!
Teks : Nurul Ulu
Foto: Indra Yudha, Nurul Ulu