Social Media

Blusukan Ala Geotrek Di Lembang Bandung Utara (Dua)

24 December 2013

Seperti kebanyakan kampung-kampung kaki gunung, gak sedikit rumah penduduk yang berpanggung dan dindingnya masih berupa bilik. Pak Bachtiar sempat mengajak saya melihat-lihat satu rumah yang cantik dan apik banget deh. Warnanya coklat dan banyak bunga yang jadi penghuni kebun kecil cantik milik penghuninya. Saya suka ngebayangin sih punya rumah model begini di kampung nun jauh. Cuma ngebayanginnya aja, kalo sampe kejadian.. euur gimana ya, kayaknya saya masih betah di kota euy. 

Berikutnya kami menuju rumah kuncen untuk minta ijin dan diantar ke situs Batu Lonceng. Cerita terkait tentang Batu Lonceng browsing aja sendiri yak. Huehehe :))

Situsnya terletak di dalam hutan kecil ternyata. Hutan tipis sih, gak terlalu jauh dari perumahan penduduk. Tapi tetep aja jalannya nanjak dan nanjak dan nanjak. Cape deh. Matahari juga panasnya menyengat banget. Huh hah heh. Keringat mengucur deras seiring kaki-kaki saya yang berjalan menanjak. 

Sama seperti kompleks Gunung Padang Ciwidey yang pernah saya kunjungi (Ciwidey ya, itu loh yang ada kawah Putihnya). Situs Batu Lonceng berada di antara belantara pepohonan. Teduh sekali. Ada dua pohon besar dan super gede yang memayungi kami semua. Lainnya, pohon-pohon dengan ketinggian standar yang juga gak kalah bikin ademnya. Padahal sepanjang jalan nanjak tadi gak nemu pohon-pohon besar. 

Situs ini mencerminkan budaya sakral yang kita anut. Ada keteduhan, ada kesepian, ada energi yang entah apa saya bingung menjelaskannya. Mistis, dingin, dan misterius, tiga kata yang mungkin cocok dengan suasana situs Batu Lonceng.
Batu Lonceng
Foto diambil dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/143758

Ada 2 jenis batu dan 1 makam yang bikin tempat ini disebut-sebut sebagai situs. Batu berbentuk lonceng, batu berbentuk kujang, dan makam seseorang yang panjangnya 2 depa (1 depa=1 bahu). 

Pertama, si Batu Lonceng. Batu yang kedua adalah Kujang Pangarang, karena bentuknya emang kayak senjata tradisional masyarakat Sunda yang kesohor itu, Kujang. Batu Kujang berdiri agak miring kayak Menara Pisa. Kata Pak Maman, kuncennya, kalau negara ini sedang ada masalah batu Kujang akan bertambah derajat kemiringannya dan sebaliknya. Percaya atau enggak, kalau kita mampu mengangkat Batu Lonceng, itu artinya keinginan kita akan terpenuhi. 

Usai angkat Batu Lonceng, peserta Geotrek dibolehkan buat melakukan ritual memeluk Batu Kujang dengan posisi duduk tertentu. Perempuan dan Laki-laki punya cara berbeda pas mau duduknya.  Posisi tangan kanan kita mesti merengkuh Batu Kujang. Tapi susah loh, gak ada satupun dari kami yang bisa memeluk batu Kujangnya. Diameternya padahal biasa saja. Kalau tangan kita bisa merengkuhnya, berarti rejeki kita banyak. Tapi kalau sebaliknya, ya artinya rejeki kita jelek. Jadi saya ogah meluk-meluk batu itu. Biar rejeki saya jadi misteri saja. Hahaha.
Batu Kujang
Foto ini diambil dari http://www.potlot-adventure.com/menikmati-sisi-lain-kota-lembang/
Kalau penduduk mempercayai bahwa batu tersebut mistis, punya nilai kesakralan yang tinggi dan nilai-nilai magis terdapat didalamnya. Kami, saya khususnya, gak percaya. Ya gak apa-apa juga. Pak Budi dan pak Bachtiar, yang dasarnya menggunakan ilmu pengetahuan, mengatakan bahwa batu tersebut adalah menhir. Dahulu kala pernah digunakan sebagai objek pemujaan oleh manusia purba. Beginilah kalau ilmu pengetahuan yang bicara. Hehehe.
    
Kelar dengan kunjungan ke Batu Lonceng, kami beranjak pergi. Menuruni jalan setapak yang tadi kami lewati. Sinar matahari entah kenapa begitu cepat berubah kadar panasnya. Sekarang sinarnya menunjukkan kehangatan. Hangat hangat sejuk gitu deh. Apa saya, tanpa sadar, kedinginan akibat situs batu Lonceng yang teduh itu ya? :D 

Usai solat Dhuhur, saya pergi ke tempat bis dan benda besar beroda empat ini membawa kami pergi. Tujuannya ke Cikole (Lembang) buat rekap perjalanan, ngeliat keseluruhan pemandangan pojok-pojok Lembang yang seharian kami kunjungi. Wow...Kalau mau coba deh masuk ke kompleks sekolah SMAP, Sekolah Menengah Pertanian di Cikole. Pemandangan Lembang keliatan, 180 derajat. Cantik sekali. Suka pisan saya. 

Dari situ pulang. Eh beli tahu dulu sih, terus baru benar-benar pulang. Hampir setengah perjalanan saya tertidur...

Udahan deh :D



Tulisan bagian ke satu bica dibaca disini.
Post Comment
Post a Comment