Social Media

Film Aach Aku Jatuh Cinta: Botol Sirup Rumi dan Beha Merah Yulia

05 February 2016
Mulai dari mana ya resensi film ini. Gini aja deh. Singkat kalimat: TONTON FILM INI! SANGAT SAYA REKOMENDASIKAN!



Usai memberi asupan gizi di kancah perfilman nasional dengan film Guru Bangsa Tjokroaminoto, salah satu sutradara sekaligus penulis naskah terbaik negeri ini menelurkan lagi film lainnya. Garin Nugroho melahirkan film Aach Aku Jatuh Cinta (AAJC). Filmnya rilis 4 Februari 2016. 

Nama Garin Nugroho sendiri sudah menjanjikan. Bagaimana dengan kastingnya?

Ada Chicco Jerikho! Jaminan mutu yang membuat saya rela duduk di bangku kursi bioskop XXI Bandung Indah Plaza selama 89 menit. Ada juga Pevita Pearce. Saya nonton film ini tepat di hari perilisannya. Hore! 

Eh sebentar. Tadi itu ada siapa? Pevita Pearce? Kenapa Garin berbaik hati merekrut cewek yang kita semua tahu aktingnya gak pernah enak dilihat ini ya? Apa yang Garin lihat pada Pevita, yang kita tidak lihat padanya?

Saya sampai cari informasinya tentang kenapa Garin Nugroho memberikan peran ke Yulia ini pada Pevita Pearce. Tahu gak Garin jawab apa? "Pevita serba paradoks. Lemah tapi juga kuat, gamang tapi memiliki kekuatan menarik hati orang, cerdas tapi spontan," seperti yang saya baca dalam artikel www.beritatagar.id. 




Anyway sinopsis ceritanya begini. Eh bentar, saya males nulis sinopsis ceritanya panjang lebar  :D

Intinya sih ini film tentang dua insan yang saling menyukai sejak mereka masih kecil. Yulia blasteran. Rumi pribumi asli. Film ini menceritakan drama romantisme (dan komedi) kisah cinta antara Rumi dan Yulia yang kacau balau. Mirip Romeo - Juliet tapi gak setragis itu kok ceritanya.

Rumi anak pedagang botol sirup limun. Ayahnya stres karena dagangan dia lama-lama gak laku, Rumi dan Ibunya jadi pelampiasan. Ayahnya ringan tangan. Ibunya Rumi kabur dari rumah, meninggalkan Rumi dan ayahnya. Sementara itu Yulia anak tukang reparasi barang elektronik. Belakangan ayahnya juga pergi dari rumah, tak kembali lagi. Ibunya Yulia menyambung hidup jadi penjahit.

Rumi dan Yulia, hidup bertetangga, masalahnya sama. Keduanya saling menyukai, tapi juga saling menarik diri. Anehnya juga mereka berdua sering bertemu kembali. Rumi mengacaukan hidup Yulia. Juga sebaliknya. Kayaknya ada yang kurang kalau Rumi gak usil dan Yulia gak kesal. Rumit banget lah hubungan mereka.



Pemain utama AAJC adalah Chicco Jerikho sebagai Rumi. Pevita Pearce sebagai Yulia. Ada juga tokoh-tokoh lain seperti Nova Eliza yang berperan sebagai ibunya Rumi. Sementara itu peran pembantu wanita yang aktingnya juga menonjol adalah Ibunya Yulia, dimainkan oleh Annisa Hertami. 

Di film ini Nova Eliza perannya kecil dan sebentar saja durasinya. Tapi saya kepincut aktingnya. Terutama adegan ketika Rumi kecil mampir ke pub tempat ibunya ini nyanyi dan memintanya pulang. Rumi diusir Ibunya. Ini salah satu adegan favorit saya. Nova Eliza duduk di kejauhan dan ngomong sendiri sambil memukul-mukul meja, diselingi monolog dari bapak-bapak yang membujuk Rumi pulang. Menyedihkan. Di saat yang sama, sangat terasa puitis sekali. 

Film-film Garin Nugroho memang puitis semua. Tipikal adegan yang kita hanya lihat di panggung teater. Bukan adegan komersil. Kehadiran Chicco dan Pevita membuat film Garin ini jauh lebih menjual dan terkesan 'ringan'.

Saya sempet browsing sih tentang film AAJC ini, di www.kapanlagi.com, Garin memberikan alasan lainnya tentang pemilihan Chicco dan Pevita. "Penonton saya itu kan nyebelin, pengen masuk surga, diam di rumah, jarang nonton film. Jadi saya ingin menemukan dengan bintang-bintang yang tepat untuk saat ini. Bintang itu Chicco dan Pevita. Dua-duanya punya karakter sendiri yang bagus lah, saling melengkapi untuk penonton sekarang."

Racikan nama Chicco Jerikho dan Pevita Pearce jadi magnet untuk memanggil orang nonton ke bioskop. Gak tahu ini saya aja yang mikir atau yang lain juga. Film-filmnya Garin biasanya bikin saya berasa sedang di galeri seni. Banyak interpretasi pas lihat karya seni tuh, banyak bingungnya hahaha.

Kalau lihat poster film AAJC yang warna merah muda dan pemain utamanya (terutama Pevita), kita gak bakal mikir ini film yang 'berat' karena ada bayang-bayang nama Garin Nugroho di belakangnya.

Padahal isi filmnya gak seringan isi poster filmnya. Semuanya serba satir. Lucu sekaligus menyedihkan. Dan Garin menyajikan adegan lucu-sedih-lucu-sedih ini tanpa ampun. Tidak ada jeda menikmati komedinya karena tiba-tiba muncul kepingan cerita yang mengiris-iris hati.

Nonton film ini saya dibawa bolak-balik tertawa. Lima detik kemudian jadi pilu, mata saya berkaca-kaca nahan air mata.

AAJC dibuka dengan musik tempo dulu dan gambar yang Instagram banget. Indah, cantik. dan apik. Satu adegan ke adegan lain perpindahannya rapi dan terstruktur, gak ada yang gak logis. Semuanya berjalan lancar. Enak dilihat, enak dipandang, enak pula didengar. Eugh yang terakhir ini agak keganggu sih saya dengan suara Pevita sama sekali gak merdu. Suaranya serak-serak basah yang sering gak harmonis dengan emosi cerita yang ingin disampaikan. 

Film ini mengalami perpindahan waktu tiga jaman. Rumi dan Yulia kecil, remaja, dan dewasa. Tahun 1970an, 1980an, dan 1990an. 

Sinematografinya bagus. Saya gak bisa komentar banyak karena saya gak ngerti tentang yang satu ini. Tapi saya sudah sebut tadi ya, enak dilihat dan enak dipandang. Gak ada penampilan yang over the top. Make up natural, wardrobe sesuai, karakter pemain juga tersampaikan dengan baik melalui pakaian yang mereka kenakan. 

Kesambungan ceritanya juga logis. Botol-botol sirup milik keluarga Rumi terus muncul seperti tali yang mengikat hubungannya dengan Yulia. Yang saya gak nyangka sih beha merah Yulia. Ternyata kutangnya menjadi penyambung takdir mereka berdua. Udah gitu munculnya si beha ini kembali juga sangat jenaka! Lucu sekaligus mengenaskan.

Kayaknya Garin Nugroho gak rela penonton tertawa begitu saja. Harus ada sebab musabab yang berakibat :D Logika cara mikir Garin tuh aneh ya. Seniman tuh gitu ya, cara mikirnya aneh tapi benar. Bisa menceritakan hal-hal detail dan kecil yang sering terlewat akal sadar kita. 

Lokasi syuting juga bagus-bagus. Perpindahan waktu yang bergerak maju-mundur-maju tergambarkan dari cat dinding yang kinclong hingga cat dinding yang memudar. Paling kelihatan sih dari mukanya Rumi. Dari Rumi yang klimis licin kayak remaja tahun 70an, sampai Rumi yang berkumis dan rambut acak-acakan, khas tipe pemberontak. 

Sebenarnya film ini gak ngasihtahu ceritanya berlokasi di mana. Anonim. Gak ada identitas kota yang diperlihatkan. Pokoknya ceritanya di Indonesia pulau Jawa lah. Identitasnya terlihat dari pakaian yang dikenakan Ibunya Yulia aja. Kebaya dan kain batik.

Pas Rumi dan Yulia tahu-tahu ngobrol di pelataran candi, saya jadi bingung. Mereka ini orang mana sih ceritanya, Jakarta? Tapi kok ada candi di Jakarta ya. Di Yogyakarta? Tapi aksen para pemainnya sama sekali gak Jawa tuh. Terus kenapa harus berlatar lokasi Candi Plaosan ini ya. Ini agak gak nyambung sih menurut saya mah. Lokasinya sih dramatis, tapi gak nyambung dengan latar belakang para pemainnya. Atau saya aja yang lebay mikirin ini ya. Anonim-in aja sekalian. Ngapain saya mempertanyakan. 

Oke, ya sudahlah. Saya bahas akting yak. Dari tadi gatal pengen kritik Pevita Pearce.



Pevita Pearce sebagai Yulia. Sepanjang film suara Yulia sangat dominan. Dia berperan sebagai penutur cerita. Muncul sebagai pengantar perpindahan cerita. Seperti membaca puisi, suara Yulia menggema hampir di sepanjang film. Tapi...Pevita...kamu baca puisinya duh gimana ya, kurang apa gitu. Kurang greget! Dia kayak yang ngandalin suaranya yang serak-serak basah. Seksi sih, tapi seksinya binal ya :D 

Kalau boleh usul sih kenapa Garin gak pilih Chelsea Islan aja ya untuk memerankan Yulia. Chelsea Islan kayaknya jauh lebih mumpuni memainkan karakter ini. Sama-sama blasteran, Chelsea punya sorot mata yang lebih tajam dan cara bertutur yang lebih intens. Tapi Chelsea mah mukanya terlalu garang kali ya buat memerankan Yulia yang rapuh.

Kalo Pevita di film ini lumayan kok kadang aktingnya bagus, lima detik kemudian...dueng! Kebanting akting Chicco yang sangat matang. Gak konsisten ah Pevita-nya. Akting Pevita bagus kalau lagi berdialog dengan ibunya. Nangisnya terlihat sangat tertekan dan tertahan padahal menjerit-jerit, dari lubuk hati terdalam, sedihnya perih banget! Saya juga sampai ikutan nangis. Tapi kalau dia udah berdialog dengan Chicco, dueng! dueng! Kebanting gak ada ampun :D 

Saya kecewa banget pas adegan di gerbong kereta itu. 

Di gerbong kereta itu lah puncaknya hubungan Rumi - Yulia. Botol Rumi sudah pecah. Beha Yulia sudah dikembalikan. Ini aneh banget memang perpaduan botol dan beha, tapi percayalah di film ini akting si kutang warna merah itu terlihat sangat cerdas.

Kembali ke gerbong kereta.  Ini lah tempat di mana Rumi meneguhkan hatinya untuk Yulia, setelah mereka bolak-balik main kucing-kucingan sepanjang film.  

Si Rumi sudah sebegitu puitis dan sepenuh hati menundukkan hatinya yang penuh ego tapi cinta pada Yulia, eala Yulia malah sebaliknya. Yulia cuma cengir-cengir kayak nahan pipis. Iya dia bahagia, tapi dia gak menunjukkan haru. Menurut saya sih harusnya mata Yulia jauh lebih bergetar lagi dan dia nangis tersedu bahagia. Paling gak ya ada linangan air mata gitu lah di pipi dia. Adegan klimaks di gerbong kereta itu jadi berlalu tanpa suasana syahdu yang mencapai klimaksnya. Hati saya yang sudah bertalu-talu melihat adegan itu sedari awal, malah jadi melempem sendiri akhirnya.

Untungnya Chicco memainkan peran Rumi dengan sangat brilian!



Eugh, Pevita, saya mau usul. Gimana kalo kamu daftar ke unit kegiatan mahasiswa khusus teater? Di sana kamu belajar olah vokal, belajar mengeluarkan emosi, dan belajar memainkan sorot mata. Tonton banyak-banyak filmnya Scarlet Johansen, dia punya suara yang sama kayak kamu. Serak-serak basah. Tapi pelajari cara Scarlet mengontrol vokalnya. Sotoy banget saya hahaha :D Disuruh akting juga saya pasti menciut. Tapi bedanya, saya adalah penonton. Dia adalah pemain film. 

Dari beberapa filmnya Pevita Pearce yang saya tonton, di film AAJC ini aktingnya paling gemilang. Lumayan ada kemajuan. Mungkin karena bimbingan seorang Garin Nugroho. Jadi saya harus acungin jempol ke Pevita karena kerja kerasnya di film ini :D Hehehe. 

Lalu Chicco Jerikho. OH YA TUHAN! INI ORANG KOK...KEREN BANGEEEEEEEEEEEEET! Dia ini aktingnya sangat jujur, gak khawatir mukanya jelek, dia gak takut kelihatan konyol. Mimik mukanya itu lho, sebentar serius, sebentar usil, sebentar marah, sebentar gombal.

Kan suka ada tuh orang ganteng yang jaim. Yaelah Chicco mah libas habis semua adegan! All out! Tiap adegan terlihat sangat santai dan ejoy banget. Dialognya ia ucapkan dengan sangat lancar, mengalir, alami, jelas, dan sangat merdu. Suaranya merdu sekali....merduuuuuuuu sekaliiiiiiiiiiii! Saya suka Chicco, saya jatuh cinta pada Chicco Jerikho!



Saya iri pada Pevita. Dia dipasangkan dengan Reza Rahardian di Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Sekarang dengan Chicco Jerikho. Saya harap kamu bersyukur, Pevita. Segeralah ambil kelas akting di rumah-rumah teater di Jakarta, Bandung, atau Yogyakarta! *keukeuh*

Terlepas dari kekurangan film ini yang mana minor aja jumlahnya, Aach Aku Jatuh Cinta berhasil menuai tepuk tangan dari para penonton begitu adegan terakhirnya berlalu. Menurut saya itu bentuk apreasiasi yang sangat istimewa. Saya juga ikut bertepuk tangan. 




Jadi tunggu apalagi. Pergi sekarang ke bioskop terdekat. Film bergizi kayak begini sayang untuk dilewatkan. Film drama romantis ini gak picisan. Jauh dari murahan. Bagus banget! Puitis! Dialognya indah, gambarnya menawan.

Pesan moral? Kalo udah cinta mah nyatain aja atuhlah, gak usah gengsi :D






Teks : Nurul Ulu Wachdiyyah
Foto  : Instagram AAJC_themovie
18 comments on "Film Aach Aku Jatuh Cinta: Botol Sirup Rumi dan Beha Merah Yulia"
  1. hmmm.. pevita ya mbak... hmmmm

    *manggut manggut*

    ReplyDelete
  2. sayang blm bisa ke bioskop, maklum si precil blm bisa ditinggal. Padahal sudah hampir 8 tahun ga nonton. Kangen bau pop corn he he he

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah 8 tahun....lama sekali :D nanti ada DVD resminya keluaar, beli ya, mba :D hehehe

      Delete
  3. saya termasuk yang bertepuk tangan, karena AAJC memberikan warna baru tentang cinta di kancah perfilman nasional, di mana beberapa tahun terakhir diisi oleh drama cinta lebay tak berkesudahan berderai air mata

    ReplyDelete
  4. Baca sinopsisnya jadi semakin penasaran sama AAJC ini, tadi juga sempet liat trailernya. Apalagi sutradaranya Garin. Cuma rada kecewa uy pas liat settingnya kan tahun 1970/1980an ya kalo ngga salah, cuma rambut si Pevita modelnya terlalu kekinian kayak zaman sekarang apalagi yg model kriting gantung hasil rol-an, CMIIW ya, padahal art, costume, sama coloringnya udah bagus.

    ReplyDelete
    Replies
    1. oh gitu? gaka ngaruh kok dandanannya, mba. tetep enak dilihat dan gak ganggu cerita hehehe

      Delete
  5. Ulu nangis? Serius? Huhuhuuuu... pengen nonton lagiiiiiii

    ReplyDelete
  6. belum nonton tapi menarik nih kayaknya..

    ReplyDelete
  7. Saya selalu suka baca Bandung Diary haha ..

    Banyak sekali aspek yang bisa di bahas dalam film ini, kita aja kelewatan beberapa hal seperti membahas latar tempat nya. Bahkan kita tidak membahas aktingnya sama sekali.

    Terlepas dari kritikan akting Pevita, bagi penonton yang kurang ngerti akting, khususnya dari sudut pandang cowok, Pevita sangat cantik di film itu, Kostum, Make up, karakter dsb. Ini film Pevita yang paling cantik bahkan mengalahkan peran nya sebagai Hayati. haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Whahahaha makasi, wahai anak muda selera tua :P saya juga suka baca blog kamu lho :D Film bagus mah enak bisa dibahas terus gak habis-habis. Cantik gak berbanding lurus dengan kualitaas akting, Hie :D

      Delete
  8. kalau gitu memang tepat, saya menatap Chico aja. Ini orang kayaknya segala bisa :D

    ReplyDelete
  9. Pengen nonton tp belum ada waktu, sedih :-(

    ReplyDelete