Social Media

Cerita Dari Purwakarta

25 July 2016
Sate Maranggi terenak di Purwakarta di mana menurutmu? Di kota ini frekuensi saya menyantap Sate Maranggi baru di 4 tempat saja. 

Pertama, di pinggir jalan sebuah lapak non-permanen tanpa nama. Pada malam minggu sewaktu menunggu peluncuran air mandur Sri Baduga (Situ Buleud).
Kedua, di Sate Pareang di Wanayasa saat hendak ke Curug.  
Ketiga, di Sate Cibungur sebagai meeting point saya dengan teman-teman sebelum piknik di Purwakarta.
Keempat di restoran Sambel Hejo setelah menonton puncak HUT Purwakarta. 


Sate Maranggi Cibungur

Pengalaman pertama yang berkesan. Bukan hanya karena pengalamannya saja, tapi karena rasanya yang enak terenak dari semuanya. Dagingnya yang super empuk saya tidak butuh waktu lama mengunyahnya. Lezat sekali. 

Usai dengan Sate Maranggi, saya bertemu dengan sepiring ayam kampung goreng ala Purwakarta di restoran Sambel Hejo dan restoran bernama lucu (jika kamu tahu artinya dalam bahasa Sunda) Sajolna. Tidak kalah enak! Empuk dan gurihnya luar biasa, meninggalkan kesan teramat dalam di hati saya. 

Jika saya harus kembali ke Purwakarta, saya akan datang pada malam minggu untuk Sate Maranggi Tak Bernama di Situ Buleud dan keesokan harinya ke RM. Sajolna untuk menyantap Ayam Kampung Goreng yang super enak di sana! 

Dua hari di Purwakarta, saya tidak berkunjung ke banyak tempat. Hanya sedikit saja tapi berkesan. 

Kamu tahu Purwakarta adalah kota yang lebih hangat dari Bandung? Setengah hari pertama saya tidak merasakannya. Mungkin cuaca kelabu. Anginnya bertiup sana-sini, membantu mendinginkan suhu. Saat menandaskan Sate Maranggi dan Sop Iga di Cibungur, tubuh saya tidak kepanasan sampai harus kipas-kipas. 

Sate Maranggi Cibungurnya terasa enak tapi tak istimewa. Sop Iga rasanya jauh lebih menonjol dan berkesan. Kebersihannya oke, kecepatan makanannya mendarat di meja makan saya juga oke banget, harga relatif terjangkau. Jangan lupa pesan es kelapa muda, terasa sangat menyegarkan setelah mulut ini menyantap perdagingan. 

Dengan titik-titik air yang masih menggantung di angkasa, saya dan teman-teman bergegas ke Waduk Jatiluhur dan Giritirta. Balapan dengan hujan, Waduk Jatiluhur didahulukan. 


Waduk Jatiluhur

Ini pertama kalinya saya melihat Waduk yang katanya menahan banjir di Karawang dan Bekasi tersebut. Setahu saya, Jati adalah nama sebuah pohon dan Luhur artinya tinggi. Jatiluhur letaknya memang berada di ketinggian. Jalanan menuju ke sana menanjak dan berkelok. Masih banyak pohon di sisi kanan kirinya. Di sini Purwakarta terasa adem. 

Karena bendungan yang dibuat tahun 1960an ini juga dimaksudkan sebagai objek wisata, tersedia fasilitas nongkrong lengkap dengan sarana permainan sederhana di bawah pepohonan rindang. Cocok untuk orang tua yang bawa anak. Juga menarik untuk muda mudi yang ingin beromantis ria melihat perairan Waduk Jatiluhur sambil terayun-ayun di ayunan. 

Melamun sebentar di tepi Waduk Jatiluhur yang kelilingnya mencapai 150 km ini, saya membuka Google dan mencari tahu berapa luasnya. Sering saya membaca tentang Waduk Jatiluhur pada artikel sebuah surat kabar, pada tulisan sambil lewat yang saya baca saat browsing. Namun informasi itu terlewat begitu saja. Sekarang saya ada tepi waduknya, membaca lagi dan menelan informasi tentang Waduk Jatiluhur. Rasanya seperti mengoles balsem ke kulit, terasa banget nancap dalam ingatan hahaha :D 

Saya mengucap selamat tinggal pada Waduk Jatiluhur dan menyongsong Giritirta yang terkenal dengan Skypool-nya. 


Skypool Giritirta

Syukurlah hujan tidak turun. Tapi langit masih abu-abu. Menambah efek dramatis pada Giritirta yang disebut-sebut bagai pemandian khayangan. Di sini kolam renangnya berbatasan dengan tebing. Jadi terbayang tidak pemandangan hamparan lembahnya? 

Orang-orang mengatakan berenang di Giritirta bagai berenang di awan. Saya tidak berenang. Hanya berkeliling melihat-lihat saja. Sebagian pemandangan lembah dan perbukitan tertutup entah awan entah kabut. 

Mengelilingi Giritirta, saya mencium bau kaporit yang cukup tajam. Tidak terlalu masalah sih untuk saya, tapi untuk kamu saya tidak tahu. Di sini tersedia bukan hanya kolam renang dan fasilitas mandi saja, ada juga restoran, tempat menginap, dan areal wisata outbond.

Mungkin saya akan kembali ke lokasi pemandian di kawasan Wanayasa ini. Tidak lupa membawa pakaian renang.  

Kembali ke Kota Purwakarta dan saatnya istirahat. 


Sarapan di Harper Purwakarta

Merebahkan diri pada sebuah ranjang di kamar no 500 Hotel Harper Purwakarta terasa sangat nikmat. Sungguh hari yang panjang. Purwakarta dalam ingatan adalah tempat yang tak akan habis wisatanya disemai. Mungkin harus ada Purwakarta Diary :D Ah bukan saya yang buat, kamu dong warga Purwakartanya. 

Sate Maranggi Cibungur 
Sate Maranggi 1 tusuk 3K
Sop Sapi 18K
Nasi Timbel 5K
Es kelapa muda 15K

Tiket masuk Jatiluhur 10K

Tiket masuk Giritirta
Senin - Jumat : 20K
Sabtu & minggu : 25K
Tiket berenang : 60K



4 comments on "Cerita Dari Purwakarta"
  1. ooo waduk Jatiluur tu di Purwakarta (ketauan nilai Geografinya jelek :)) )

    pasti enak banget sate marangginya ya Mak? Blm pernah makan sih... :))

    TFS :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Enak bangeeeeet hehehe :D Thanks for stopping by and read my blog :)

      Delete
  2. satenyaaa menggoda. Purwakarta sebenare deket ya dari jakarta, keluar tol mentok juga udah purwakarta. selama ini biasane lewat tok --"
    Giritirtanya keren ya, cuma kalau kaporitnya kerasa banget kesian kemata anak2

    ReplyDelete
  3. Jadi kangen makan sate maranggi. Tahun 2008 aku KKN di Purwakarta, sering banget makan sate maranggi di Pasar Plered. Trus pernah piknik bareng sama teman KKN ke Jatiluhur dan makan nasi liwet di pinggirnya, enak banget. Minumnya kelapa muda.

    ReplyDelete