Social Media

Image Slider

Matahari di Punggung Asia Afrika

28 October 2015
Berjalan kaki di Bandung pasti ke kawasan Asia Afrika melulu deh tujuannya. Kayak gak ada lagi tempat lain di Bandung. Ada kok. Tapi pagi itu tujuannya pengen ke daerah Braga aja. 

Pagi pukul tujuh, kami bertiga sudah mendarat di jalan Asia Afrika. Matahari paginya hangat memijat punggung saya. Karena jalan Asia Afrika ini memanjang dari Timur ke Barat, jadi sinar mataharinya pas banget menyorot jalan yang dirintis oleh Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda ini. 

Berjalan kaki melewati KM 0 dan berhenti sejenak untuk memotret Hotel Savoy Homann. Emang gak pernah bosan melihat bangunan hotel Homann ini. Katanya sih arsitektur bangunan ini dibuat berdasarkan bentuk kapal penumpang yang mengangkut orang-orang Eropa ke Hindia Belanda. Gedungnya cantik sekali. Melengkung-lengkung gitu. Padahal gak tinggi-tinggi amat tapi berdiri di depan Hotel Homann ini saya suka pengen nyebut tukang-tukang bangunan dan arsiteknya sebagai orang gila. Heuheuheuheu. Karyanya bener-bener glorious! 

Di tahun 1939, hotel ini menyebut dirinya sendiri sebagai The Modernest Hotel in The Netherland Indies. Saking pesaingnya dikit kali ya. Saat itu hotel yang sekelas bintang lima di Bandung palingan cuma Preanger, tetangganya Homann.

Semoga ada kesempatan saya menginap di hotel Savoy Homann. Masuknya sih sudah beberapa kali. Tapi nginep? Belum pernah. 

Lapar euy mau jajan. Kata saya kepada Gele. 
Langsung deh cuss ke Braga. 

Eh tapi berhenti dulu di depan gedung Majestic. Gak tahu siapa yang membuat font tulisan gedung ini, saya suka bentuknya. Dibangun tahun 1922 dan disebut sebagai bangunan Kaleng Kue. Hahaha. 

Emang bentuknya kayak toples sih kalau diperhatiin. Dulu banget Majestic itu bioskop. Pada waktu saya masih kuliah, beberapa kali menghadiri pemutaran film di gedung Majestic ini. Akustik bangunannya bagus. Untuk ukuran gedung yang pernah jadi bioskop, interiornya gak luas-luas amat. Semacam nonton kelas eksekutif kali ya. Mungil tapi mewah. 

Nah sekarang bergegas ke restoran kesayangan: Sumber Hidangan. Habis itu baru ingat, kepagian buat makan di restoran yang sudah ada sejak tahun 1929 di Bandung ini. Setelah ditunggu-ditunggu pun ternyata restorannya tidak buka. Yah. 

Gak sedikit toko-toko tua di Bandung yang masih pake cara lama jualannya. Gak terlalu peduli dengan sistem marketing dan mementingkan konsumen kayak teori-teori jualan kayak sekarang. 

Kopi Aroma dan Sumber Hidangan ini dua toko di Bandung yang cuek dengan akhir pekan. Usaha lain pada heboh buka di hari sabtu dan minggu, jam bukanya diperpanjang pula. Mereka? hari minggu tutup. Stok roti di Sumber Hidangan juga segitu-segitu aja. Pesen mendadak gak bisa, harus beli stok yang ada. Pelayannya bukan jenis yang ayu-ayu muda menggemaskan. Semuanya nenek-nenek :D 

Tapi tetep aja laku barang dagangannya. Aneh :D

Well anyway nongkrong di jalan Braga sekarang lebih nyaman karena banyak bangku taman. Peninggalan dari acara peringatan Konperensi Asia Afrika bulan April kemarin. Biasanya sih banyak yang nongkrong di Braga. Mungkin pada datangnya siang ke sore ya. Pagi-pagi mereka masih pada sekolah atau tidur. Jadi kalau mau nyaman datang ke kawasan Braga, bagusnya di hari kerja dengan rentang waktu jam 6 - 10 pagi. Gak banyak alay, gak banyak yang foto pre-wed, gak banyak yang seliweran. Nyaman pokoknya!


Bermekaran Bunga di Jalan Braga

14 October 2015
Tanggal merah di hari rabu. Pertanda tanggal pertama di tahun baru Islam. Pagi-pagi sekali saya, Gele, dan Nabil sudah berada di dalam angkot warna hijau. Dia membawa kami ke jalan Braga. Pagi yang hening di Bandung. Tidak ada macet, tidak ada motor-motor seliweran. 

Bandung di hari libur pasti ramainya bukan main. Seperti bunga yang dikerubungi kumbang-kumbang. Perkiraan kami pun tempat yang dituju sepertinya bakal ramai. 

Ternyata tidak. SENANG! Bandung jadi milik kami bertiga. Hahaha! 

Menyusuri Jalan Asia Afrika yang lengang seperti paling tidak seperti empat tahun lalu jadi momen yang istimewa. Tidak banyak kamera dan orang-orang yang berselfie dengan kamera henponnya. Pagi itu di jalan Asia Afrika, rasanya damai sekali. 

Gele memotret dengan kameranya. Saya menjepret dengan kamera henpon. Sementara itu Nabil murung karena sepertinya dia lapar.

Tidak sesulit biasanya, pagi itu memotret kawasan bersejarah di Bandung ini mudah saja karena gak ada photobomb. Yang seliweran dikit kok orangnya.

Braga yang tenang. Braga yang sepi. 

Menuju ke Jalan Braga bukan karena tidak direncanakan. Ada pekerjaan menanti di sana dan ya saya sekalianin aja jalan-jalan pagi. 

Ternyata, Braga di bulan Oktober ini sangat-sangat indah. Karena banyak bunga bermekaran di sana. Pepohonan yang tanam di tepi jalan Braga mulai mengeluarkan kharismanya. Tabebuya namanya.

Bunga berwarna kuning yang menawan. Dengan melihatnya saja saya merasa lebih cantik dari biasanya.


“The earth laughs in flowers.” 
― Ralph Waldo Emerson







Minum Kopi Jangan Sambil Berlari, Kata Warkop Udin Wati

11 October 2015
Pukul 10 malam. Mata saya sudah terasa begitu berat tapi mood menulis malah memuncak. Saya mau cerita. Seharusnya ini saya tulis beberapa hari kemarin setelah tanggal 7 Oktober. Tapi well yah...mood nulis.. halo? toktok! Yak baru munculnya sekarang :D 

Di hari Rabu tanggal 7 Oktober, saya mengundang dua teman baik saya, Faisal Nurdin (Iso) dan Dian Irawati (Dian). Keduanya adalah pemilik sebuah warung kopi di daerah Cimahi. Karena tema kopi sedang seksi, saya minta mereka bercerita tentang kopi dan usaha membangun warungnya kopinya tersebut.

Rencana Seru

10 October 2015
Things are going rough lately. Saya kangen berjalan kaki tanpa tekanan harus terburu-buru. Dengan Gele yang menenteng kamera DSLRnya dan saya yang memotret dengan kamera hape, saya pengen jalan-jalan santai lagi. 

Bulan ini banyak rencana. Tapi kami bertiga, saya gele dan nabil, diserang virus inlfuenza serempak. Rencananya seru-seru deh padahal. Hiks...

Pasar Kutu udahan. Saatnya beranjak ke pekerjaan sehari-hari lagi. Daily basis. Fish Express, Happy Cow Steak, CKS, dan Greeners. Banyak beut. Kadang-kadang saya heran sendiri gimana cara bisa ngerjain empat pekerjaan sekaligus ya. Minta asisten please :D 

Anyway, bakalan nambah pekerjaan berikutnya. Rencana seru itu harus segera dilaksanakan. Keburu dikerjakan orang lain terus saya menyesal. No way. 

In the meanwhile, semoga gele lekas sembuh. Semoga nabil juga cepet pulih. Obat stres emang jalan-jalan. Yang paling gampang adalah jalan kaki dan foto-foto. Juga makan-makan. Talk about creativity, butuh penyaluran untuk membuatnya tetap segar dan baru. Jalan-jalan jawabannya! 


Pasar Kutu di Bandung

08 October 2015
Pasar Kutu adalah garage sale. Gimana, ring a bell? :D 


Saya rutin bikin garage sale di depan rumah setiap satu tahun sekali. Pengennya sih sebulan sekali. Tapi tenaganya gak memadai. Capek lho angkat-angkat barang dari dalam rumah ke halaman di depan rumah. Angkat baju, sepatu, buku, aksesori, tas, kaca, setumpuk film korea, dan lain-lain. Sehari dua kali pula hahaha :D

Tahun ini Pasar Kutu diadakan selama empat hari. Pada saat saya mengetik ini, Pasar Kutu masuk ke hari ke-4. Harusnya ini hari terakhir, tapi penjualan belum mencapai target. Jadi kayaknya saya bakal perpanjang sampai hari minggu 13 Oktober aja deh. 

Saya gak buka titip jual dari kalangan umum untuk berjualan di Pasar Kutu ini. Secara saya berasal dari keluarga besar, jadi saya minta sepupu dan para bibi bongkar lemari dan rumahnya dan boleh titip jual di Pasar Kutu. 


Khusus untuk tahun ini saya melibatkan beberapa teman untuk mengisi acara. Workshop Warung Kopi dan bernyanyi akustikan. Acaranya berlangsung kemarin, nanti deh nyusul ceritanya. Pas acaranya eh pas hujan. Hahaha. Mau kecewa tapi kan lagi butuh hujan. Mau sedih tapi kan acaranya masih bisa berlangsung, pindah ke dalam rumah. Hiks. Ya gak apa-apa deh. Acaranya masih seru walo ngefek ke penjualannya kecil. Hahahaha dueng! 

Btw ini Pasar Kutu ke tiga yang saya selenggarakan. Tiap tahun kerasa sih bedanya. Tahun ini sepi banget deh pengunjungnya. Kayaknya krisis ekonomi itu benar adanya. Hahaha apa sih :D 

Ini cuma sedang mood nulis dan sayang kalau dilewatin. I'll catch you up with another story of Pasar Kutu ya. 





Cerita tentang Pasar Kutu di tahun sebelumnya bisa dibaca di sini.

Naik Kereta Api Bandung - Cirebon

05 October 2015
Ini saya aja yang ngerasain atau kalian juga? Naik kereta api tuh rasanya kayak naik mesin waktu. Penuh kenangan. Ah ya mungkin saya aja sih. Istilah yang sekarang sedang hits: baper. Nah saya suka baper kalo naik kereta api tuh. Uhuks. 

Saya suka hawa stasiun kereta api. Yang sekarang ya, kalau yang dulu gak doyan banget. Males. Tapi sejak Jonan ngeberesin performa layanan dan rebranding, saya naik kereta api lagi dan lagi. Kayak kecanduan hahaha. Untungnya pas kecanduan pas emang butuh ya. Kan gawat kalo kebutuhan gak ada tapi keinginan dipenuhi. 

3 Oktober naik kereta api Ciremai Express di gerbong 4. Pertama kalinya juga saya beli tiket kereta langsung di loket, biasanya beli via aplikasi Padi Train di hp. "Tempat duduknya di gerbong paling sepi dengan kursi yang paling sepi juga, mba," pesan saya ke mba-mba loket buat pilihin seat. 

Ternyata bener aja dikasih yang paling sepi. Satu gerbong isinya cuma 4 orang termasuk saya. Hwuidih asik banget! 

Perjalanan gak ada delay bahkan gak telat. Tepat waktu. Setelah perjalanan ke Yogyakarta dan Surabaya, semoga ada kesempatan lagi untuk berkendara naik kereta api jarak jauh selain ke Cirebon.