Social Media

Trip to Ciletuh 2: Meloncat-loncat di Batu Naga

24 November 2015

Dua perahu berukuran sedang mendekat ke pantai. Kami menaiki perahu bermesin Honda tersebut. 1,5 jam kami habiskan berperahu di lautan menuju Pantai Cikepek untuk mengunjungi Batu Naga. Kami gak berlayar ke tengah lautan sih. Masih di pinggir-pinggir aja.

Di perjalanan berangkat ini, euforia masih memeluk kami. Teman-teman sibuk berselfie di atas perahu. Begitu juga saya. Setelah beberapa saat, kamera (ponsel) saya simpan di tas. Waktunya menikmati pemandangan tanpa layar kamera dan beberapa lainnya masih asyik berpose. 

Sepanjang perjalanan berperahu, kami melewati beberapa bebatuan yang bentuknya unik. Batu-batu purba ini rupanya ada yang mirip kodok sehingga namanya Batu Kodok. Ada juga Batu Badak, juga ada batu yang dinamakan sama dengan alat kelamin laki-laki. Tiap nama sesuai bentuknya sih :D

Berdasarkan literatur yang saya baca, batu-batu purba di Ciletuh ini termasuk yang tertua di pulau Jawa. Ada sejak 50-60 juta tahun lalu. Kami gak mendekat ke batu-batu unik tersebut, cuma bisa motret dari kejauhan. 

Pantai Cikepek yang dituju mulai nampak. Para nelayan menepikan perahunya, saya turun dari perahu dan lupa membuka sepatu. Basah deh. Tapi panas siang itu durjana kok hingga sepatu saya kering lagi. Kering dan lengket tepatnya mah.

Turun dari perahu, masih semangat. Perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki menyusuri garis pantai. Pasirnya putih dan pemandangannya indaaaah sekali! banyak kerikil batu karang dan fosil terumbu karang.

Rasanya udah jauh dari mana-mana. Kayak lagi berada di pulau gak berpenghuni. 

Matahari sudah tepat di atas kepala saat saya masih harus berjalan kaki sejauh 2 km. Menuju situs Batu Naga, sedikit tempat berteduhnya, saya bagaikan roti yang dipanggang hidup-hidup oleh matahari. Air minum sudah habis, perbekalan makanan lupa dibawa, dan topi tanpa tali yang saya pakai terbang-terbang ditiup angin pantai yang kencang. 

Tiba di Batu Naga. Sepatu yang basah saya buka dan jemur. Nyeker, saya loncat di bongkahan batu-batu. Panas gila permukaan batunya. Tapi enak juga ya nyeker, kaki saya lebih kuat mencengkram bebatuannya dibanding kalau saya pakai sepatu. Berasa kayak cicak di sini, loncat dari satu batu ke batu lainnya. Emang harus loncat karena…batunya panas banget! :D

Batu Naga adalah sebutan dari penduduk setempat. Batunya berpunduk seperti kulit naga. Ada juga yang menyebutkan Batu Batik karena motifnya seperti batik. Terinspirasi dari motif bebatuan ini, warga lokal menciptakan kain batik bermotif Batu Naga/Batu Batik. 

Saya belum sempat mencarinya di Google euy, itu kenapa batunya bisa kayak gitu ya bentuknya? kayak batik, kayak punduk naga. Aneh banget! Bukan aneh jelek sih, ini lebih ke aneh yang eksotis. Apa yang terjadi dengan bumi sampai-sampai bisa membentuk rupa batu seperti itu?

Pemandunya gak cerita asal muasal batu berdasar ilmu pengetahuan. Nanti lah saya cari di google aja. 

So, cukup lama juga kami berfoto ria di Batu Naga. Cuaca sudah puaanassssss sekali. Merasa sudah cukup melihat batu tersebut, kami beristirahat di bawah pepohonan mangrove. Sambil makan permen dan minum perbekalan air yang sudah menipis, saya berusaha ngumpulin lagi energi yang habis karena sebagian besar disedot matahari sih.

Waktunya kembali ke perahu, saya mengenakan sepatu lagi. Berjalan lagi ke perahu rasanya seperti berjalan dengan kaki terantai. Euforia jalan-jalan sirna sudah. Semua orang mukanya capek kepanasan. Kelaparan juga. Dua kilometer kembali pulang ke perahu. Panas, berat, dengan alas kaki yang hampir selalu terbenam di pasir pantai Cikepek. 

Kang Asep, pemandu kami, berjalan santai seperti tidak kepanasan, juga tidak kecapekan. Sementara orang kota seperti saya, berjalan terengah-engah. Saya bukan lagi roti panggang, saya mulai terbakar. Roti bakar. Pokoknya saya berusaha berjalan secepatnya, ingin lekas sampai di perahu dan kembali ke daratan yang ada rumah makan dan warung yang menjual minuman. 

Trip pertama di Ciletuh: 1,5 jam menumpang mobil. 1,5 jam naik perahu. Dua kilometer berjalan kaki. Semuanya kalikan dua dengan bonus dipanggang matahari. Saya bukan lagi roti bakar, saya adalah roti bakar yang hangus. Hahaha :D 










1 comment on "Trip to Ciletuh 2: Meloncat-loncat di Batu Naga"