Social Media

Menabur Jejak Pertama di Desa Cicadas Panaruban (2)

15 December 2017
Pfiuh. Tidak ada genderuwo yang mengejar atau kuntilanak yang beterbangan. Hamdalah 😅

Kegelapan di belakang kami tinggalkan. Cahaya di depan mata kami songsong dengan hati lega dan otot-otot kaki yang semaput. Akhirnya sampai juga, kata Rangga. 

Rumah panggung yang saya inapi milik warga Desa Cicadas, seorang nenek-nenek yang disapa 'emak'. Saya tidur di kamar milik cucunya. Entah ke mana cucunya migrasi demi tamunya ini. Rangga dan Yogi tidur di ruangan depan. Mengampar. 

"Kalo anak-anak ada jadwal di sini, pasti pada nginep di rumah emak," Yogi membuka sesi perkenalan. "Udah kayak markas besar lah rumah emak teh," sambung Yogi. 

Rumah Emak masih berbilik, terdiri dari sedikit ruangan saja. Sudah nonton film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak? Nah mirip rumah Marlina itu lah. Bedanya, dua kamar di rumah emak tidak berpintu, menggunakan kain saja sebagai pintunya sudah.

Dapurnya, wah kalian mesti lihat dapurnya emak. Emak gak punya kompor, ia memasak dengan kayu bakar. Hawu, istilah bahasa sundanya.

Saya melongok ke dapur. Ada bapak tua berlutut di depan hawu. Menghangatkan diri. Siduru. Demikian istilahnya dalam istilah sunda. 

"Punten, Pak," saya membungkukan badan, tersenyum dan ikut bersiduru. Menebak dalam hati, mungkin ia suaminya emak. 

"Asli ti mana, Neng?" Ia bertanya. Sarung melingkar di lehernya. 

Saya menjawab sambil menyeruput segelas teh terenak yang pernah saya sesap "Indramayu, Pak."

Obrolan bergulir. Tidak lama karena hanya basa-basi. Kerjanya apa, anaknya berapa, asli mana, blablabla. Rincian obrolan malam itu saya gak ingat lagi. Yogi dan Rangga ikut berbaur dengan saya dan Bapak. 

Hampir jam 10 malam. Tidur di rumah orang asing bukan kebiasaan saya. Gak betah rasanya. Namun bila dalam setelan 'jalan-jalan', orang yang baru dikenal adalah saudara. 

Saya tidur sendirian. Desa Cicadas sudah lelap. Sepi berkuasa. Angin bersiul pelan. Di luar rumah sepertinya dingin. Di dalam kamar sebaliknya. Terasa hangat saja.



3 comments on "Menabur Jejak Pertama di Desa Cicadas Panaruban (2)"
  1. Gak ada fotonya, aku sampe googling tentang Cidadas dan HAAAAA CAKEP BANGET!

    ReplyDelete
  2. Gan boleh gak kita masukin ke web kita?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enggak boleh. Makasih udah nanya, tapi plis gak usah.

      Delete