Social Media

Berjalan Kaki Dari Astana Anyar, Sampai di Gedung Pakuan

06 June 2022

Ke Tegalega, kira-kira itulah ajakan saya pada Indra. Dari kapan deh dia mau hunting perkakas bekas di Jalan Astana Anyar. "Ya udah ayo sekalian aja besok," ajak saya, hari jumat waktu itu. 

 

Sabtu pagi kami sudah berada di Tegalega, pukul delapan pagi. Udara masih sejuk dan panas matahari belum mengigit. 

 

pasar loak tegalega
 

Bila belum tahu, saya jelaskan sedikit. Jalan Astana Anyar ini langganan macet. Ada terminal Tegalega di sana. Ada Pasar Anyar. Tambahan kalau pagi hari ada pasar loak perkakas, sorenya ada pasar loak produk fesyen. Beuh gimana gak macet. 

 

Namun kami bertiga pergi ke sana di pagi hari akhir minggu, menggunakan angkutan umum dan berjalan kaki. Jadi, bye macet! Hehe. 

 

Menyusuri pasar loak pastilah menyenangkan. Seenggaknya buat beberapa orang. Mungkin kamu di antaranya. Seperti saya, samaan dong kita. Hehe. 

 

Kenapa ya senangnya tuh apa penyebabnya? 

 

Mungkin karena saya gak menyetel espektasi apapun. Sehingga meski barangnya loak tapi dalam persepsi kita di sana everything is new, everything is interesting. Ada barang yang membangkitkan kenangan lama, ada juga yang malah baru ketahui kayak "ada ya barang kayak gini?!". Saya berucap demikian saat saya melihat ada kios yang menjual ring basket bekas. Rasanya seperti sedang beraksi seperti Mike dan Frank di The Pickers. 

 

Meski ada di pasar loak perkakas, Indra tidak belanja barang bekas. Dia beli sikat besi buat nyikat karatan di stang sepeda. Dia juga membeli celurit. Lalu saya membungkus satu alat asahan 10.000 saja harganya. Si Kubil membawa pulang mainan helikopter. Semua orang belanja, semua senang. 

 

pasar loak tegalega
 

Tinggal makan. 

 

Kami berjalan kaki dari Jalan Astana Anyar, melewati Jalan Ciateul, melintas ke Jalan Otista, dan berbelok ke Jalan Pungkur. Wilayah Kebon Kalapa di sana, seperti biasa kami menyantap sarapan pagi di Susu Ijan. 

 

Dipikir-pikir ya, ada banyak rekomendasi makanan. Coba saja lihat di instagram, twitter, dan sebagainya itu. Berpuluh-puluh rekomendasi kubaca, berlabuhnya selalu ke tempat yang sama. Otak tuh kayak udah malas mikir dan bertualang rasa. 

 

Kurasa ini bagian dari usia juga. Yah bagaimana lagi dijalani saja prosesnya. Haha apa sih. 


Kenyang di Ijan, kami berjalan kaki. Niatnya ke area Pasar Baru mencari stik kayu penggaruk punggung. Namun saya tidak serius mencarinya jadi saya pikir lupakan saja tujuan tersebut. Lantas saya mengajak Indra dan Kubil ke arah sana, ke arah Cicendo. "Mumpung searah," ucapku. 

 

Susu Ijan

 

Dari wilayah Otista, kami menyebrang ke Cicendo via jembatan durjana. Jembatan penyebrang yang melintas rel kereta api. 

 

Nah itu dia kulihat di ujung Otista nomor 1 ada rumah dinas gubernur Jawa Barat. Saat saya menulis ini, berita tentang kematian anaknya Ridwan Kamil masih lewat di timeline media sosial. Sebagai netizen, saya ikut sedih yang mendalam. Semoga keluarganya kuat dan tabah melewati masa-masa berduka ini. Innalillahi wainnailaihi rojiun. Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada Allah jugalah kami kembali. 

 

Kurasa inilah tujuanku sebenarnya pagi itu, ke Gedung Pakuan meski hanya melintas di luarnya. Kuanggap sebagai layatan. 

 

Kami bertiga berjalan kaki hingga depan stasion. Bis kami akan berhenti di haltenya. Kami pulang ke rumah. 

 

Post Comment
Post a Comment