Social Media

Membaca Gadis Kretek

02 September 2019
"Jika matahari di timur, maka kopi lebih tepat dipadukan dengan kretek. Tetapi jika matahari di barat, tehlah yang berjodoh dengan kretek," gitu kata Idroes Moeria, bapaknya si Gadis Kretek. Seumpama saya pedagang kretek, saya bakal nyetak kutipan Idroes Moeria tersebut dalam banner dan memasangnya di toko.



Novel Gadis Kretek terbit tahun 2012. Lewat tujuh tahun saya baru baca bukunya. Iya gak apa-apa. Gak ada buku yang telat dibaca. 

Dari judulnya saja mesti tahulah novel ini temanya apa. Iya betul. Kretek, tembakau yang ditaro di kertas linting terus dibakar dan hisap. Kayak rokok. Kretek ini mbah leluhurnya rokok yang ada sekarang. 

Kretek identik dengan kota Kudus. Dalam novel ini Kudus malahan hanya numpang lewat. Latar ceritanya di kota M. Kota yang dimaksud mungkin Muntilan, Jawa Tengah. CMIIW.

Saya bertanya-tanya mengapa penulis novelnya, Ratih Kumala, menulis kota M dengan inisial. Sementara latar kota lain disebut lengkap: Jakarta, Magelang, Yogyakarta, Surabaya.

Novel ini ceritanya menarik banget.. Muatan budaya lokal suatu daerah bila dijadikan latar sebuah novel tuh beneran seru bacanya. Ditambah tulisannya Ratih Kumala sebagai penulis renyah dan mudah bacanya.

Novel yang plot ceritanya maju mundur ini bermula dari pencarian gadis Kretek bernama Dasiyah oleh tiga orang kakak adik, atas permintaan ayahnya. Jalan ceritanya seru banget karena menelusuri teka-teki Dasiyah dengan panduan cerita di masa kini, kolonial, jepang, dan revolusi. Era kelam di periode 1965 (PKI) juga ada ceritanya.

Konfliknya muter-muter di tokoh utama, Dasiyah, dan ayahnya, Idroes Moeria.

Menuju klimaks konfliknya makin seru banget! Pencarian Dasiyah terlihat ada ujungnya, tapi ada kejutan lain menunggu di sana. Pembaca kayak saya sih senang betul dengan kejutan begini karena gak ditunggu-tunggu tapi mendadak muncul dengan korelasi cerita yang baik. Kejutan ini melibatkan properti semprong petromak! Wah, mantap, Mba Ratih Kumala! (asa akrab heuheu).

Ada sedikit yang janggal kayak kemunculan tokoh Soeraja yang rada cepat nongolnya, padahal peran dia penting banget. Cerita yang lajunya udah enak dibaca kerasa agak ngebut jadinya. Seperti kebetulan yang dipaksakan. Untungnya hanya di bagian Soeraja aja, lain-lainnya tidak.

Penggemar kretek dan teh bolehlah baca novel ini. Di halaman 129-135 ada prosesi pembuatan kretek dan menikmati kretek yang sangat menarik dan intim. Hangat dan permai bacanya.

Ayahnya si Gadis Kretek ngasih rekomendasi menikmati kreteki: "jika matahari di timur, maka kopi lebih tepat dipadukan dengan kretek. Tetapi jika matahari di barat, tehlah yang berjodoh dengan kretek." Tehnya mesti teh poci, teh nasgitel.

Asli sih selama membaca novelnya saya pengen banget pergi ke warung dan beli rokok kretek, menggiurkan banget penuturan tentang kreteknya. Kretek yang saya maksud adalah kretek buatan Dasiyah.

Bisa kali ya suatu hari nanti saya nganjang ke Kudus, mampir ke toko-toko kecil di sana membeli kretek homemade. Pengen juga nyoba sekali kayak apa rasanya. Eh, masih ada gak yah kretek buatan rumahan di sana? Kretek tangan, maksudku. Seperti kretek buatan Dasiyah.

Silakan dibaca novelnya. Gak nyampe 300 halaman, enteng bacanya, terhibur dengan ceritanya. Bukunya cari aja di toko-toko online, beli buku original ya meski bekas yang penting ori.

Post Comment
Post a Comment