Social Media

Image Slider

Mural Favorit di Sekitar Stasiun Bandung

31 October 2016
Sewaktu saya cek feed Instagram, mata saya tertumbuk pada gambar mural dengan sosok cewek yang berpose ala-ala Instagram di depannya. Wah lucu gambar muralnya! Cek lokasi gambarnya sih di sekitar stasiun. 

Jadi pas kebetulan lagi berkelian di Pasar Baru, saya udah niat banget mau motret mural tersebut. 

Senangnya bisa kesampaian moto muralnya. Saya upload ke Instagram Bandung Diary, saya kasih judul Mojang Bandung On The Wall. Lalu ada yang komen kalau gambar di foto tersebut bukan mojang Bandung, tapi Mojang Korea. Tidak lain karena itu adalah gambar personel girlband asal Korea, SNSD nama bandnya. Hahaha saya baru tahu :D 

Teman saya, Icak Darmastyo, tertarik dengan mural tersebut. Icak pergi ke lokasi yang sama dan memotret muralnya. Dia kayaknya googling tentang siapa orang yang menggambar muralnya. 

Dari Icak saya tahu orang yang membuat mural namanya Eric Noah. 

Sewaktu ikutan acaranya Aleut yang edisi Rasia Bandoeng, kami melewati jalan di mana mural ini berada. Sebenernya agak mengejutkan sih buat saya yang sedang berjalan di deretan paling belakang di antara semua peserta.

Hampir semua orang di acara Ngaleut itu pada cuek dengan mural ini. Gak ada yang berhenti berjalan dan foto-foto. Semuanya jalan lempeng :D Wah hahaha menarik sekali karena ini eranya orang sangat ganas dengan kamera ponsel sementara orang-orang yang saya temui di Komunitas Aleut ini cuek aja dengan hal-hal yang Instagramable. Saya suka orang-orang kayak gini :)

Anyway kembali ke mural di Bandung ini. Kayaknya belum banyak yang suka berfoto di sini ya. Padahal buat latar OOTD bagus nih :D Gambarnya bagus banget. Gimana ya mendefinisikan bagusnya. Lihat dari foto-foto berikut ini saja ya. Ini kedua kalinya saya memotret mural ini. Kali pertama dengan kamera ponsel. Kali kedua dengan DSLR.

Definetely i'm going back to this street very real soon! Bersama Indra. Karena saya mau difoto dengan latar mural ini dan yang moto harus Indra :D

Mural ini berlokasi di Jalan Stasiun Timur, jalan satu arah. Kamu bisa ke sini dari arah Pasar Baru (Kebonjati). Jalan kaki dari Balaikota juga bisa kok :) Lokasinya sejajar dengan rel kereta api.









Teks : Ulu
Foto : Ulu

Akhirnya Naik ke Puncak Monas Bersama Indonesia Corners

28 October 2016
Tulisan sebelumnya dapat dibaca di Berkunjung ke Balaikota Jakarta

Naik bis wisata kota? Mauuuuuu! Ini kedua kalinya saya menumpang bis wisata kota. Pengalaman pertama di Surabaya.

Lucunya di Bandung juga ada bis wisata kota. Bandros namanya. Sudah pada tahu kan ya? Bandros adalah akronim Bandung Tour on The Bus. Namun tidak satu kali pun saya pernah menaikinya hahahaha kasian :D Saya membuat blog ini dan belum pernah naik Bandros. How irony is that :P 

Seru juga ya naik bis Jakarta City Tour. FYI bis wisatanya Jakarta ini namanya Mpok Siti. Lucu ya hihihi :D 

Ini pertama kalinya saya menumpang bis bertingkat. Bisnya bersih dan proper. Dan kayaknya semua orang pengen duduk di tingkat dua bisnya hahahaha. Untung aja peserta Jakarta Night Journey cuma 30an orang. Masih lebih dari cukup kapasitas lantai dua menampung kami semua. 

Tersedia 14 bis yang beroperasi tiap hari. Yes betul, hari kerja dan akhir pekan. Fasilitas ini gratis aja coba :D Di Bandung tahu gak berapa uang harus dibayar kalau naik Bandros si Bus City Tour itu? 800K saja, Kak. Harus booking dulu ke pengelolanya. Itu pun bisa dicancel oleh pihak mereka kapan saja bila pemilik Bandros mau pake. Yaelah Bandung belajar dari Jakarta lah perihal bus City Tour ini :P




Ini buat yang ingin jalan-jalan di Jakarta tanpa menghabiskan banyak uang, mesti nih naik bis ini. Duduknya di bangku di lantai dua ya. Asyik soalnya bisa lihat pemandangan lebih leluasa dari ketinggian. Beda sensasinya dengan melihat Jakarta dari lantai dasar bis. Sehari-hari kan sudah naik ojek dan taksi online, kendaraan pribadi, atau angkutan umum. Sekali-kali lah menumpang kendaraan yang ada memberi efek 'tinggi' kayak Jakarta Bus City Tour ini. 

Disarankan weekday sih menumpang bisnya, lebih sepi pengunjung. Di hari sabtu kemarin kami menumpang bis rute History of Jakarta. 


Jakarta Bus City Tour

Bis ini ada tiga rutenya:
1. Art and Culinary
2. History of Jakarta
3. Shopping Experience/Jakarta Modern

Senin sampai Sabtu Jam : 09.00 - 17.00 
Minggu : 12.00 - 20.00
(jam keberangkatan bis random, tapi gak nunggu lama sih, sekitar 20 menitan)

Lebih lengkap tentang rutenya kamu bisa baca di www.transjakarta.co.id pilih directorynya yang layanan khusus bis wisata. 




Sekilas Masa Lalu di Kota Tua Jakarta 

Sepanjang jalan menuju Kota Tua, saya foto-foto dari dalam bis. Sesampainya di Kota Tua, saya menatap lautan manusia di sana. Edan penuuuuuhhhh banyak orang! 

Gak banyak kegiatan kami sebagai peserta Jakarta Night Journey di sini. Hanya foto-foto sebentar saja lalu kembali ke bis. Terus saya panik motretnya karena waktu yang pendek jadi bingung mana dulu yang difoto euy heuheuehue banyak sekali photo-material di sini.

Dari dalam bis ada pemandu wisata khusus Kota Tua sih yang bercerita. Sayang saya gak memperhatikan karena asyik melihat pemandangan di luar bis :D 

Kelak saya mau balik lagi ke Kota Tua. Menyusuri satu per satu gedungnya yang kuno. Memotret detail-detail pada bangunannya. Memegang dindingnya. Moto vibe Kota Tua. Masuk ke museumnya. Dan mendengar pemandunya ngomong hahahaha :D 

Saya baca-baca sejarahnya, Kota Tua ini bisa dibilang cikalnya kota Jakarta ya. Mengamati deretan gedung kunonya dari dalam bis, saya jadi ingat bangunan tua di Surabaya yang saya susuri tahun lalu. Bentuknya mirip, suasananya juga sama. 

Jakarta dan Surabaya tipikal kotanya serupa. Pemerintah Kolonial Belanda merancang kedua kota tersebut sebagai kota dagang. Kota berbisnis. Makanya kali banyak gedung-gedung pemerintahan, pergundangan, dan perdagangan. Dibuat besar-besar dan megah dan berdekatan untuk memudahkan urusan berdagang dan kirim-kirim barang. 

Sementara itu kota tempat saya tinggal, Bandung, dirancang orang Belanda sebagai tujuan berlibur dan bersantai. Makanya di Bandung ada beberapa hotel bersejarah berdekatan lokasinya dengan destinasi belanja, makan-makan, dan tempat nongkrong yang sama legendarisnya juga.

Pendek kata sejak zaman dulu di Jakarta banyaknya gedung-gedung kantoran lah. Di Bandung banyaknya bangunan hiburan. 





Jadi konsep 'kerjanya di Jakarta, liburannya di Bandung' itu sudah ada sejak jaman kolonial. Waktu zaman kereta api belum ada, kalau Bandung kejauhan, mereka berhenti di destinasi bersantai terdekat Jakarta, yaitu Buitenzorg (Bogor) saja. Tapi setelah eranya jalur kereta api Batavia - Surabaya dan Batavia - Bandung dibuka langsung booooommm! Berbondong-bondong pengusaha dan keluarga orang Belanda datang ke Bandung untuk liburan, Bandung Parijs Van Java. 

Kita benci penjajahan Belanda. Berkat mengeruk harta kekayaan alam kita, orang Belanda bisa membangun infrastruktur yang baik di sana, di tanah Belandanya sendiri. Namun gak bisa dipungkiri juga sih legacy tata kota rancangan Belanda ini bagus-bagus, rapi, dan estetis. Contohnya ya di Kota Tua. Kalau Bandung ada di daerah Asia Afrika - Braga. Bentuk bangunannya bagus, tata kota apik, namun sejarah peristiwa di dalamnya gak semua enak untuk dibaca/didengar sih. Ya namanya juga zaman penjajahan :D




Monumen Nasional a.k.a MONAS yang Monumental!

Tujuan akhir di penghujung sore. Berkali-kali ke Jakarta, ini kali pertama saya ke Monas. Biasanya lihat dari jauh saja. Tertarik naik ke puncak Monas pun tidak. So ya gak ada harapan tinggi-tinggi datang ke tugu paling terkenal se-Indonesia ini. 

Sebagai orang non-jakarta, tinggal pun bukan di Jakarta, saya agak-agak kaget sih lihat antrian mengular yang mau ke Monas. Seriously pada niat banget antri lama-lama ya. Apa istimewanya tugu yang total tingginya 132 m itu sampai rela nunggu berjam-jam sih?

Indonesia Corners membawa kami ke puncak Monas dan di sana saya baru tahu ikon Jakarta ini memang istimewa. 

Gak ada yang gak indah kalau kamu memandangnya dari ketinggian 115 m pada malam hari kan? Di antara angin kencang dan euforia ala turis, saya menyaksikan Istiqlal dan Katedral, semua tol dalam kota, jalan layang, gedung-gedung mall dan apartemen, terus apalagi ya landmark Jakarta saya gak hapal hihihi. Bagus lah pemandangannya. Romantis-romantis gimana gitu menyaksikan panorama 360 derajat Jakarta malam hari. 




Di Puncak Monas dan Lampu Malam Jakarta yang Berkilauan

Pemandangan kota yang saya lihat di malam hari itu indah banget. Lampu-lampu bangunan berpendar. Ugh cantik banget. Everybody's happy. Ada yang langsung nge-vlog, ada yang sibuk berfoto, ada juga yang mematung terpana lampu-lampu malam Jakarta. Kami lupa dengan bangunan pencakar langit yang sebenarnya gak enak-enak amat dilihat kalau siang hari sih :D Memang sensasinya beda sih ya kalau di malam hari. Saya jadi pengen merasakan kalau ada di puncak Monas pas siang gitu gimana efeknya ya :D 

Hari yang bersejarah untuk saya karena berhasil naik ke puncak Monas. Coba didata, berapa banyak orang Jakarta yang belum pernah naik ke puncak Monas :D bahkan hampir sebagian besar teman baru saya di acara Jakarta Night Journey adalah orang Jakarta dan mengaku belum pernah ke puncak Monas. Ouch! Kalau lihat antrian masuk Monas mah saya juga males kali naik ke puncaknya hahaha. So terima kasih banyak hatur nuhun kepada Indonesia Corners yang mengirim kami ke puncak Monas!




Sayangnya saya gak bisa motret pake DSLR kalau malam hari. Kameranya masih entry level ya buram semua foto-fotonya :D Foto pemandangan Jakarta di malam hari yang saya rekam dari Monas itu saya jepret pake kamera ponsel.  Mestinya saya bawa tripod sih. Tapi kan ribet amat ya nentengin tripod hihihi :D 

Jadi ingat Asus Zenfone 3 deh kalau udah gini. Secara taglinenya saja Built for Photography. Kamera belakang 16 MP, kamera depan 8 MP. Sophisticated lah, bayangin aja dengan harga yang 3 jutaan kira-kira kualitas kayak apa yang bisa kamu nikmati dari layar 5,5 inci dan jaringan 4G ini. Baterainya support fast charging dan kapasitasnya besar 3000mAh. Tapi ya buat layar sejumbo itu mah sudah seharusnya ditunjang kapasitas baterai yang besar sih. 

Memori internal 64 GB, 4 GB RAM. Memori eksternal 128 GB. Tapi anyway teknis kelengkapan fitur dalam Asus Zenfone 3 bisa kamu baca di websitenya Asus Indonesia

Tapi sebenarnya saya tertarik fitur OIS di kameranya Asus Zenfone 3 ini sih. OIS kependekan dari Opitimal Image Stabilization. Dalam kamera Asus Zenfone 3 terdapat fitur 4-AXIS OIS. Artinya tingkat sensitifnya mencapai 4 x lipat dari smartphone dengan OIS standar. 

Kalau kamu suka motret atau kerjaan kamu menuntut harus foto-foto kapanpun dan di mana saja, dan kamu motret pake kamera ponsel, saya saranin beli smartphone yang ada fitur OIS ini. Wajib sih tepatnya mah. 

OIS ini fitur yang membuat hasil foto tetap tajam dan bagus meski jepretnya dalam kondisi goyang atau gemetar. Biasanya kendala foto buram itu muncul karena pencahayaan yang sedikit. Macam di puncak Monas waktu itu sih. Lumayan kan kalau ada fitur yang bisa meredam getaran tangan. FYI kamera DSLR saya bahkan gak punya fitur OIS ini hahaha asem! 

Next time saya ikutan acara jalan-jalannya Indonesia Corners atau trip lainnya, saya gak usah bawa-bawa DSLR sih, pake Zenfone 3 juga menurut saya cukup sudah. 


Sumber foto : http://www.unbox.ph

About Monas dan Soekarno yang Monumental

Tugu Monas ini pembuatannya makan waktu hampir 15 tahun atas inisiatif Soekarno. Uniknya sih di tahun 50an ada sayembara rancangan Monas. Bayangin tahun 50an ada sayembara mencari desainer Monas. Keren ya :D Rancangan yang masuk ke panitia ada 136 tapi gak ada yang memenuhi syarat. Alhasil Soekarno nunjuk langsung deh arsiteknya: Soedarsono dan F. Silaban. FYI F. Silaban ini adalah arsiteknya masjid Istiqlal. 

Sebenarnya sih kalau dibawa ke hari ini, Monas menurut saya gak terlalu istimewa. Kamu bisa naik ke gedung-gedung pencakar langit lainnya dan melihat Jakarta dari sana. Akan tetapi kalau konteksnya dibawa ke tahun ia pertama dibuat, maka tugu Monas adalah gedung pertama yang terbuka untuk umum yang tingginya 115 m dan bisa lihat pemandangan jakarta 360 derajat! Sebagai bonus: ada emas 17 meter ditaplok di puncaknya. Kurang monumental gimana lagi itu Monas :)  

Ngobrol sama Indra, saya dikasihtahu kalau Soekarno di awal kepemimpinannya membangun banyak gedung-gedung monumental. Monas ini salah satunya. Biayanya sih katanya dari dana ganti rugi Belanda akibat penjajahan mereka pada Indonesia. Dari uang ganti rugi itu Soekarno membangun Monas, Sarinah, Hotel Samudera Beach di Pelabuhan Ratu, termasuk Gelora Bung Karno yang waktu itu terbesar di Asia Tenggara, dan beberapa lainnya. 

Saya nanya ke Indra, kenapa Soekarno gak membangun jalan raya aja sih, kenapa harus bikin bangunan-bangunan monumental segala. Kan kita butuhnya akses, bukan gedung besar yang mewah. 

Kayaknya sih itu berhubungan dengan pride, kata Indra. Kebanggaan. 

Soekarno pengen kalau orang luar negeri datang ke Jakarta terus lihat bangunan yang monumental itu mereka jadi respek sama kita. Edan Jakarta canggih gini, emas saja ditaplokin ke puncak tugu! Respek! Gitu kesan orang melihat Jakarta yang Soekarno inginkan. Menciptakan kebanggaan. Buat sosok yang berteman baik dengan John F Kennedy dan berhasil menyatukan visi bangsa-bangsa Asia Afrika, Soekarno sendiri menurut saya sosok yang monumental. 

Wah sori nulisnya jadi ke mana-mana :D Kembali ke jalan-jalan saya di Monas. 

Monas ini terdiri dari beberapa bagian. Saya masuk lewat Pintu Gerbang, menuju ke puncak tugu saya masuk ke Ruang Museum Sejarah. Sayang gak lihat museumnya, cuma numpang lewat doang. 

Habis itu naik lift langsung ke puncak tugu. Sekitar 15 menit di sana dan turun ke Pelataran Cawan. Nongkrong sebentar lalu turun lagi via tangga dan pulang ke rumah masing-masing. 

Sebenarnya sih kalau ekplorasi semuanya ada Ruang Kemerdekaan juga. Tapi saya gak tahu juga ada ruang ini karena datang ke Monas tujuannya cuma ke puncak tugu :D

Pengalaman yang menyenangkan di Monas. Melihatnya lagi di kejauhan, bagi saya tugu tersebut gak lagi sama. Monas bagi saya sudah berbuah kenang-kenangan dalam bentuk foto dan cerita. Dengan kemudahan akses yang Indonesia Corners sediakan, malam itu saya adalah orang-orang beruntung yang terpilih. Sudah beruntung, terpilih juga. Combo! 



Ujung Perjalanan

Selesai dengan Monas, saya belum mau pulang atuh. Salman, Melly, dan Rani mengajak saya (Bandung) dan Fajrin (Lampung, peserta terjauh nih :D) makan-makan di Jalan Sabang. Good friends and great experience. Ujung perjalanan malam itu saya lewati dengan menandaskan dengan satu porsi Mie Kuah, satu porsi Baso, dua teh botol dingin, dan obrolan ringan bersama teman-teman baru.

Alhamdulillah. Perjalanan yang padat gizi dan menghabiskan isi baterai semua gawai saya hahaha. 

Sampai dengan malam hari saya masih update status dan berkabar dengan Indra. Padahal smartphone saya menyala seharian dan superaktif aplikasinya kerja semua. Thanks to Asus ZenPower Ultra yang menemani saya dalam perjalanan ini. Memang gak salah sih beli power bank ini beberapa waktu lalu. 


Sumber foto : http://www.unbox.ph

Power bank keluaran Asus yang saya beli 250ribuan ini bobotnya ringan, 215 gr saja. Tapi kapasitasnya gede banget, 10050mAh. Isi ulang baterai smartphone  juga pake gak pake lama karena ZenPower Ultra ini support fast charging.

Favorit saya sih fitur mati  otomatisnya kalau baterai smartphone sudah penuh. Pas lagi acara kan sering kelupaan cek durasi chargingnya. Gak cek kapasitas baterainya karena ya main buka smartphone buat update di twitter, instagram, dan facebook. Belum lagi pas foto-foto.

Ini kalau kamu lagi hunting power bank, saya rekomendasikan ZenPower Ultra. 

Anyway, pulang ke penginapan bukan cuma perut saya yang penuh, hati saya juga terisi. Bertemu teman-teman baru dan menyaksikan tempat-tempat yang masih asing buat saya. Hari itu saya belajar banyak lagi. Bahwa Jakarta bukan melulu tentang kemacetan dan berita-berita menjemukan di televisi nasional. Jakarta itu cinta yang tak hapus oleh hujan tak lekang oleh panas. Jakarta itu kasih sayang. Ngomong-ngomong, dua kalimat terakhir saya kutip dari Sapardi Djoko Damono. Hehehe :D

Kalau kamu pengen jalan-jalan bersama Indonesia Corners (yang mana saya rekomendasikan), follow dan update kabar dari mereka di:

Web : www.idcorners.com
Twitter dan IG : @idcorners

Sampai ketemu lagi di acara jalan-jalan berikutnya yak! Hatur nuhuuuun :)


Di dalam bis Jakarta City Tour
Kota Tua dari dalam bis Jakarta City Tour
Kota Tua



MONAS! 

Kereta menuju kaki MONAS
Terowongan menuju kaki MONAS
Di puncak tugu MONAS, difoto pake kamera ponsel

Tulisan ini diikutsertakan dalam Jakarta Night Journey Blog Competition oleh Indonesia Corners yang disponsori oleh Asus Indonesia dan menjadi pemenang ke dua! :D








Teks : Ulu
Foto, selain foto Asus: Ulu

Uber Motor di Bandung, Emang Ada? Adaaaaaa!

27 October 2016
Saya tahu ada Uber Motor pas lagi cek Instagram. Karena udah follow Uber dari zaman kapan itu, otomatis lah berita terbaru mereka masuk dalam radar saya. 

Dan ini hari kedua Uber Motor beroperasi di Bandung. Begitu kata sopir Uber Motornya. Lucunya lagi ini hari pertama saya naik Uber Motor, langsung dua kali dan keduanya sama-sama 'punya cerita'. 

Yang pertama, kami kehujanan parah. Sopirnya nanyain sih saya mau berteduh atau tidak. Saya jawab enggak karena saya gak keberatan hujan-hujanan :D 

Yang kedua, saya harus tunggu 30 menit karena lokasi penjemputan memang rutenya meliuk-liuk dan menanjak ala ke gunung. Sopirnya juga gak tahu jalan menuju lokasi saya berada. Pas pulangnya sih dia fasih rute. 


Photo credit: Uber Indonesia

Terus harusnya saya bayar setengah harga kan. Ada promo 8x (apa 10x ya, lupa deh) perjalanan pertama diskon 50%. Cuma saya gak tega huhuhu kasihan sopir yg pertama kehujanan, sopir kedua nyasar-nyasar. 

Anyway kalau kamu mau pake Uber Motor, tinggal buka aja aplikasi Uber yang udah ada. Kalo gak nongol pilihan Motornya, update dulu aplikasinya. 

So far so good nih Uber Motor. Pelayanan dan jenis sopirnya membawa saya pada ingatan Gojek di awal kemunculannya. 

Yang mau naik Uber Motor gratis pake kode promo saya nih nurulw182ue



Berkunjung ke Balaikota Jakarta Bersama Indonesia Corners

25 October 2016
Bandung Diary goes to Jakarta! 

Eh ntar dulu, gak salah baca kan? Bisa memangnya jalan-jalan di Jakarta? Weis atuh bisa euy. Saya kira Jakarta isinya kantor-kantor pencakar langit dak kemacetan tiada ujung. Enggak juga kok ternyata. 

Saya mau cari suasana baru, toh kesempatannya ada. Dan kesempatan itu datangnya dari teman-teman Indonesia Corners. Mereka menyelenggarakan acara jalan-jalan bertajuk Jakarta Night Journey pada 23 Ooktober 2016. Sepanjang acara peserta, termasuk saya, update status di Twitter dan Instagram. Baca deh keceriaan yang kami share secara real time waktu itu di Twitter dan IG dengan tagar:  #EnjoyJakNight




Meski judulnya perjalanan di Jakarta di malam hari, namun separuh acara dilakukan sewaktu siang. 

Di Jakarta jalan-jalan ke mana saja? Oke saya rekap satu-satu ya. Bersiap lah karena ini tidak akan jadi tulisan yang pendek karena kalau sudah menulis, saya cerewet banget :D



Jakarta Smart City : Canggih dan Memudahkan

Setelah makan siang acara baru dimulai. Ke Balaikota kami berkunjung sebagai titik pertama dan langsung naik ke lantai tiga menggunakan lift. Dalam bayangan saya, memasuki gedung balaikota berarti menyaksikan detail-detail ornamen bangunan kuno. Karena tampak dari luar kan gedungnya tempo dulu banget. Eh ternyata enggak. 

Jakarta Smart City ruangannya modern abis. Ya kayak kantor-kantor zaman sekarang itu. Benda digital di mana-mana :D 

Beda dengan kantor pemerintahan yang umumnya saya lihat, di sini pegawainya anak muda semua euy. Muka-mukanya macam karyawan start-up. Tapi memang gak heran sih. Jakarta Smart City program pemerintah yang mengaplikasikan teknologi di semua bidang yang pemerintah awasi. Anak muda dan teknologi kan satu paket hehehe. 

Kok akhir minggu mereka kerja? Nampaknya sih ada yang kerja di hari Sabtu dan Minggu. Secara Jakarta Smart City ini terbuka untuk umum. Yang mau lihat kinerja Pemerintah DKI bisa ke Jakarta Smart City. Di Bandung juga ada kok yang kayak begini, cuma saya gak tahu terbuka untuk umum atau enggak. 

Divisi dan ruangan Jakarta Smart City ini kerjanya mengontrol pergerakan kota Jakarta. Dari tindak kriminal, pengaduan warga, tingkat kemacetan, fasilitas umum yang rusak, hingga pengawasan harga sembako, dan tanah, sampai ketersediaan jumlah kamar di semua rumah sakit di Jakarta! Gila detail banget. 

Belum berhenti sampai di situ. 

Jakarta Smart City juga memuat informasi pengaduan warga, kasus keluhan yang terselesaikan, dan tindakan yang masih on progress di tiap dinas. Ada satu layar besar yang memuat semua informasi tersebut. Semua dinas pemerintahan provinsi Jakarta bisa diawasi kerjanya dari layar ini. Angka dalam warna merah artinya laporan yang masuk. Warna hijau kasus yang sedang diselesaikan. Warna kuning artinya keluhan sudah diselesaikan. 

Terus saya baru tahu sekarang di Jakarta dipasangin banyak sekali CCTV. Monitoring semua CCTV di Jakarta dari ruang di Jakarta Smart City. Nilai lebihnya lagi mereka gak cuma duduk diam mengolah data dan meneruskannya ke dinas terkait. Ada Team Komunikasi yang bertugas untuk sosialisasi program pada masyarakat.




Kolaborasi is the key!

Untuk memudahkan kerja, Pemprov DKI berkolaborasi dengan beberapa aplikasi yang sudah ada lebih dulu. Qlue, Zomato, GoFood, Waze, Ragunan Zoo, Qraved, Traffi, dan Info Pangan Jakarta. 

Jarang-jarang saya dengar pemerintah mau berkolaborasi euy. Biasanya mereka apa-apa bikin sendiri kan, diproyekin gitu biar banyak uang untuk dibagi-bagi. Ya ini juga sama, tapi saya kira caranya sudah benar. Menggandeng pihak-pihak yang sudah lebih dulu bekerja. Daripada bekerja sendiri dari nol, habisin tenaga dan uang lebih banyak, mendingan kolaborasi kan :) 

Saya sering dengar sih tentang Jakarta Smart City. Tapi baru sekarang menyimak konsep dan kerjanya. Sewaktu pemandu dari Jakarta Smart City, Danil, bercerita, saya menatap layar besar di hadapan saya. Lalu berpikir, berapa banyak mafia yang sudah gigit jari akibat semua kebijakan dan pantauan program ini. Pantas saja gubernur Jakarta sekarang banyak yang gak suka ya. Radikal gitu kerjanya. Semuanya serba diawasi dan ditindaklanjuti. Ouch! 

Pendek kata sih, dengan program Jakarta Smart City ini gak ada yang bisa sembunyi dari Ahok :D wkwkwkwk. 

Baguslah Jakarta. Ada perubahan ke arah yang bagus. Emang gak bisa dinilai sempurna banget sih. Tapi tahu bahwa ada pejabat negara yang SADAR potensi teknologi dan mengaplikasikannya dalam pemerintahan, wuih saya salut banget. Begini seharusnya. 

Teknologi membantu kerja jadi lebih efisien dan efektif. Selama ini kan kita tahu betapa lambannya kinerja kerja pemerintah. Baguslah sekarang ada usaha untuk berubah. Kalau kata Gubernur Jakarta sekarang mah: jangan nyusahin orang lah! Setujuuuuu! 

Namun teknologi cuma alat. Sudah diterapkan itu bagus. Tapi tahap berikutnya kan lebih penting lagi, yaitu tindak lanjut dari semua data yang mereka peroleh di Jakarta Smart City. 

Menyaksikan pekerjaan ala Pemprov DKI ini, siapapun yang melanjutkan kerja Ahok nantinya semoga gak mengubah ini semua. Biasanya kan ganti pejabat, ganti kebijakan lah, ganti konsep lah, ganti nama lembaga lah. Jarang ada yang mau nerusin proyek pemerintah sebelumnya padahal sudah jelas proyeknya bagus. 

Teknologi (terutama ini konteksnya kota 'sebesar' Jakarta) kalau gak diterapkan sebaik-baiknya, kita bakal ketinggalan jauh sekali. Either kita masih gelantungan di pohon dan makan pisang saja atau mulai belajar berlari dan mengambil semua kesempatan yang ada dengan cepat. 




Balaikota Jakarta yang Kuno

Dari pemandangan yang canggih-canggih dan muda-muda, kami turun ke lantai dasar melihat yang tua-tua dan antik-antik. 

Balaikota Jakarta berdiri tahun 1919. First thing first kesan saya terhadap bangunan Balaikota adalah megah banget! 

Kalau di Bandung, bangunan Balaikota ini mirip dengan rumah dinasnya Gubernur Jawa Barat, Gedung Pakuan namanya. Pilarnya besar-besar, teras gedungnya adalah ruang 'menyortir' tamunya. Halamannya pun luas sekali! 

Kalau baca sejarahnya, bangunan ini dulu kantor karesidenan Jawa Barat. Jabatan karesidenan dahulu setara dengan walikota sekarang lah kira-kira mah. Balaikota Jakarta ini dibangun oleh sebab pemekaran wilayah oleh Pemerintah Kolonial. 

Saat itu Kota Tua sudah kekecilan menampung urusan pemerintah kolonial. Maka diperluaslah wilayah Batavia dari utara (pinggir laut) ke selatan dengan Balaikota itu sebagai kantornya. Kurang lebih begitu sih kalau dari sejarah yang saya baca. Baru di tahun 1960 Balaikota Jakarta jadi kantor resmi Pemda DKI. 

Ada banyak bagian dalam gedung yang bisa dilhat-lihat. Ruang tamu, ruang rapat, ruang galeri foto gubernur-gubernur Jakarta, ruang bernama Balai Agung, dan ruang auditorium. 

Seperti bangunan khas Belanda di Nusantara, langit-langitnya dan pintunya tinggi sekali. Sebegitu kepanasannya orang Belanda di Hindia Belanda, mereka merancang bangunannya biar terasa adem. Buat orang Belanda dulu, pendingin udara itu bentuknya jendela yang besar, pintu yang berbuku-buku, ventilasi, dan langit-langit yang tinggi. 




Balaikota Jakarta terbuka untuk umum. Beberapa properti dapat diduduki, namun ada juga yang dilarang untuk disentuh. Berfoto gak dilarang sama sekali. 

Sudah lama sekali saya mau banget masuk ke bangunan kayak begini. Di Bandung si Gedung Pakuan itu tertutup untuk umum. Semasa saya kecil dulu di Cirebon tiap sekolah melewati bangunan yang bentuknya sama dengan Balaikota Jakarta. Gedung Negara namanya. Gak nyangka kenginan saya terwujud di Balaikota Jakarta :D 

Ruangan favorit saya di sini adalah teras dan ruang bertamunya. Luas amat terasnya. Udah gitu gak cuma luas, tapi juga tiap sudut dirancang untuk enak duduk dan enak lihat pemandangan. Saya jadi bertanya-tanya. Kemegahan bangunan ini apa sengaja dibuat sebagai simbol kekuasaan juga? Ya emang sih bangunan kuno gede-gede. Rumah nenek kakek kita juga halamannya luas kan. Cuma yang ini mah extravagant pisan. Kayaknya memang kemegahan itu sengaja diperlihatkan ke rakyat biasa untuk menanam rasa minder agar kita patuh dan lawan politik agar mereka berkecil hati. 

Kalau mau liburan gratisan di Jakarta, kamu bisa nih ke Balaikota. Tidak ada tiket masuk. Untuk yang suka berfoto, lokasi ini cantik banget buat jadi latar foto-foto. Kayaknya mah gedung kuno gak ada yang fail ya buat difoto. Pasti bagus hasilnya.

Balaikota Jakarta
Jl. Medan Merdeka Barat no. 17-19 Jakarta

Buka Sabtu dan Minggu
09.00 - 17.00
Gratis!

Tulisan berikutnya baca di Akhirnya Naik ke Puncak Monas!















Teks : Ulu
Foto : Ulu

#photographytalk 3: Beauty In Ordinary

22 October 2016
Saya belum update artikel kategori #photographytalk deh minggu kemarin. Saat ada suara-suara yang berkata kalau menulis adalah pekerjaan mudah, ternyata buat saya enggak. Menulis butuh mikir. Dan beberapa hari kemarin saya gak bisa mikir selain menyelesaikan deadline yang kayaknya gak habis-habis itu :D 

Well sekarang sedang nyantai dan #photographytalk kembali lagi! Saya mau bahas tentang motret kembang dan bunga. Namun saya gak bahas teknis motretnya ya. Saya mau kasihtahu kalau sekarang bunga dan kembang adalah objek favorit saya untuk difoto. Karena mereka lucu-lucu. Ada sih yang gak lucu juga :D 

Saya gak ingat sejak kapan jadi suka motret kembang dan bunga. Kalau lihat foto bunga jepretan orang sih suka banget. Rasanya adem, sejuk, dan ada kesan hening yang menenangkan. 

Terus saya pikir, gimana kalau mulai motretin bunga dan kembang, bukan cuma lihat saja di feed Instagram. Gimana tuh rasanya kalau saya motret mereka juga, apa rasanya bakal sama dengan memandang fotonya saja?

Ternyata lebih senang motonya hahahaha :D 

Kalau lihat fotonya saja, sejuk sih rasanya. Nah kalau motoin, efeknya lebih dramatis. Jauh lebih adem lagi. Sering sih pas mandang hasil fotonya di laptop kok malah buram. Ah euy... cuma gak nyesel-nyesel amat sih. Motretinnya juga sudah cukup :D 

Saya gak nyangka sih kalau motretin mereka bisa memberi gizi buat jiwa saya *lebay tapi begitulah adanya :D*

Well jadi kepikiran mau upload semua foto kembang dan bunga yang saya jepret dan menyatukannya di sebuah album berjudul Beauty In Ordinary. Kalau kamu lihat foto bunga dan kembang di Instagram saya, judulnya saya beri kalimat yang sama dengan album fotonya, Beauty In Ordinary. Yang cantik-cantik adanya pada mereka yang sederhana ya, ada pada keseharian kita. 

Foto-foto ini bukan saya semuanya yang jepret. Beberapanya adalah karya Indra, suami saya. Dari dia saya belajar motret bunga dan kembang. Juga dari lihat-lihat foto di Instagram sih hihi :D Berikut ini ada foto yang saya jepret dengan kamera ponsel. Juga ada yang menggunakan DSLR. Semua foto ini sudah diedit baik itu dengan aplikasi di hp maupun di laptop. Tone fotonya berantakan sih jadinya. Aheuheuheuheu PR besar Bandung Diary adalah membuat foto dengan tone yang sama, biar mata gak capek sih. Tapi...ah yasudahlah :D 

Apa kamu senang memotret bunga dan kembang juga? Ayo dong ceritain di sini gimana rasanya motret bunga dan kembang :D Sebutin akun Instagramnya nanti saya follow! 

Selamat menikmati kembang dan bunga-bunganya ya :)





















Teks : Nurul Ulu
Foto : Nurul Ulu, Indra Yudha

Playlist #8: Malam Jatuh di Surabaya

21 October 2016
Wah lama banget gak share playlist. Kayaknya lama gak ganti playlist di hp juga sih. Sibuk heuheuheu.




Malem tadi denger lagu-lagu selow nih. Playlist berikut ini masih dari lagu-lagu lama. Stok lagu itu-itu aja sih. Ya berasa cocok aja sih memandang titik air hujan di jendela kaca, melihat daun yang kebasahan air hujan, dan mendengar lagu berikut ini.


1. Des'ree             -     I'm Kissing You
2. Bryan Adams   -    Heaven
3. Blur                  -    Tender
4. REM                -    Everybody Hurts
5. Bon Jovi          -    This Ain't A Love Song
6. Noah                -    Andai Kau Datang
7. Foreigner         -    I Want to Know What Love is
8. Ry X                -    Love Like This
9. Silampukau     -   Malam Jatuh di Surabaya
10. Norah Jones   -   Come Away With Me


Menghabiskan Akhir Pekan di Lembang

20 October 2016

Liburan akhir pekan ini enaknya ke mana? Lembang dong. Jalan-jalan di kota Bandung mungkin sudah terlalu sering, sayang sekali jika melewatkan suasana pegunungannya. Terutama wilayah Bandung Utara di mana Lembang maupun Gunung Tangkupan Perahu yang terkenal itu berada.


Photo Credit : Trover.com

Antara Bandung dan Lembang sendiri memiliki jarak tempuh sekitar satu jam tanpa macet. Kalua kamu berada di Bandung dan memutuskan mengunjungi Lembang tapi tidak mau terkena macet maka berangkatlah pagi-pagi sekali. Namun akan lebih baik lagi bila menginap saja di Lembang.

Penginapan dari harga mahal hingga hotel murah di Lembang ada banyak. Namanya juga daerah favorit wisata. Apalagi biasanya beberapa perusahaan online travel di internet memiliki Promo Hotel Murah. Kamu tinggal melakukan pencarian.

Hotel dengan tarif menengah seperti Grand Hotel Lembang juga bisa dipertimbangkan. Apalagi jika lokasinya sangat strategis. Karena kamu akan lebih terbantu dengan penginapan yang dekat dengan pusat oleh-oleh dan beberapa tempat pariwisata sekaligus. Nah, seperti misalnya Grand Hotel Lembang ini, lokasinya sangat dekat dengan Pabrik Tahu Susu Lembang dan juga Floating Market, De Ranch, plus beberapa tempat wisata lainnya.


photo credit: theranchlembang.com

Kalau kami datang dari arah Jakarta dan langsung menuju Lembang, antisipasi waktu-waktu Lembang yang potensial dilanda kemacetan parah. Sedangkan khusus dari arah Bandung menuju Lembang, ada beberapa jalur yang bisa digunakan. Misalnya melalui Jl. Sersan Bajuri menuju Lembang. Selain menghindari  macet, di sepanjang jalan tersebut kmau akan menemui tempat-tempat wisata serta pasar buah dan bebungaan. Bisa lho mampir untuk sekadar mengambil foto atau belanja buah sebagai bekal. Siapa tahu kamu berniat menambah koleksi tanaman bunga.

Selain jalur tersebut, ada juga jalur alternatif melalui Jl. Ciumbuleuit menuju Lembang dan jalur Dago Giri. Sama dengan jalur pertama, di sini kamu akan disuguhi oleh pemandangan berbasis alam yang luar biasa. Tapi hati-hati ya jalannya menanjak lumayan curam. 

Jalur Puncrut melalui Dago juga bisa menjadi alternatif terbaik apalagi jalur ini terkenal dengan wisata kuliner Bandung dengan suguhan pemandangan yang begitu indah dan asri. Nah kalau ambil jalur ini kamu akan menemui tempat makan tradisional yang menyajikan aneka pepes, ayam goring, ikan, dan nasi timbel dengan konsep lesehan.

Satu hal penting yang perlu diketahui bahwa semua jalur alternatif itu memiliki kontur yang ekstrim dengan tanjakan dan turunan yang seringkali tajam. Namanya juga daerah pegunungan. Belum lagi kalau di musim hujan, harus benar-benar ekstra hati-hati. Kalau kendaraan tidak dalam keadaan yang baik dan juga kemampuan menyetir kurang bagus, lebih baik tidak mencoba untuk melewati jalur-jalur alternatif ini. Tak mengapa, asal sampai Lembang dengan selamat meski bermacet-macetan, bukan?

Tidak perlu khawatir kehilangan kesempatan untuk melewatkan pemandangan yang indah di sepanjang jalur alternatif. Lembang sendiri secara keseluruhan memang masih asri dan memiliki banyak spot pemandangan alam terbaik. Apalagi dengan imej Lembang sebagai kota wisata, kamu akan mendapatkan pengalaman wisata alam baik yang masih alami seperti Kebun Raya Cibodas maupun dengan konsep tertentu yang semakin memuaskan hasrat wisata.


Photo credit: bandung.merdeka.com

Sebut saja The Lodge Maribaya. Di area ini kamu bisa melakukan rekreasi seperti tracking, camping, atau berjalan-jalan saja menikmati suasana. Ada banyak kerimbunan pohon dan keindahan deretan pinus yang berdiri kokoh di sepanjang lereng perbukitan. Jangan lupa untuk mengabadikan pemandangan tersebut dengan kamera. 

The Lodge Maribaya juga menyediakan fasilitas camping tanpa pengunjung harus repot membawa banyak barang dan peralatan. Ada beberapa paket yang ditawarkan dengan kisaran harga 300-500 ribu per malam. Namun kalau kamu tipe orang yang lebih menyukai kembali ke penginapan, maka bisa pilih paket menikmati wisata kuliner di restoran yang telah tersedia dan juga wahana seperti Zip Bike dan Sky Tree.

Selain The Lodge Maribaya tentunya masih banyak yang bisa kamu kunjungi, khususnya untuk kegiatan outing ini. Ada outbond di Grafika Cikole, Pine Forest Camp, Jendela Alam, Ciwangun Indah Camp, dan lain-lainnya yang sebagiannya juga menyediakan wahana flying fox, paintball, dan rumah pohon.

Lembang yang berada di Bandung Utara memang kaya akan periwisata berbasis alam yang tidak akan cukup dikunjungi sekali saja. Kalau kamu berniat untuk menginap beberapa hari, pastikan bahwa kamu sudah benar-benar merencanakan tempat-tempat terbaik untuk menghabiskan liburan ya. 



Romantisme Donat Keju di Dunkin Donuts Dalem Kaum

14 October 2016
Dunkin Donuts adalah restoran mewah pertama yang saya kenal. Sebelum McD menguasai dan gerai donat J.Co berjaya.

Sewaktu saya masih anak sekolahan umur 10 tahunan, saya tinggal di Indramayu. Kalau datang musim liburan, Ibu dan Ayah membawa saya ke Bandung, kampung halaman Ibu. 

Oleh para bibi yang masih anak kuliahan (adiknya Ibu), saya sering diajak jalan-jalan dan dikenalkan dengan banyak rupa wajah kota. Dago, Gramedia di Jalan Merdeka, Mall BIP, nonton di bioskop Kings Kepatihan, belanja pakaian di Cibadak, dan tentu saja makan donat di Dunkin Donuts.

Nah saya mau bahas yang terakhir itu. Memang apa istimewanya makan donat doang? oh istimewa sekali untuk saya yang anak desa ini hahahaha. 

Di tempat ini saya mengenal konsep makan donat dengan garpu dan pisau. Juga melihat bentuk donat yang besar. Ditambah topping donatnya bukan donat meses coklat dan bubuk gula putih :D

Dunkin Donuts adalah donat mewah bagi saya yang masih bocah dan tinggal di kampung. Hehehehe. 




Waktu saya masih SD hingga SMP, rentang tahun 96-99, bibi-bibi saya mengajak saya belanja pakaian bekas di sepanjang jalan Cibadak. FYI ini tempat dahulu memang tersohor dengan deretan pakaian bekas yang masih layak pakai dan bagus pisan euy (kalau mata kita jeli sih).

Si bibi disuruh Ibu nemenin saya beli celana jeans atau tshirt kece gitu lah. Secara saya gak punya selera pakaian yang baik dan kita tahu orang Bandung selera fashionnya keren-keren :D jadi saya butuh pendamping untuk memilihkan saya pakaian. 

Usai berburu pakaian di Cibadak, kami berjalan ke Jalan Dalem Kaum di Alun-alun kota Bandung. Abis belanja kan lapar, mau makan dulu sebelum pulang. Bibi membawa saya ke gerai Dunkin Donuts di Dalem Kaum. Di sanalah saya mengenal donut kacang yang jadi favorit. Juga jadi tahu donat kejunya yang berlapis krim dan bertabur banyak serut keju.

Keduanya sampai sekarang adalah donat Dunkin Donuts favorit saya. 

Gak berhenti di donat saja. Bibi juga memesankan saya Croissant Sandwich Tuna. Saya masih ingat sampai sekarang nama makanannya. Sebenarnya ini menu masih ada kok di sana. 

Saya gak bisa gak nahan muka kagum waktu sandwich tersebut sampai di meja makan kami. Bentuknya panjang, tebal, ada irisan daging tuna, salada, bawang bombai, dan sangat terlihat mewah!

Detik saya menatap benda tersebut, saya ingin kasihtahu teman-teman saya di sekolah. Wooooi saya makan sandwich croissant isi daging tuna! Wkwkwk. 

Terus saya makan kan si sandwich itu. Gila makanan orang kota susah amat ya ditelannya, megang sandwichnya ribet lah, makannnya belepotan lah, isi rotinya terburai lah, motong pake pisau juga kesulitan. Parah.

Kalo orang di kampung saya bakal bilang "tingeling angel pisan arep dipangan bae kuh!"

Sekarang saya jarang sih jajan di Dunkin Donuts. Kalo ada promo aja palingan. Khahah.

Rasa donatnya dari dulu emang gak berubah sih. Masih sama enaknya. Mengigit donat di Dunkin Donuts rasanya kayak menggigit-gigit sejarah, kayak masa kecil saya berseliweran gitu di antara gigi dan donat. 

Indra cerita kalau gerai Dunkin Donuts ini adalah gerai impor fast food pertama di Bandung. Tapi seorang teman saya bilang sih KFC gerai impor fast food pertama di Bandung. Entah mana yang benar, saya pun googling tapi gak ketemu informasinya.

Yang pasti sih kehadiran Dunkin Donuts lebih dulu muncul dalam hidup saya sebelum McD dan KFC. Bagi saya, Dunkin Donuts di Jalan Dalem Kaum ini termasuk legenda kuliner modern di Bandung.




Jadi Dunkin Donuts yang berlokasi di Jalan Dalem Kaum adalah mesin waktu. Bagi saya, gak tahu buat orang lain mah. 










Teks : Ulu
Foto : Ulu