Social Media

Image Slider

Revolusi Mental Dalam Media Sosial

31 July 2017
Masih ingat jargon 'revolusi mental'? Jargon itu masih kepake terus sampai sekarang. Gak cuma di bidang pekerjaan birokrasi dan instansi pemerintah, revolusi mental juga sekarang kepake di dunia media sosial. 

Nyambung di sebelah mananya revolusi mental dengan media sosial? Lah coba berkaca dan bertanya pada diri sendiri, selama ini mental kita menggunakan media sosial kayak gimana sih, gampang kepancing isu yang beritanya kita baca di timeline facebook? bikin status ujaran kebencian? share link-link yang menyajikan berita hoax? 

Pernah gak kayak gitu? kalau pernah dan masih, naaaahhhh mentalnya mesti direvolusi.

Berkenaan dengan hal tersebut, Bandung Diary diajak menghadiri acara dari Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (disingkat Kemenko PMK) pada hari senin (24/7/2017). Acaranya non formal sih, ceritanya mah diskusi bersama netizen. Temen-temen bisa cek tagar #AyoBerubah2017 #NetizenBandung.

Dalam acara tersebut hadir juga para relawan TIK (teknologi Informasi dan Komunikasi). Wajar aja sih saya diundang, sehari-hari makanannya facebook, instagram, twitter, belum lagi blog. Saya udah sebut aplikasi chat belum? whatsapp juga kan termasuk teknologi digital sih. Bukan media sosial tapi arus informasi yang masuk di aplikasi chat sama hebohnya dengan media sosial. Hehe. 

Sosialiasi jargon revolusi mental di media sosial sebenernya bukan hal baru. Udah banyak yang menganjurkan untuk menggunakan internet dengan baik dan menyebarkan konten positif.

Kalo yang saya tangkap dari paparan pembicara dalam acara tersebut (yang mana pembicaranya adalah Kepala Dinas Kominfo Kota Bandung, ketua relawan TIK, dan koordinator program Kemenko PMK Ngobrol Bareng Netizen), intinya mah tentang beretika di media sosial. 

Yup. Saya ulangi: beretika di media sosial.

Apa aja emangnya etika dalam media sosial? Kalau yang saya catat nih dari obrolan di acara tersebut: 

Sabar
Jangan terburu emosi. Sabar dulu. Endapkan emosinya supaya dapat sudut pandang lebih objektif dan jernih.  Kalo gak sabaran nih gampang tersulutnya. Ada kejadian heboh aja langsung share berita di hari yang sama. Emang sih ada juga penyakit FOMO, fear of missing out. Tapi gak semuamua harus fomo lah apalagi kalau ada kejadian menarik isu-isu sensitif kayak suku, ras, dan agama.

Cek ricek berita
"Gampang kok mau cek hoax, tinggal buka akun www.turnbackhoax.id aja," begitu salah satu relawan TIK malam itu berkata. Cuma nih, yang saya perhatiin mah orang percaya pada berita-berita yang sedari awal sudah sesuai dengan keberpihakan orang yang bacanya sih. Ribet ya. Gimana caranya menarik diri agar lebih jernih melihat bahwa tidak semua pihak yang kita bela selalu benar dan tidak semua hal yang kita benci selalu salah? Ini masih jadi pertanyaan untuk saya sih. 

Membangun optimisme
Ah ini mah gampang sebenernya. Sering-sering baca situs Good News From Indonesia! Seneng deh baca berita bagus tentang Indonesia di sana. Kita butuh lebih banyak situs kayak gitu. Good news semua isinya dong. Dari berita tentang atlet yang mengharumkan nama negara kita di kancah internasional, sampai profil wirausaha yang tangguh dan sukses besar, juga ada artikel-artikel tentang penemuan sampai dengan wisata. Artikel-artikel yang ada di situs kayak gini mestinya yang banyak dishare. Menumbuhkan harapan soalnya.

Sebagai tambahan informasi, pada tahu gak sih kalau Gerakan Nasional Revolusi Mental ini ada Inpresnya? gila ada regulasinya segala dong!

Coba cek deh Inpres 12 tahun 2016. Dalam Inpres disebutkan kayak gini: Revolusi Mental adalah gerakan sosial untuk mengubah pola pikir, cara pandang, sikap-sikap, nilai-nilai, dan perilaku bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia yang daulat, mandiri, dan berkepribadian.

Hwuidiihhhh! Cita-cita luhur yang menurut saya jalannya masih panjaaaaaaang sekali. Bukan gak bisa diwujudkan sih, hanya saja revolusi mental tuh buat saya sama kayak mengubah budaya. Bukan budaya dalam arti tradisi-tradisi lokal, tapi budaya sebagai perilaku yang tertanam udah kelamaan gitu.

Tapi bisa kita mulai merevolusi mental dari diri sendiri, keluarga, teman-teman, lingkungan kerja, tempat tinggal, ya pokoknya dari unit terdekat lah. Dimulainya sekarang, ditunga-tunda mah atuh kapan mulainya :D


Sosialiasi tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) ini nih yang jadi kerjaannya Kemenko PMK. Acara yang saya hadiri termasuk dalam rangkaian panjang acara mereka. Ngobrol bareng netizen ini cuma salah satunya aja. Kementrian juga mengundang anak-anak sekolahan dalam rangka sosialisasi GNRM. Bukan cuna di Bandung kok, tapi juga udah kayak roadshow datangin banyak kota-kota di Indonesia.

Supaya sosialisasi makin santer gaungnya, Kemenko PMK mengadakan kompetisi games, aplikasi, foto dan video.Cek deh di Instagram @kemenko_pmk.

Kunjungi juga website www.revolusimental.go.id.
 



Teks : Ulu
Grafis : Kemenko PMK

Kita Udah Melek Tentang Literasi Digital Belum?

29 July 2017
Kian hari rasanya kian deras arus informasi yang kita konsumsi. Iya gak sih? Buka media sosial aja banyak banget berita rekomendasi. Dari toko-toko online sampai portal berita. Bagian menakutkannya adalah seolah-olah internet bisa membaca karakter kita seperti apa uhuhuhuhu. 

Kayak misalnya, kita sedang baca berita yang nyerempet politik, tahu-tahu bermunculan iklan berita portal yang isinya politik semua. Pernah juga saya hunting artikel tentang wisata di Yogyakarta, dalam hitungan detik saya menerima email dari Tripadvisor (yang memang saya subscribe) tentang 6 tempat seru-seru di Kota Gudeg itu. Pas lagi cari penginapan, tiba-tiba nongol link dan foto rekomendasi penginapan di sela-sela timeline facebook saya. Saya habis share foto dari portal 9gag pun internet tahu. Saya pengen belanja sandal aja internet udah langsung sigap kasih pilihan barang. Buset. Internet memang gesit dan cekatan. 

Tapi sebagai penggunanya, kita ada di posisi kayak gimana sih? Terutama kita nih, saya dan kamu, sebagai perempuan, apa kita korban konsumerisme aja? 


Untuk itu saya datang ke acaranya Serempak, sebuah portal khusus informasi seputar perempuan (utamanya ibu dan perempuan). Serempak mengadakan roadshow seminar ke beberapa kota. Bandung di antara kota yang mereka datangi. 

Membawa judul Literasi Digital Generasi Milenial

Saya kan generasi milenial. Kelahiran 1985, saya berada di urutan ke 5 dari orang-orang yang lahir dengan status generasi milenial. Kalau gak salah generasi pertama dari milenial ini dihitungnya dari orang kelahiran tahun 1980. cmiiw. 

Berlangsung pada hari kami (20/7/2017), seminar ini berlokasi di Aula Masjid Mujahidin di Jalan Sancang no. 6 Bandung. Ada tiga perempuan yang menjadi narasumber. 

Narasumber ke-1: Yulis Widyo Marfiah dari Kementrian Kominfo. Dalam paparannya, ada beberapa hal yang menarik untuk saya. Yaitu tentang program pemerintah (melalui kementrian Kominfo) untuk membangun infrastruktur non komersil di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan di batas wilayah Indonesia. 

"Bukan hanya membangun jaringan sinyal internet, kami juga mengusahakan untuk menciptakan ekosistemnya," tutur Ibu Yulis. Kalau saya tidak salah dengar, beliau mengungkapkan bahwa tahun 2019 menjadi target di mana paling tidak ada 118 wilayah yang sudah aktif sinyal internetnya. 

Wah saya apresiasi banget usaha pemerintah untuk menyediakan jaringan internet ke daerah-daerah jauh begitu. Bila internet digunakan secara benar, kerasa banget kok manfaatnnya. Memberi kabar bisa cepat, menawarkan barang dagangan produk dan jasa bisa memangkas banyak jalan yang berbelit-belit, mencari ilmu pengetahuan pun sekerjap mata saja. Sudah saatnya wilayah kategori 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal) bangun dari kemiskinan. Potensinya banyak dan dari potensi tersebut, wilayah 3T seharusnya bukan lagi daerah tertinggal, tapi termaju dalam hal kesejahteraan, iya gak sih? iya dong. 

Generasi milenial di sana pada ngapain? di sini nih di pulau Jawa, udah pada bikin toko online, bikin akun youtube, belajar via google doc, bertani dan memasarkan produk pertaniannya via facebook. Udah saatnya orang-orang di wilayah 3T juga melakukan hal yang sama. 

Internet memang membawa dunia modernitas yang gak berbatas. Tapi sesungguhnya kan yang penting penggunanya gak lupa akar tradisi. Ikuti zaman boleh, mempertahankan budaya mah wajib. 

Narasumber ke-2 : Indari Mastuti, seorang pengusaha dan (kalau saya boleh bilang) aktivis sosial dan pendidikan. Ia membuat komunitas khusus ibu-ibu, yaitu Ibu-ibu Doyan Nulis dan Ibu-ibu Doyan Bisnis. Ya siapa lagi yang bisa membantu satu sama lain kalau bukan perempuan itu sendiri kan? Indari berangkat dari alasan tersebut. 

"99% pekerjaan saya tuh dikerjakan dari rumah," cerita ibu dua anak ini. Selain mengasuh komunitas perempuan, Indari dan anaknya yang berumur 9 tahun membuat sekolah gratis bernama Sekolah Gratis Indonesia. Sekolah ini menggunakan platform digital untuk berbagi materi pelajaran, platformnya Telegram. 

Dari cerita Indari (yang menceritakannya dengan nyala api alias semangat pisaaannn), kerasa banget kan internet emang berdaya guna untuk pemakainya. Bukan cuma stalking atau skroling aja. Wkwkwk. Bila melihat upaya beliau memanfaatkan teknologi, Indari menunjukkan kalau dengan internet kita bisa jadi produsen. Gak cuma jualan produk mencari keuntungan, tapi juga bisa dapat benefit (keuntungan bukan uang). 

Narasumber ke-3: Andalusia Neneng Permatasari, Dosen Fikom Unisba. Tidak banyak kalimat pembuka, Andalusia secara lantang langsung menyatakan "literasi digital artinya pengguna berperan sebagai produsen, bukan cuma konsumen." 

Balik lagi ke pertanyaan saya di awal tulisan ini. Sehari-hari terpapar informasi, kita ini apanya internet sih? 

Melalui keterangan yang saya dengar dari Andalusia, saya jadi kayak bertanya ke diri sendiri. Saya ini konsumen aja atau produsen juga ya? Baru juga lagi mikir kayak gitu, ibu dosen ini kembali mengatakan sesuatu. "Literasi digital itu artinya pemakai internet harus kritis dan evaluatis terhadap apa yang mereka baca di internet."

Hwedew. Pertanyaan di benak saya bertambah. Saya udah kritis belum saat membaca berita di internet? saya evaluasi gak beritanya? 

Dalam porsi makan siang yang saya lahap, kepala saya masih bertanya-tanya. Entahlah sudah ketemu dengan jawabannya atau belum Tapi kalau dipaparkan ilmu yang dibagikan narasumber dan diaplikasikan ke diri sendiri kira-kira begini.
  1. Sewaktu saya membuat blog Bandung Diary ini, saya merasa saya adalah produsen. 
  2. Saat saya membaca berita dan saya tidak menyukainya, saya memilih fitur Hide Post.
  3. Saya mengambil langkah paling 'radikal' yaitu Report Account, bila saya rasa informasi yang mereka bagi sudah meresahkan. 
  4. Emang sering tergelincir emosi jiwa waktu baca berita dengan informasi (dan judul) yang provokatif, tapi saya usahkan paling enggak langkah pertama menahan diri dengan: tidak share berita, khususnya yang sedang hot banyak diobrolin. Serap aja dulu informasi, cari berita pembanding, tunggu agak reda agar berita yang muncul berimbang. Ya berita mah subjektif sih gimana propaganda pemilik situsnya, tapi kan kita bisa tarik kesimpulan sendiri. Yang penting mah kritis dulu, terus evaluasi. 
  5. Gak banyak baca berita-berita yang provokatif selama sedang masa PMS hahahahaa. Akuilah wahai perempuan, kita (saya sih) sering banget jadi korban emosi diri sendiri. Hormon lagi acak-acakan, baca berita tuh bawaannya pengen share mulu disertai caption yang nyinyir. Wkwkwkwk. So yah, mulai tahu diri lah kapan kita sedang baper dan kapan kita sedang dalam kondisi 'kalem'.
  6. Emang menyenangan berseluncur di internet. Pengennya apa, tinggal cari. Sekarang aja kalau saya mau nonton di bioskop, saya ketik dulu judul filmnya di google buat cek rating filmnya. 
  7. Emang susah buat nahan diri gak cek akunnya Awkarin, tapi seriusan kalau buat mengamati aja mah gak apa-apa sih. Hanya untuk cek pergaulan internet di negara ini udah kayak apa wkwkwkwk. Kan balik lagi ke prinsip literasi digital: kritis dan evaluatif. 

Kalau apa yang saya lakukan dihubungkan dengan konsep literasi digital, itu poin-poin yang udah saya kerjain sih. Kalau kamu gimana? 

Terima kasih Serempak untuk acaranya yang bermanfaat 😀 Follow akun Serempak di Instagram @serempakid dan kunjungi website serempak di laman http://www.serempak.id/.



Matasora : Festival Musik yang ada Kid Playgroundnya!

26 July 2017
Udah tanggal berapa sekarang? Gila udah 27 Juli aja. Barusan sempat melihat sebentar tulisan di blog ini selama bulan Juli. Waaaks cuma tiga tulisan! So much for productivity 😂

So mari kita kemon perbarui apa aja yang udah saya alami selama beberapa waktu belakangan ini di Bandung. Wkwk. 

Minggu lalu saya dan Indra main ke Matasora, sebuah festival musik khusus genre world music dan folk. Hei tentu saja anak kami, Nabil, kami ajak serta. Dalam pengumuman acara yang saya baca di Facebook, tercantum informasi dalam dua kata: KID FRIENDLY. 

What! festival musik yang ramah anak? Wah beneran ini teh...Yaassssss! 

Matasora berlangsung selama dua hari. Sabtu dan minggu, 22 dan 23 Juli 2017. Dalam tiketnya tertulis acara dimulai jam 11.00. Lah pas saya cek lagi ternyata mulainya jam 1 siang. Saya dan Indra membeli tiket untuk masing-masing dari kami. Sementara Nabil mah gratis, masih anak di bawah umur so gratis! 


Tiket masuknya 250K (Btw thanks terima kasih hatur nuhun kepada Ghera dari Genpi Jabar!). Menurut saya untuk festival di Bandung, harga ini kemahalan euy. imho. Adik saya bilang, pada hari minggu tiketnya turun ke harga 75K aja. 

Setelah hari Sabtu yang super sibuk, kami menyempatkan datang di hari Minggu. Pas pula jam 1 siang. Hohoho. Dan suasananya masih sepi. Ada sih beberapa orang, tapi untuk acara sekelas festival, ya termasuk sedikit. Akan tetapi justru blessing in disguise banget alias ada untungnya buat kami. Hohoho. 

Masih banyak ruang yang lengang. Bisa duduk dengan nyaman. 

Matasora berlangsung di kompleks gedung Kereta Api Indonesia di Jl. Sukabumi. Saya pernah main ke tempat ini sewaktu festival kuliner paling asoy se-Bandung (pengennya sih nyebut se-Indonesia 😃) yaitu Keuken. Dan begitu tahu kalau Matasora diadain di salah satu tempat yang menurut saya asik banget (kompleks gedung KAI), saya udah ada feeling kayaknya acaranya asyik nih. 

Ternyata emang asyik! 

Seru banget sih enggak. Ditambah saya bawa anak. Memang terasa sekali menikmati festival musik tidak 'seindah' saat masih berdua dengan Indra. But i don't mind. 

Masuk ke venue Matasora, dekorasinya sederhana kok. Atau mungkin karena tempatnya luas banget ya jadi terasa dekorasinya gak terlalu heboh karena banyak ruang yang gak kepake. Begitu masuk langsung ketemu jajaran kuliner. Yaiya saya langsung jajan wkwkwkwk. Sementara itu Indra dan Nabil langsung menuju venue musik. 

Saya menyusul dan sesampainya ke dekat panggung...lho? beneran ini tempat duduknya dari bantal kacang? wkwk! 

Beneran dong. Duduklah saya dan langsung makan-makan sambil ngecas ponsel. Makanan habis, kami berdua duduk santai menikmati penampilan tarian Bali yang indah sekali (juga syahdu!). Sementara itu si Nabil main boneka kayu dinosaurus yang kami bawa sebagai bekal 'mengurangi gangguan' Nabil. Kalau kamu orang tua, pasti tahu maksudnya. Ehehehe. 

Senangnya bisa nonton acara musik dengan posisi duduk yang nyaman, gak berjejalan. Gak ada asap rokok (KARENA EMANG DILARANG MEROKOK DONG! HOREEE). Ah nikmatnya. 

Udah gitu Nabil mulai bosen, saya bacain buku dinosaurus (yang lagi-lagi emang sengaja saya bawa wkwkwk) dan Indra tertidur. Lama-lama Nabil cranky. Indra bangun dari tidurnya dan kasih dia makan. Anak wewet ini masih bosan. Ah ya udah kami pindah lokasi. Ke mana? ke kid playground! wkwk. 

Dan ya sudah kami nongkrong aja di tempat permainan anak-anak dong. Hahahaha. 

Bagian menariknya adalah tempat bermain anak-anaknya seruuuuu! Ada workshop bikin tie dye, masak-masakan (yes, anak laki-laki juga dong main masak-masakan), bikin parasut, main sondah, mancing ikan, main gasing, dan beberapa lagi saya lupa nama permainannya). Nabil cobain main di semua jenis permainan. 

Saya sempet tinggalin Nabil untuk nonton Rubah Di Selatan. Ah saat itu hujan masih gerimis. Pas saya duduk di depan panggung, hujan guedeeeee! Wkwkwk. Ah ya sudahlah nonton Rubah Di Selatan dari jauh aja. Sampai tibalah sore menjelang dan kami putuskan pulang. Itu pun karena Nabil yang sudah kecapekan. 

So yeah, saya gak menikmati banyak acara musiknya. Lebih banyak berada di tempat bermain anak-anak. Di jalan pulang, saya dan Indra memutuskan akan kembali ke Matasora jam 7 malam. Demi apa? DEMI NONTON SAMBA SUNDA! Ah mereka adalah cinta lama kami. Samba Sunda dan Saratus Persen, untuk mereka lah kami datang ke Matasora. Tapi gak kesampaian nontonnya uhuhuhuhu. Abisnya sampai di rumah terasa benar badan sudah capek. 

Sayang juga sih. Sebuah festival, menurut saya, makin malam makin 'liar. Yang bagus-bagus keluarnya malam hari hohohohoho. 

Tapi ya sudahlah. Menyaksikan Rubah Di Selatan juga sudah menyenangkan. Sebelum musik folk ngehits kayak sekarang, sewaktu saya masih kuliah, world music adalah musik-musik seksi semacam folk yang digandrungi sekarang. Samba Sunda dan Saratus Persen udah kayak rajanya world music saat itu. Cuma dulu mah gak ada instagram dan youtube aja sih heuheuheu. 

Perpetaan musik saat ini sudah banyak berubah. Bahkan sebuah festival musik sekarang menyediakan tempat bermain anak-anak. The game is changing. Rokok yang sangat dekat citranya dengan festival musik malah dilarang. It takes guts to banned rokok-rokok yang uangnya kenceng banget itu. So tentu saja saya sangat mengapresiasi Matasora. Ohiya satu lagi: di festival ini ada banyak pojokan tempat sampah! Namun entah itu tempat sampah kalau malam kelihatan enggak. Ehehehehe. 

Di festival ini saya makan burgernya Jonn and Sons Jon, sate bebek, dan sate padang. Biasa lah nyari yang harganya terjangkau dengan porsi edan bikin kenyang wkwk. 

Matasora 2017 adalah yang pertama. Tahun depan bakal ada lagi dan yes tentu saja saya akan datang lagi (dan semoga bisa nonton sampai malam hahaha)! Dan ya saya sarankan kalian juga datang (kalau suka musik 😃) dan semoga harga tiketnya bisa lebih murah dari harga tiket di tahun ini sih. Follow Matasora di instagramnya @matasora.wmf

PS: saya bisa berfoto dengan Ganiati! Horeeeeewwww! 




di depan tenda tempat bermain anak-anak




nonton Rubah Di Selatan (sambil kehujanan)
Ganiati! 
foto bareng Ganiati! ahahahah


Teks : Ulu
Foto : Ulu, difoto pake ponsel

Cara Pake Bike Sharing Bandung dan Pengalaman Pertama Pake Boseh

10 July 2017
Di tulisan sebelumnya saya udah kasitau kalo mau nyobain pake Boseh, bike sharing Bandung yang terbaru banget nih munculnya. 

Cari lokasi stasiunnya gak susah karena saya udah follow akun @bdgecotransport dan dari mereka lah saya tahu di mana aja lokasi stasiun Bike Sharing Bandung ini. Eh follow juga akun @dishubkotabandung ya, mereka ngasi informasih pertamax banget lah tentang Boseh ini hahaha mantap! 

Saya putusin ke stasiun bike sharing yang ada di Alun-alun Utara. Gila ya ternyata masih musim libur anak sekolahan, rame banget udah banyak orang di Alun-alun. Kebanyakan sih pada main di lapangannya.

Jam 6 pagi tuh awalnya saya udah niat mau pake sepedanya. Terus Teh Astri -yang udah lebih dulu make Boseh- kasitau saya kalau sepedanya baru bisa dipake jam 9 pagi. Whaaatttt! Huhuhuhu atuh lah jam 9 pagi mah udah panas huhuhu.

Baca juga : Tips Ajak Anak Traveling Adalah Bersabar! Hahaha :D

Jadi ya udah lah sekitar jam 8 berangkat ke Alun-alun. Dengan kombinasi macet dan jajan dulu dengan si kubil, jam 9 tepat saya udah nyampe di jantungnya kota Bandung itu. 


Weeeehhh udah ngejajar aja orang-orang lagi antri daftar mau naik Boseh, nama buat Bike Sharing Bandung ini. Saya ikut antri dan nyiapin KTP. Pas bertatap muka dengan mba-mba petugas tiketnya barulah ketemu masalah saya pas si mbaknya bilang: WAAAHHH HARUS PAKE EKTP BUKAN KTP! 

APA? tanya saya seolah-olah gak denger kalimat sebelumnya.

Daftarnya harus pake EKTP, kalau KTP mah gak bisa. 

Yaaaaahhhhh. Sedih deh. Bukan salah saya kan EKTP saya gak jadi-jadi, salah koruptor itu huhuhuhu. Yah gimana dong. Kan saya udah kepengen pake sepedanya huhuhu. 

Setelah nego, akhirnya saya dibolehin naik sepedanya. Tapi cuma 30 menit. Aheeuuu. Pas meratiin sepedanya, lho kok... gak ada boncengan hahahahaha. Ini kubil anak saya mau saya taro di mana nih, masa dititipin ke petugas tiketnya hahahaha. 

Yasudahlah, belum jodoh saya menggunakan Boseh. Mesti urus EKTP dan ngajarin kubil naik sepeda. Panjang ya cerita pembukanya hohohoho. 


Okeh, ini caranya kalau mau pada pake bike sharing bandung si Boseh ya:

1. Cek stasiun bike sharing Bandung terdekat dengan lokasi kamu berada. Ceknya di aplikasi namanya Boseh Bikesharing Bandung (sayangnya hanya untuk user android dulu). 

2. Di app itu bakal kelihatan lokasi stasiunnya dan jumlah sepedanya.

3. Datang ke stasiun bike sharing, daftar (kalau belum daftar dan belum punya kartu Etransport).

4. Nanti beresin urusan administrasinya, termasuk bikin pin.

5. Kartu udah jadi, tinggal di tap ke mesin stasiun dan masukin pin. Waktu saya di sana sih ada kakak pendamping yang membimbing pengunjung ambil sepedanya.

6. Nanti keluar nomor sepedanya, kamu datengin sepeda dengan nomor yang sama, abis itu pake deh sepedanya. Selamat jalan-jalan.

7. Balikin sepedanya gak usah di stasiun yang sama. Cari aja stasiun terdekat, tapi ya takutnya dock buat naro sepeda udah penuh, mendingan cek dulu di app Boseh Bikesharing Bandung tersedia gak docknya.

8. Coba cek juga akun Banopolis, orang-orang di balik layar Boseh Bike Sharing Bandung ini. 

Udah sih gitu aja. 

sori euy kartunya buram heuheuheu

Informasi bike sharing bandung (boseh) nih yang perlu kamu tahu:

1. Buka jam 9 pagi. Tutup jam 15.30

2. Harga sewa masih gratis karena masih sosialisasi bike sharing bandung. Nantinya sih bakal dikenakan harga. Konon harganya antara Rp1.000 - Rp3.000 per jam. 

3. Pastikan gak bawa barang banyak ya. Gak ada tempat penitipan barang euy. Males aja gitu naik sepeda bawa-bawa gembolan eheuheuheu.

4. Gunakan pakaian yang nyaman dan gak ribetin diri sendiri (dan orang lain).

5. Paling enak sih sewa sepeda yang ada di Taman Lansia, di sana teduh banyak pohon. Enak aja gitu bersepeda di bawah rindang pepohonan. Di kawasan Asia Afrika juga seru, cuma kalo lagi siang hari bakal panas banget sih. 

6. Taati lalu lintas dan hati-hati ya di jalan. Gak ada sweeper atau pendamping perjalanannya. Jadi ekstra hati-hati aja. Bukan cuma yang pake Boseh, yang berkendara lain juga mesti hati-hati dan ngasi ruang untuk para pesepeda ini. Ya gitu deh saling menghormati sesama pemake jalan.

Baca tulisan sebelumnya di : Bike Sharing Bandung Apaan Sih?

Saya sih ngerasa jam 9 kesiangan buat bersepeda. Jam 6 pagi kayaknya bakal lebih asoy. Juga jam tutupnya kesiangan, kayaknya seru aja sore-sore di Bandung naik sepeda gitu, jam 4 sore misalnya.

Dan juga plis tambahin boncengan dong plis. Saya kan punya anak kecil yang pengen saya ajak senang-senang juga naik sepeda huhuhuhu.

Terlepas dari kekurangannya, saya apreasiasi banget kemunculan Boseh. Seruuuuuu! Bandung makin ramai aja sih yang pasti mah hahahaha. Ditambah lagi ya kalau dipikir-pikir, bentar lagi kan pembangunan kereta gantung itu bakal dimulai. Eeeeaaaa eeeeaaaaaa hahahahaha. Udah lah Ridwan Kamil terusin aja jadi Bandung Satu lah! :D







Teks: oleh saya alias ulu :D
Foto: saya juga alias ulu, difoto pake smartphone ajah :D

Bike Sharing di Bandung: BOSEH

09 July 2017
Sepeda untuk digunakan khalayak umum dengan jarak tempuh dekat. Kira-kira begitu semangat dari istilah bike sharing. Bike sharing nih dipake sebagai sarana untuk senang-senang, bisa banget. Dipake demi memenuhi kebutuhan transportasi pun ya apalagi lah, justru maksudnya ke sana deh awalnya, sebagai alternatif transportasi selain angkot, bis, kereta, termasuk kendaraan pribadi (kendaraan mesin maksudnya). 

Di awal-awal  Ridwan Kamil menjabat sebagai walikota, dia kan dari pertama kali muncul udah menyuarakan Bandung sebagai Smart City. Bike Sharing nih kayaknya salah satu programnya menuju Bandung Kota Pintar. Halte sepeda ditaro di beberapa titik di Bandung Utara. Sepedanya ya kayak sepeda roda dua untuk orang dewasa pada umumnya. 

Terus sepedanya karatan lah, rusak lah, gak kepake lah, dll, dst, dsb. Sampe masuk kora tuh bahas proyek bike sharing yang katanya percuma. Saya sendiri belum pernah nyobain bike sharing edisi pertama itu. Paling sering lihat orang make bike sharing pas Car Free Day di Dago. Selain itu mah gak ada kayaknya heuheu. 

Dikata sia-sia enggak juga sih. Proyek bike sharing pertama itu seenggaknya bisa jadi bahan evaluasi kan. 

Nah di tahun 2017 ini Bandung meluncurkan program Bike Sharing jilid dua. Kali ini sepedanya lebih lucu, seragam bentuk dan warnanya, modern, lebih canggih dan cocok lah dengan semangat Smart City. 


Pemuda-pemudi instagram pasti pada seneng nih pada mau coba bersepeda di Bandung dengan Boseh. Hohohoo. 

Setelah beberapa bulan kami warga Bandung (dan mungkin turis-turis yang budiman) hanya melihat halte sepedanya yang tanpa sepedanya yaitu di bulan Desember 2016, kira-kira seminggu lalu sepedanya udah pada nangkring! Horeeeee! Wow butuh 7 bulan sampai sepedanya datang. 

Akhirnya program bike sharing yang dikasi nama Boseh ini jadi juga. Boseh ini singkatan dari bike on the street for everybody happy. Alhamdulillah. Takut gak jadi heuheuheu. Abis kasihan aja stasiun sepedanya udah bertengger sejak 7 bulan lalu kan. 

Animo warga melihat Boseh sih seneng-seneng aja kayaknya. Ya pasti ada suara protes mah. Kalau saya sih menyambut dengan senang hati banget ada Boseh ini. Hehehehe. 

Bike sharing Boseh ini stasiunnya tersebar di banyak titik. Kalau lihat postingan Banopolis (kayaknya mereka organisatornya deh, bekerja sama dengan Pemkot Bandung), disebutin ada 30 titik stasiun Boseh. 


Tapi dari 30 stasiun itu belum semuanya yang berfungsi. Baru di beberapa titik aja sekitar wilayah Asia Afrika dan Gedung Sate. 

Saya baru nyobain naik bike sharing Boseh ini besok sih. So yeah mari kita lihat kayak apa pengalaman saya. Ehehehehhe :D 

Foto dalam tulisan ini saya pinjam dari Banopolis. Cek Facebook mereka ya, informasi tentang Stasiun Bike Sharing Boseh bisa teman-teman dapatkan di akun Banopolis.

*update: tulisan terbaru tentang cara pake bike sharing (dan pengalaman saya pake Boseh) bisa di baca di sini

Sebab Rumba Adalah Mesin Waktu (Featuring Playlist Mudik #13)

07 July 2017
Tulisan pertama setelah Lebaran! 

Hari rayanya sudah lewat, tapi momen saling memaafkannya masih berlaku kan ya? Hehehe. Mohon maaf apabila saya pernah menulis dengan nada menyakitkan, semoga tidak terulang di lain waktu. Amin. 


Lebaran di mana nih, pulang ke kampung halaman atau di kota rantau aja? Saya Lebaran di Bandung. H+5 baru mudik. Kesiangan amat ya hari ke lima setelah Lebaran baru mudik heuheuheuheu.

Lebaran pun rada garing karena semua keluarga saya (ibu dan adik-adik) berlebaran di Karangampel. Dan juga saya melewatkan reuni SMP. Bete. Mudah-mudahan tahun depan ada lagi dan saya bisa ikutan! 

Biasanya kalo mudik menuju Karangampel kami menumpang transportasi kereta api, tapi sejak awal sudah gak niat berburu tiketnya. Kepengen saya numpang bis aja. Ceritanya mau nostalgia rute 15 tahun lalu. Ternyata kesampaian. Horeeee! 

Emang lagi kangen jalur Bandung - Cirebon via Sumedang, rute bisnya.

Pemandangan 15 tahun lalu gak bisa dibandingkan dengan panorama di tahun 2017 sih. Sekarang ada lebih banyak rumah, swalayan, motor, dan sawah yang berganti rupa jadi kios. Sumedang dan pesawahannya yang permai sama nasibnya kayak kebanyakan alam di tempat lain lah. Terdesak. 

Tapi yah saya tetap senang-senang aja sih. Jajan Tahu Sumedang, makan gorengan, ketiduran, dan terus-menerus telinga ini didera lagu-lagu lama dari Broery Marantika (juga mata saya, karena sekalian ada videoklipnya juga hehehe) yang tayang di TV dalam bis. Bis antar kota gak berubah banyak. Begitu-gitu aja. Kasihan juga lihatnya. 


Perjalanan Bandung - Indramayu gak terhalang macet. Lancar banget kayak perut orang kalau lagi diare hehehehe. Turun di Cirebon 4 jam kemudian, hawa panas kotanya masih kelas ringan. 30 menit lagi menuju rumah.

Selama libur pasca Lebaran, sama kayak kebanyakan orang lain, saya juga jajan penganan khas kampung. Favorit saya masih sama: rumba + sambal asem + kerupuk bantat + cireng. Pengen ketan merah juga, tapi gak dapet huhuhu...

Emang makanan tuh ibaratnya mesin waktu. Cuma makan doang rasanya udah kayak nostalgia. Seolah-olah tahun-tahun di masa lampau seliweran waktu sedang mengunyah. Kuliner di Bandung memang enak-enak, tapi makanan yang menggugah rasa emosi ya adanya di Karangampel semua.



Satu lagi tentang liburan kemarin yang terasa begitu berat. Cuaca panas. 

Dan karena kamar ber-AC di rumah penuh orang, kami tidur di kamar berkipas angin aja dan rasanya TETAP AJA PANAAAASSS hahahahaha!

OMG, lima malam terlama dalam hidup kami. Panas dan banyak nyamuk wkwkwkwk. Five restless night!!! Oh untunglah wifi di rumah kenceng banget, jadi ada peralihan fokus dari cuaca panas.

Dulu suka ngatain orang manja karena sok-sokan kepanasan. Ternyata ngalami sendiri jadi orang gunung yang hawa udaranya sejuk dan harus ke daerah dataran rendah heuheu. Emang harus ngerasain sendiri ya baru nyadar deh heuheu. 

Anywayyy, kalo nginjek tanah Bandung lagi sehabis bepergian dari tempat yang hawanya panas, memang udara di Bandung itu menyenangkan. Sejuk, enak buat mikir, enak kalo nongkrong, bahkan berpelukan dengan Indra pun di Karangampel mah enggak. Lengket soalnya hahahaha. 

Tapi ya, i left my heart in Karangampel. Senang rasanya masih punya kesempatan pulang.


Pulang ke Bandung seperti biasa saya belanja dulu di Pasar Kanoman. Banyak lah belanja perlengkapan masak. Terus sodara pada nitip. Ah sekalian aja saya buka jasa titip dan ternyata yang nitip banyak beut wkwkwkwkwk. Sungguh di luar dugaan, besok-besok saya mudik saya buka jasa titip lagi apa ya. Lumayan nih saya tahu barang-barang terbaik khas Cirebon lah. Jambal Roti, Ebi, Emping, aneka dendeng ikan, terasi, dll, dst, dsb. 

Belum lagi kerupuk udang! Indramayu sebenernya surganya makanan olahan laut sih, tapi gak tahu kenapa lebih gampang nyari di Cirebon ketimbang di Indramayu. Nanti saya lihatin toko langganan saya di Pasar Kanoman ya. 

Mudik menumpang bis, balik ke Bandung kami pilih moda yang lebih mewah. Travel Bhineka. Lebih mahal 30.000 tapi ya enak turunnya di Pasteur, semobil ber 10 orang, dan barang bawaan yang bejibun itu gampang angkut-angkutnya wkwkwkwkwk. Abis itu naik grabcar sampai ke rumah. Ooohhh aku cinta transportasi berbasis aplikasi online ini heuheueheu....

Ohiya sambil mudik kemarin itu, saya bikin playlist. Sekalian saya share playlist mudik nih. Yuna, Haim, dan Lorde adalah favoorrriiiiiiitttt! Terutama Haim sih, sampe sekarang saya masih bolak-balik nonton video 'just want you back' yang slaaaayyyy pisan heuheuheu.

Selamat beraktivitas lagi. Semangat terus! 




Teks : Ulu
Foto: Ulu