Social Media

Image Slider

Mengelilingi Cikal Bakal Bendungan Jatigede

12 August 2015
Wahai warga Cirebon, Indramayu, Karawang, dan sekitarnya. Ketahuilah bahwa kelak sawah-sawah di kawasan kalian akan mendapatkan sumber air yang berasal dari sebuah bendungan raksasa. Bendungan ini menampung air sebanyak satu milyar kubik. 

Ulangi. SATU MILYAR KUBIK AIR. 

Kawasan Jatigede yang terletak di Sumedang, dipilih menjadi tempat menampung satu milyar kubik air itu. Ekspektasi saya melihat bendungan Jatigede tinggiiiiiiii sekali. Saya mau lihat bangunan yang kokoh, raksasa, canggih, dan megah. Seperti apa bangunan yang dibuat untuk menahan beban air sebanyak satu milyar kubik beserta lumpur-lumpurnya itu?

Berangkat pagi dari desa Cipaku, perjalanannya gak sederhana. Memakan waktu sekitar hampir dua jam, jalanan berbalut bebatuan dan tanah. Seperti naik rollercoster berkecepatan 5 km/jam. Bukan perjalanan yang membosankan, justru sebaliknya. Pemandanganya sangat mengagumkan.

Jalanan Bandung - Sumedang sudah gak terhitung berapa kali saya lintasi dalam rangka ke Cirebon. Gak kebayang ternyata dibalik jalan utamanya tersebut, Sumedang adalah negeri yang indah. Areal sawahnya luas seperti tak ada ujung. Sejauh mata memandang, isinya pucuk-pucuk tanaman padi. Perbukitannya juga tak kalah molek.

Mendekati ujung perjalanan ke bangunan Bendungan Jatigede, pemandangan mulai gak enak dilihat. Truk-truk besar pengangkut batu, jalanan yang diperkeras demi lancarnya pengangkutan bahan-bahan bangunan, tandus dan debu-debu bertebaran seperti mentertawakan kami yang datang dari Cipaku.

Semakin dekat dengan bangunan bendungan, semakin jelas rupanya. Tidak semegah yang saya pikirkan. Entahlah, ada satu milyar kubik air yang mau dibendung. Jangan lupakan lumpurnya juga. Sedimentasi sungai Cimanuk termasuk tinggi. Lihat saja warna air sungainya yang coklat, dikata itu apa kalau bukan pasir, batu, dan lumpur.

Berapa lapis bata dan semennya yang dibangun perusahaan Cina yang mendapat tender membangun bendungan Jatigede ya? Buat mata saya yang awam, bangunan bendungan Jatigede terlihat setipis kertas.

Proyek Bendungan Jatigede adalah proyek terlama di dunia. Bayangkan dari tahun 1982 baru di tahun 2015 ini proyeknya bakal rampung. Berkali-kali penggenangan air ditunda, katanya akhir Agustus Jatigede baru akan digenangi.

38.000 jiwa pindah rumah. Koreksi, pindah kampung halaman. Kenapa Jatigede yang dipilih jadi bendungan ya? Bendungan besar sampai-sampai di bakal jadi bendungan terbesar ke dua di Indonesia. Padahal Jatigede tercatat menghasilkan 36.000 TON PADI PER TAHUN. Wilayahnya yang dikepung hutan juga menjadi rumah untuk banyak populasi hewan dan tumbuhan. Sayang kalau harus ditenggelamkan.

Sejujurnya, perasaan saya gak enak melihat bendungan Jatigede. Keluarga saya banyak yang tinggal di Cirebon dan Indramayu, dua tempat yang bakal mendapat banyak manfaat dari bendungan Jatigede. Tapi...begitu canggihnya teknologi di zaman 2015 ini, apa tidak ada jalan lain untuk mengairi daerah utara Jawa barat selain menenggelamkan Jatigede?

A Quick Trip to Surabaya

01 August 2015
Satu hal tentang Surabaya yang sangat kuat melekat dalam ingatan setelah kunjungan kami ke sana adalah: kotanya bersih. Karena walikota saya dan gele kan the famous Ridwan Kamil. Ya tentu saja beliau kami jadikan standar pemimpin yang baik sebuah kota dan jadi standar menilai-nilai pemimpin di kota lain (di negeri sendiri).


Lalu setelah melihat Surabaya secara langsung, bagaimana dengan Bu Risma?

Tiba-tiba standar RK yang kami buat sendiri rontok berantakan hahahaha. Surabaya jauh melampaui Bandung dalam hal pertamanan dan penghijauan. Bandung masih jauh, banyak yang harus dikerjakan. Ya Surabaya memang lebih dulu dipimpin Bu Risma sih, sementara RK kan baru mau dua tahun. 

Keteguhan Bu Risma yang biasa saya tonton di televisi, terasa auranya selama saya di Surabaya. Meski secuil Surabaya yang kami jelajahi, tapi boleh lah menyimpulkan. Blog sendiri, pendapat sendiri XD 

Secara lima kali naik taksi, semuanya bercerita bangga tentang Surabaya dan Bu Risma. Wah jarang-jarang nih ada pemimpin yang dianggap berhasil membawa kotanya jadi maju. Perempuan pula pemimpinnya. Pro kontra pasti ada lah, tapi saya gak nyangka semua sopir taksi yang saya ajak ngobrol, semuanya pro Bu Risma. 

Saya menyukai Surabaya. Begitu juga Gele, ya apalagi dia sih sekalian nostalgia aja trip ke Surabaya kemarin. Motret lagi bangunan-bangunan proyeknya dulu. 

Ohiya, panasnya Surabaya yang konon menyengat gak terlalu mengganggu tuh. Thanks to Cirebon dan Indramayu yang sering saya kunjungi. Berbeda dengan panas Jakarta yang...sorry to say: kotor dan pengap. Surabaya cukup menyenangkan. Di tiap ruas jalan ada pohonnya, paling gak ya 3-5 pohon.

Sebenarnya emang panas sih Surabayanya, di jam-jam terpanasnya emang lebih enak di dalem ruangan aja. Sisanya ya no problemo. Cuma tiap hari dikasih cuaca sepanas itu kami bakal megap-megap, cuaca di Bandung udah cocok lahir batin sih :D

Dua hari di Surabaya, kami bertiga hanya berkunjung ke beberapa tempat wisata saja. Mengingat trip ini satu paket dengan pekerjaan kami di Fish Express, jadi yah jalan-jalannya mengalah dulu. 

Monumen Kapal Selam saya datangi karena ingin menyenangkan Nabil yang doyan perahu, pesawat terbang, dan sejenisnya. Tentu saja dia senang berat melihat perahu raksasa macam monumen kapal selam itu. Sampai gak mau turun dan keukeuh minta foto-foto melulu. Sepanjang menyelami kapal selamnya, gak ada pemandu yang mendampingi. Jadi bingung itu barang-barang dan mesin di dalam kapal selam namanya apa dan buat apa :D

House of Sampoerna tentu saja masuk ke daftar kunjungan. Semacam legendanya Jawa Timur sekaligus Indonesia lah. Sebagai yang pernah merajai industri rokok kretek di nusantara sekaligus dunia gitu loh. Lagipula, rokok kretek kan cuma ada di negara kita. Kretek : tembakau + cengkeh. 

Naik bis wisatanya yang hits banget itu dan seruuuu! Bandung harus punya yang seperti ini. Eh ada sih Bandros, bandung Tour On The Bus. Tapi saya belum pernah menumpang Bandros jadi belum bisa membandingkan. Palingan ya ribet aja sih katanya kalau naik Bandros. Bayar pula :D Nanti deh saya coba dulu Bandros baru dibahas di sini. Cuma yang saya rasain pas naik Heritage Track Busnya Sampoerna, rasanya kok seneng yah Surabaya punya ginian. 

Saya cobain turun jalan kaki setelah beres keliling dengan bis wisata tersebut. Ternyata apa yang saya lihat dari dalam bis dengan yang saya rasakan pas jalan kaki beda jauh sensasinya. Begitu menyusuri dengan berjalan kaki di sekitar House of Sampoerna, Surabaya entah kenapa terlihat lebih...kusam. Gak sekinclong pas tadi di dalam bisnya. 

Sebentar saja keliling area pecinannya Surabaya, sayang kesorean dan kami gak berbekal peta yang memadai. Kawan dari Surabaya tidak menemani. Ditambah pas jalan-jalan keliling waktunya kesorean dan kok tempatnya agak-agak bronx gimana gitu.



Padahal mau menjelajah kawasan Pecinan Surabaya lebih lama, lebih dekat. Kayaknya harus bawa teman arek Suroboyo supaya lebih luwes bergaul dengan orang lokal. Lain kali ke Surabaya lagi saya kontak temen ah di sana, temenin jalan-jalan :D Bangunan tua yang kuno dan apik bentuknya di sana banyak sekali euy, sayang kalau dilewatin. 

Agak was-was kami ngeluarin hape dan motret. Jadi yah hanya strolling down the road sambil lihat bangunan tua di kanan dan kiri. Di dekat masjid Ampel kami menyetop taksi, kembali pulang ke hotel. Kecapekan hehehe.

Yah memang gak pernah cukup yang namanya jalan-jalan. Selalu pengen nambah hari berliburnya meski hanya satu hari. Tapi...uang tidak bertambah semudah populasi penduduk di negeri ini :D Kami harus mengepak barang-barang dan kembali ke Bandung.