Social Media

Tidak Ada Macet di Cilacap

02 December 2022

Dari Yogyakarta saya tidak langsung kembali ke Bandung. Namun bersambang ke kota kecil yang jaraknya tiga jam dari kota Jogja, menumpang kereta api Joglosemar. Ongkosnya Rp75.000. Di kota kecil itulah terdapat kilang minyak Pertamina terbesar se-Indonesia, di Cilacap. 

 

jalan-jalan ke cilacap


Indra dan Kubil sudah duluan berada di sana. Sore-sore kereta api sampai di Stasiun Cilacap, Indra menjemputku dan langsung mengajakku keliling Alun-Alun. “Kotanya sepi banget, jalannya lebar-lebar, mulus, dan kosong!” katanya semangat.

Begitulah memang warga metropolis di kota kecil, kami memperhatikan kondisi jalanan. Bagaimana lagi sehari-hari yang kami lihat adalah kemacetan jahanam, trafik yang ruwet di Bandung. Di Cilacap semuanya terasa leluasa dan lega. Rasa-rasanya damai. Tidak ada cerita jemput anak pulang sekolah berangkatnya satu jam lebih awal supaya tidak kena macet. Tidak ada kemacetan di Cilacap.

Tiga hari dua malam di sini gak terlalu banyak kegiatan jalan-jalan yang kami lakukan. Makan dan bermotor keliling kota saja. Santai sesantai-santainya.

Highlight dari jalan-jalannya adalah menyusuri jalanan yang bersebelahan dengan Samudera Hindia. Wah kulihat ombaknya bergulung-gulung besar. Berbeda dengan ombak kalem nan tenang yang kulihat di pantai Tirtamaya, Indramayu. 

 

makan ikan bakar di teluk penyu


Kami menyambangi pantai sebanyak dua kali. Hari pertama ke Pantai Teluk Penyu. Di sana kami lihat pantai sebentar dan makan siang. Menunya ikan bakar, kupilih bawal hitam saja.

Rasa makanannya enak-enak. Namun hintnya ada pada rasa kecap, lezat sekali kecapnya! ada rasa manis dan gurih sekaligus, manisnya lebih kuat. Kutanya ibu pemilik warung makan, apa nama kecapnya. “Kecap Cap Kuntul,” jawabnya.

Sewaktu saya menyantap mie ayam di malam hari, di warung mie ayam yang kami pilih acak saja, kecap cap kuntul ada juga di sana.

Keesokan harinya kami meluncur lagi menyusuri jalanan tepi pantai. Kira-kira tiga jam saja bermotor mengelilingi kota dan pantai yang menjadi batas jawa tengah dan jawa barat ini.

 

jalan-jalan di cilacap


Bahkan gak sengaja saya lihat layang-layang naga. Ada sekitar tujuh orang yang memegang tali. Layang-layang dilempar ke udara dan wuzzzz terbawa angin kencang ala samudera. Ketujuh pria memegang tali kuat-kuat dan mengikatnya ke batang pohon.

Kami gak merencanakan kegiatan khusus di sini. Acak saja, kebanyakan tempat kami datangi karena ingin makan saja. Seperti yang terjadi di hari minggu pagi. Niatnya mau berjalan kaki ke arah Alun-Alun. Tahunya ada pasar kaget meriah di depan hotel kami menginap.

Ya sudah! Kami jajan saja di pasar kagetnya. Kami bertiga jajan makanan: cumi bakar, martabak ayam (enak banget), mencoba bakery buatan warga Cilacap (yang lezat!), menyantap kembang tahu bertopping bubur kacang tanah (unik yha!).

Sekilas dalam tiga hari melihat Cilacap memanglah gak cukup. Sebagai turis boleh kusebut kota ini menenangkan. Meskipun kotanya kota industri -ada Pertamina, Antam, PLTU, dan Semen Cibinong- tapi entah mengapa sepi-sepi saja.  

 

jalan-jalan di cilacap

 bangunan tua cilacap

 

Hawanya saja yang panas khas kota tepi laut. Lumayan membuat senewen buat orang Bandung yang terbiasa hawanya sejuk. Meski begitu saya gak akan menolak bila ada kesempatan kembali lagi ke Cilacap.

Oh ya kami menginap di hotel NS, dekat sekali dengan Alun-Alun dan bersebelahan dengan toko kue legendaris, Gayawati. Ada deh kayaknya saya jaja ke toko Gayawati empat kali. Hehe. Di malam hari di toko tersebut ada wedang ronde. Semangkok Rp15.000, harganya mirip harga-harga di Bandung.

Dari penginapan kami berjalan kaki sampai stasiun kereta api. Dekat banget! Kota yang menyenangkan. Kuharap kita bertemu lagi, Cilacap.

Post Comment
Post a Comment